Kamis, 27 Agustus 2009

Sosialisasi Penggunaan Kondom Dalam Industri Seks Komersial

Hubungan intim yang dilakukan sepasang kekasih dalam memenuhi hasrat biologisnya merupakan hal wajar. Sebagai makhluk individu dan sosial manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan, baik yang sifatnya spiritual hingga biologis. Kebutuhan yang beraneka ragam tersebut menuntut pemenuhan untuk mencapai kepuasan tertentu. Salah satunya ialah kebutuhan biologis sebagai kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Di mana kebutuhan ini menyangkut hubungan antar sepasang kekasih yang tidak hanya melibatkan hasrat seksual tetapi juga melibatkan seluruh perasaan, dan bentuk cinta terhadap pasangannya.

Bagi sebagian besar orang hubungan intim merupakan tindakan yang sakral, dengan melibatkan campur tangan sang pencipta terutama dalam penciptaan keturunan. Namun, bagi sebagian orang lainnya, hubungan intim merupakan tindakan yang biasa dilakukan antara pria dan wanita dalam upaya melampiskan hasrat seksualnya. Pandangan yang berbeda atas pemaknaan hubungan intim memunculkan pro dan kontra atas hubungan intim.

Pengertian yang berbeda atas hubungan intim memberikan nuansa bagi perkembangan dan pemikiran masyarakat. Yang mana penerapan atas pengertian hubungan intim diserahkan kepada masing-masing individu. Seiring perkembangan zaman yang serba modern dan masuk budaya barat ke Indonesia ikut memberikan sumbangsi atas perkembangan budaya seksual. Yang membawa Indonesia ke arah perubahan struktur sosial yang serba bebas dan terbuka sehingga memiliki kecenderungan memahami hubungan intim sebagai pelampiasan hasrat seksual, terutama bagi kaum muda.

Pergeseran struktur sosial yang serba bebas dan terbuka mengarahkan Indonesia dalam jurang masalah yang cukup luas. Di mana seiring berkembangnya budaya kebebasan mengarahkan masyarakat Indonesia, khususnya remaja kepada hubungan seks bebas. Yang ditunjang dengan peredaran video mesum di masyarakat yang semakin merajalela. Akhirnya, perilaku sosial yang semakin berubah mengarahkan seks bebas pada bisnis penjaja seks yang terkadang melibatkan remaja sebagai pelaku.

Pergeseran nilai budaya membuat tindakan menjajakan seks sebagai suatu bentuk sensasi, mencari kepuasaan hingga yang bermotif ekonomi. Yang artinya akan berkembang pesat seiring pengaruh perubahan struktur sosial yang berkembang di masyarakat. Kondisi ini pada level yang lebih tinggi akan mengarah pada tindakan prostitusi, yang melibatkan pelanggan, penjual, dan perantara. Di mana pola semacam ini akan membentuk lokalisasi prostitusi, yang tidak hanya sebagai lahan pemuas hasrat seksual juga menjadi lahan bisnis.

Munculnya lokalisasi prostitusi sebagai akibat dari munculnya modernisasi, yang menitikberatkan pada permasalahan sosial lainnya. Dengan mulai bermunculan lokalisasi prostitusi menggambarkan bahwa pemenuhan atas nafsu seksual semakin tinggi. Di mana permintaan akan pelayanan dari penjaja seks terus mengalami peningkatan. Yang didasari atas berbagai kesenangan, gengsi hingga kemewahan ditawarkan dalam bisnis prostitusi.

Keuntungan sesaat seakan menjadi magnet yang kuat sehingga mampu melibatkan banyak orang dalam praktik kegiatan prostitusi. Mulai dari mucikari, penjaja seks, hingga pelanggan yang menikmati layanan seksual. Perkembangan yang pesat dalam dunia prostitusi juga tidak terlepas dari kondisi ekonomi yang menjerat penjaja seks. Dengan dibantu oleh mucikari sebagai perantara memudahkan penjaja seks mendapatkan pelanggan. Atas dasar saling menguntungkan satu sama lain menjadi dasar berkembangnya secara pesat dunia prostitusi.

Perkembangan yang pesat pada dunia prostitusi diimbangi pula oleh peningkatan penularan penyakit menular seksual. Dimana pengaruh gonta-ganti pasangan inilah yang menjadi pangkal masalah munculnya penyakit menular seksual. Salah satu penyakit yang mengerikan dan sangat mematikan ialah HIV merupakan virus yang menyebabkan Aids. Dimana Aids sendiri merupakan sindroma menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan HIV, sehingga tubuh tidak dapat memerangi penyakit. Tren itulah yang kini merebak dalam lingkup lokalisasi prostitusi akibat dari gonta-ganti pasangan ketika melakukan hubungan seksual.

Memerangai PMS pada lokasisasi Prostitusi

Penyakit menular seksual yang terjadi dalam lokalisasi prostitusi merupakan dampak negatif yang ditimbulkan akibat aktivitas seksual yang serba bebas. Ditandai dengan sedikitnya pelaku seks yang penggunaan alat pengaman seksual yang aman (kondom). Minimnya penggunaan kondom dalam industri prostitusi dinilai sebagai penyebab penyebaran penyakit menular seksual secara cepat. Berdasarkan buku yang berjudul “10 Langkah Mengembangkan Kebijakan Publik: Mencegah Penularan HIV/AIDS di Lingkungan Seks Komersial”, menyebutkan bahwa diperkirakan ada 190-270 ribu pekerja seks dengan 7-10 juta lelaki menjadi pelanggannya. Yang mana lebih dari 50% pelanggan lelaki memliki pasangan tetap atau berstatus kawin. Ironinya, penggunaan alat pengaman seksual seperti kondom tidak mencapai 10%. Artinya penyebaran penyakit menular seksual sangat mudah berkembang dan menjangkit setiap pelaku seks komersial.

Kesadaran para pelaku seks komersial yang sangat rendah dalam penggunaan kondom disinyalir menjadi penyebab penularan penyakit seksual merebak dengan cepat. Bisa dibayangkan apabila seorang penjaja seks yang mengidap PMS (Penyakit Menular Seksual) melayani pelanggannya tanpa kondom, maka penularan penyakit akan terjadi. Dalam kondisi yang berbeda penularan penyakit kembali terjadi apabila pelanggan tersebut melakukan hubungan intim dengan istrinya di rumah. Akibatnya, penularan penyakit seksual akan terus meminta korban saat berhubungan seksual atau adanya hubungan yang menyebabkan terjadinya pertukaran cairan tubuh dengan penderita.

Penyakit menular seksual akan semakin merebak apabila kesadaran dari pelaku seks komersial yang rendah atas penggunaan kondom. Untuk memerangi PMS dalam industri prostitusi penggunaan kondom sebagai alat pengaman seksual menjadi hal yang mutlak. Pasalnya, kondom merupakan alat pengaman seksual yang berbahan lateks tidak berpori dapat mencegah terjadinya pertukaran cairan ketika berhubungan seksual. Selain sebagai alat pengaman, penggunaan kondom juga bisa memberikan kenikmatan lebih saat berhubungan intim, dengan pelicin, serta aroma dan bentuk yang beragam. Untuk itu, sosialisasi dalam penggunaan kondom dalam industri seks komersial harus terus dan gencar dilakukan agar penyebaran PMS yang lebih meluas dapat dicegah.

Sosialisasi Penggunaan Kondom

Pada dasarnya penularan penyakit seksual merupakan sisi negatif dari berkembangnya seks komersial. Hal itu disebabkan oleh minimnya penggunaan kondom saat berhubungan seksual antara penjaja seks dengan pelanggannya. Berdasarkan data yang dihimpun dari komisi penanggulangan AIDS Nasional 2002, mencatat jumlah rawan tertular HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan 13-20 Juta orang, dengan 90.000-130.000 orang positif terinfeksi HIV/AIDS. Selain itu, dengan sumber yang sama dari survei perilaku di beberapa kota di Indonesia menunjukkan lebih dari separuh lelaki dengan mobilitas tinggi membeli jasa seks setahun terakhir. Kondisi ini menggambarkan betapa mengerikan penyebaran penyakit menular seksual, terutama HIV/AIDS dalam industri seks komersial.

Untuk mengatasi penyebaran PMS dalam industri seks komersil diperlukan sosialisasi untuk menyadarkan pelaku seks komersil dalam penggunaan kondom saat berhubungan seksual. Hal itu tidaknya bertujuan sebagai pelindung diri, yang juga dapat mengurangi laju penularan penyakit seksual. Dalam melakukan sosialisasi penggunaan kondom pada industri seks komersil diperlukan strategi yang tepat agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Tabel dibawah ini menggambarkan pola sosialisasi penggunaan kondom dalam seks komersil dengan tujuan akhir penggunaan 100% kondom pada lokalisasi prostitusi / seks komersial.

Target dan Sasaran

Riset dan Pengolahan Data

Penentuan Strategi

Menggali Dukungan

Media Massa

Masyarakat

Pemerintah

Penggunaan Kondom 100% Pada Lokalisasai Prostitusi

Sumber: Penulis

Penentuan strategi dalam sosialisasi penggunaan kondom merupakan langkah awal yang perlu dilakukan. Dimana penentuan strategi terbagi menjadi dua hal, yaitu penentuan target dan sasaran, dan melakukan riset dan pengolahan data. Keduanya menjadi dasar dari pengembangan sosialisasi pengunaan kondom pada lokalisasi prostitusi. Selanjutnya, agar program ini dapat berjalan sesuai dengan target maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak, seperti media, pemerintah, dan masyarakat. Peran media dalam upaya sosialisasi ini ialah memberitakan hal-hal yang terkait dengan manfaat dan kelebihan menggunakan kondom saat berhubungan intim.

Sedangkan, pemerintah dan masyarakat ikut berperan dalam menyadarkan pelaku seks komersial akan pentingnya penggunaan kondom saat berhubungan intim dengan pelanggannya. Peran pemerintah lainnya yang dirasa perlu, yaitu menyediakan kondom gratis, pemeriksaan kesehatan rutin kepada penjaja seks, dan melakukan pemetaan atas perkembangan industri seks komersial agar penyebaran PMS dapat dikontrol. Melalui program ini diharapkan penggunaan 100% kondom dalam industri seks komersial dapat tercapai dengan baik dan tepat sasaran.

Upaya pencegahan atas penyebaran PMS dalam seks komersial melalui sosialisasi penggunaan kondom dirasa sebagai tindakan yang tepat. Pasalnya, perkembangan industri seks komersil telah mampu memberikan penghidupan bagi mereka yang terjun di dalamnya. Sangat tidak bijak apabila penanganan atas masalah tersebut dilakukan dengan memberantas peredaran industri seks komersial. Untuk itu, penggiatan atas sosialisasi penggunaan kondom dalam seks komersil harus terus dilakukan guna mencegah laju penyebaran penyakit seksual.


Felix Wisnu Handoyo

Mahasiswa Ilmu Ekonomi

FEB, UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar