Rabu, 29 Juli 2009

Indonesia Kembali Terguncang

Wajah Indonesia harus kembali tercoreng, setelah dua bom meledak di dua hotel yang berbeda di Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Menjelang kunjungan MU ke Jakarta, dua bom bunuh diri meluluhlantahkan dua hotel, J.W Marriott dan Ritz Carlton. Sedikitnya 9 orang tewas dalam tragedi berdarah tersebut. Menyusul kejadian itupun pihak MU membatalkan kunjungannya ke Jakarta dan sedikitnya panitia penyelenggara merugi hingga 30 milliar rupiah.

Selain itu, kekecewaan mendalam pun dirasakan oleh pecinta MU di tanah air. Pasalnya, banyak dari mereka telah menantikan kedatangan tim kesayangannya ke Jakarta. Dengan segala pernak-pernik dan perlengkapan yang telah dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Meskipun demikian, para penggemar setan merah pun menyadari bahwa kegagalan MU ke Jakarta bukan karena ke kesalahan panitia, tetapi merupakan sebuah faktor kecelakaan yang dapat dimaklumi.
Terorisme masih menjadi ancaman serius bagi bangsa ini, kendati dalam beberapa tahun terakhir kejadian peledakan tidak terjadi. Pemerintah harus terus bekerja keras dalam memberantas pergerakan teroris di tanah air. Pasalnya, hal ini tidak hanya menyangkut nama baik bangsa, tetapi juga mempengaruhi perekonomian nasional secara keseluruhan.

Gangguan keamanan yang terjadi memang sangat sensitive dengan laju perekonomian suatu bangsa. Bisa kita bayangkan kerugian financial yang harus ditanggung panitia penyelenggara akibat terjadi pembatalan MU ke Jakarta. Dalam konteks yang lebih luas gangguan keamanan bisa membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Jelas hal ini akan membuat perekonomian Indonesia terganggu akibat investasi yang tersendat.

Adanya korelasi yang erat antara keamanan dan perekonomian mengharuskan pemerintah melakukan tindakan yang lebih represif dalam mengatasi masalah keamanan ditanah air, termasuk terorisme. Pasalnya, jika terlambat akan berdampak sistemik yang tidak hanya akan mempengaruhi perekonomian melainkan sektor-sektor lainnya. Yang memungkinkan Indonesia terpuruk lebih dalam.

Sebagai bangsa yang besar dan berdaulat, Indonesia seharusnya tidak kompromi dengan aksi-aksi yang memecah persatuan bangsa, termasuk aksi teorisme. Dengan kembali terjadinya aksi bom bunuh diri seharusnya bisa menjadi pelajaran pemerintah Indonesia dalam memerangi para teroris. Bahwa peningkatan standar keamanan harus terus dilakukan dan penyelidikan mengenai pergerakan teroris harus terus dipantau dan diberantas.

Bom bunuh diri yang terjadi pada Jumat (17/7) akan menjadi catatan kelam yang tidak akan terhapuskan dalam sejarah ibukota. Yang akan terus terkenang terutama bagi mereka yang menjadi korban. Trauma kian membayangi wajah korban yang selamat dalam aksi yang mengerikan tersebut. Untuk itu, dukungan dari segenap pihak dalam memberantas para teroris harus terus dilakukan.

Memberantas teroris ditanah air memang bukan pekerjaan yang ringan. Pasalnya, dengan wilayah yang begitu luas Indonesia belum mampu memantau setiap gerak-gerik warganya yang mencurigakan. Selain itu, masih banyak area kosong di tanah air yang memungkinkan dijadikan tempat bersembunyi para teroris. Dengan keterbatasan yang ada maka dukungan dari segenap masyarakat Indonesia sangat diperlukan dalam mengungkap aksi terror yang selama ini menghantui negeri ini.

Virus H1N1 Kian Merebak dan Mengancam


Pada beberapa minggu belakangan ini, dunia dikejutkan dengan kemunculan virus A-H1N1. Dimana berbagai sumber menyatakan bahwa virus jenis ini merupakan jenis baru yang lebih mengerikan, jika dibandingkan virus H5N1 (virus flu burung). Di Indonesia saja kasus positif flu A-H1N1 terus terjadi lonjakan dengan di temukan 60 kasus baru dalam kurun waktu tiga hari.

Berdasarkan data yang diperoleh dari depkes telah tercatat sebanyak 112 pasien suspect virus A-H1N1. Di Thailand, virus ini telah menjangkit sebanyak 4057 jiwa, dengan korban jiwa mencapai 24 orang. Sedangkan, badan kesehatan dunia (WHO) Senin (13/7) mencatat sebanyak 94.512 kasus positif flu A-H1N1. Merebaknya kasus influenza yang disebabkan virus A-H1N1 seakan menjadi cobaan bagi dunia di tengah krisis global yang belum sirna dari ingatan kita.

Di tengah merebaknya kasus influenza A-H1N1, berbagai negara di dunia telah mempersiapkan diri untuk mengatasinya. Di mana Thailand telah mempersiapkan dana tambahan untuk kesehatan sebesar 25 juta dollar AS. Hal serupa juga dilakukan negeri Paman Sam guna mencegah meluasnya penyebaran virus tersebut. Sedangkan, untuk vaksin WHO melalui Direktur penelitian vaksin Marie-Paul Kieny menegaskan akan tersedia pada bulan September mendatang.

Mencuatnya penyebaran virus A-H1N1 yang begitu cepat telah membuat dunia gempar termasuk Indonesia. Dengan iklim tropis, seharusnya virus ini tidak dapat masuk ke Indonesia. Namun, pada kenyataannya sejumlah orang telah terjangkit dan beberapa diantaranya dinyatakan positif terinfeksi virus A-H1N1. Untuk itu, langkah preventif harus segera dilakukan depkes dan segenap masyarakat agar penyebaran virus ini tidak meluas di tanah air.

Langkah pencegahan penularan virus ini memang tidak bisa dilakukan secara penuh. Pasalnya, belum ditemukan vaksinnya hingga saat ini. Meski demikian, upaya preventif harus terus dilakukan oleh segenap masyarakat dan departemen kesehatan. Berbagai upaya sosialisasi pencegahan memang telah dilakukan tetapi langkah itu saja belum cukup. Pasalnya, cara ini masih bersifat ajuran dan kesadaran masyarakat Indonesia dalam menjaga kesehatan masih rendah.

Dalam tataran yang lebih luas, seharusnya pemerintah melakukan tindakan-tindakan yang lebih radikal terkait pencegahan meluasnya virus A-H1N1. Pasalnya, jika terlambat akan banyak lagi kasus swine influenza di Nusantara. Mencegah penyebaran virus ini memang bukan perkara mudah. Beberapa langkah sporadis yang bisa dilakukan guna mencegah penularan virus ini. Pertama, meningkatkan anggaran kesehatan secara signifikan. Cara ini sudah dilakukan oleh beberapa negara di dunia guna pencegahan dan penanganan yang lebih baik bagi mereka yang positif terjangkit A-H1N1.

Kedua, memperketat bagi siapapun yang akan masuk Indonesia, baik melalui bandara maupun pelabuhan. Upaya semacam ini dilakukan agar mereka yang suspect A-H1N1 bisa langsung mendapat penanganan. Ketiga, meningkatkan jumlah rumah sakit rujukan dalam penanganan penyebaran swine influenza. Pada dasarnya penularan virus ini sudah dari manusia ke manusia, yang artinya penanganan harus dilakukan secara maksimal. Dengan mengedepankan pelayanan yang terbaik bagi pasien agar dapat kembali sembuh.

Keempat, meningkatkan jumlah ruang isolasi bagi mereka yang suspect A-H1N1. Di Indonesia hanya beberapa rumah sakit saja yang memiliki ruang isolasi, itupun jumlah masih sangat terbatas. Untuk menghadapi pandemi swine influenza ruang isolasi diwajibkan agar tidak terjadi penularan dan pasien mendapat perawatan intensif.

Penanganan yang serius memang perlu dilakukan pemerintah Indonesia. Pasalnya, penyebaran virus yang begitu cepat menandakan Indonesia belum siap menghadapi pandemi swine influenza. Kendati kasus yang merebak belum terlalu besar sikap preventif yang radikal tetap perlu dilakukan. Untuk itu, perhatian dari segenap pihak terutama pemerintah harus lebih intens agar penyebaran swine influenza tekan semaksimal mungkin.

Rabu, 15 Juli 2009

Membangun Sikap Kritis Pascapemungutan Suara

Dimuat Seputar Indonesia
Tuesday, 14 July 2009


PENYELENGGARAAN pemilihan presiden yang telah berlangsung beberapa hari yang lalu terbilang sukses kendati masih diwarnai berbagai masalah,baik mengenai daftar pemilih tetap (DPT) maupun pembakaran kantor KPU di Papua.

Kondisi tersebut diharapkan tidak mengurangi keabsahan hasil pemungutan suara yang telah berlangsung. Pada 8 Juli 2009 lalu, hampir serentak di seluruh penjuru negeri, warga Indonesia melakukan pencontrengan. Hanya di beberapa daerah saja yang telat melakukan pencontrengan akibat terkendala distribusi logistik.

Namun,secara keseluruhan iklim demokrasi berhasil diciptakan dengan terciptanya situasi yang kondusif.Terlepas dari perdebatan mengenai rasionalitas masyarakat, pilpres telah terbukti berjalan dengan lancar tanpa pertumpahan darah. Saat-saat pasca pemungutan suara memang merupakan situasi yang rentan akan terjadinya bentrokan, baik antarkader maupun antarsimpatisan dari pasangan capres dan cawapres.

Maka, dibutuhkan sikap bijak dari segenap komponen masyarakat agar tidak terpancing dengan isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,yaitu dengan ikut menjaga dan mengawasi perhitungan suara manual yang dilakukan KPU kendati berbagai lembaga survei telah mengumumkan hasil perhitungan cepatnya yang menghantarkan pasangan SBY-Boediono menjadi pemenang dalam pilpres kali ini.

Kemenangan yang diperoleh pasangan SBY-Boediono masih bersifat sementara. Pasalnya,KPU sebagai penyelenggara resmi pemilu belum mengumumkan hasil pemungutan suara yang dilakukan beberapa waktu lalu. Masih membutuhkan perhatian dari segenap pihak agar penghitungan manual yang dilakukan KPU berjalan dengan lancar.

Harapannya agar tidak terjadi kecurangan, terutama dalam penggelembungan suara bagi pasangan capres dan cawapres tertentu. Pengawasan itu hanya dapat dicapai dengan membangun sikap kritis dalam menjaga keabsahan hasil pemungutan suara yang telah berlangsung.

Membangun sikap kritis pascapemungutan suara dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, ikut terlibat dalam pengawasan penghitungan suara di wilayah tempat tinggal pemilih.Pasalnya,kecurangan sering terjadi saat pemungutan suara dan penghitungan di TPS. Untuk yang satu ini tampaknya masyarakat sudah cukup memiliki kesadaran yang dapat kita lihat pada hari pencontrengan kemarin.

Kedua, adanya sikap sportif dari kader dan simpatisan dalam menanggapi hasil pilpres. Maksudnya, agar tidak terjadi kericuhan saat dan pascapenghitungan suara. Ketiga, perlu adanya sikap kebersamaan dari kader dan simpatisan masing-masing dalam mengawal penghitungan suara hingga ke pusat tabulasi suara.

Langkah ini bertujuan untuk memastikan keabsahan dari penghitungan suara yang telah dilakukan di tiap tingkat di daerah. Sikap kritis dalam menjaga hasil pilpres perlu dilakukan agar penyimpangan atau kecurangan yang dapat merugikan pasangan capres dan cawapres dalam menuai suara dapat diminimalkan.

Selain itu, sikap semacam ini juga ikut memberikan pendidikan politik bagi masyarakat dalam menciptakan demokrasi yang jujur,bersih,damai,dan adil. Hal itu akan membawa Indonesia selangkah lebih maju dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang dicita-citakan.(*)

Jumat, 03 Juli 2009

Harus Realistis, Menyentuh Permasalahan

Diterbitkan Seputar Indonesia
Kamis, 03 Juli 2009


HANYA beberapa hari lagi Indonesia akan memilih pemimpin baru untuk masa bakti 2009–2014.Artinya, nasib bangsa ini akan ditentukan dengan munculnya sosok pemimpin baru yang menang dalam pemilu 8 Juli mendatang.

Untuk itu,masyarakat dituntut untuk menjadi pemilih yang bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan hak pilihnya. Masa depan bangsa akan bertumpu pada para pemilih,yakni segenap rakyat Indonesia.Pemilih yang bijak dan bertanggung jawab merupakan pemilih yang mengetahui visi misi,tujuan,program kerja,dan cita-cita yang diperjuangkan calon presiden untuk Indonesia di masa baktinya.

Pemilih harus mengetahui secara detail mengenai pasangan calon yang ada, yang menuntut kepedulian pemilih dalam memperhatikan setiap kampanye dan debat yang melibatkan ketiga pasangan capres-cawapres. Kepedulian pemilih dalam memperhatikan program kerja caprescawapres akan menjadi pertimbangan yang cukup berat.

Pasalnya, para pemilih harus mampu menilai setiap program yang ditawarkan ketiga pasangan tersebut.Ada beberapa hal yang bisa menjadi masukan dalam menilai program kerja. Pertama, program kerja yang ditawarkan harus realistis. Maksudnya, janji-janji yang dipaparkan capres-cawapres harus yang dapat direalisasi.

Berdasarkan pengalaman yang lalu, janji politik hanya pemanis saat kampanye sehingga janji tinggal janji tanpa adanya manfaat bagi rakyat Indonesia. Kedua, harus mampu menyentuh permasalahan fundamental bangsa dengan memberikan solusi yang jitu. Solusi dapat diberikan apabila capres-cawapres mengerti betul terhadap masalah yang dihadapi.

Hal ini penting karena akan menentukan keefektifan kebijakan yang akan dikeluarkan nantinya. Ketiga, harus mampu memberikan perubahan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.Perubahan yang perlu diusung bangsa ini setidaknya untuk lima tahun mendatang.Pasalnya,kondisi perekonomian,kesejahteraan, kemiskinan,dan pembangunan Indonesia saat ini belum mampu menunjukkan kemajuan yang signifikan.

Indonesia masih mencari bentuk baru dalam masa transisi saat ini.Maka,untuk lima tahun mendatang pemimpin yang baru harus mampu membawa perubahan bagi kemajuan bangsa. Membedah program kerja pasangan calon presiden dan calon wakil presiden merupakan cara yang ampuh dalam menentukan pilihan.

Melalui proses ini diharapkan pemilih dapat benar-benar memilih pemimpin yang tepat, setidaknya untuk lima tahun mendatang. Sebab membangun Indonesia yang maju dan berjaya memang tidak bisa dilakukan oleh segelintir orang saja. Namun, dibutuhkan dukungan dari segenap komponen bangsa,mulai dari menjadi pemilih yang bijak dan bertanggung jawab. Maka, sudah waktunya Indonesia bangkit untuk menatap masa depan yang lebih cerah.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan
Bisnis, UGM, Yogyakarta