Selasa, 22 Desember 2009

Tarif Telekomunikasi Murah, Kualitas Hidup Masyarakat Meningkat, Benarkah??

Perkembangan industri telekomunikasi terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Berbagai faktor penting mewarnai kejayaan industri telekomunikasi yang terus mengalami pertumbuhan, baik jumlah pelanggan maupun profit perusahaan. Tidak mengherankan apabila perang tarif pun bertaburan, seakan perebutan pelanggan baru tidak pernah ada habisnya. Tren semacam ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring meningkatnya kebutuhan jasa telekomunikasi di Indonesia.


Sebagai negara yang berpenduduk mencapai 250 juta jiwa, Indonesia masih menjadi pasar bagi sejumlah pelaku bisnis. Potensi yang besar inilah merupakan kesempatan bagi operator telekomunikasi untuk melebarkan sayapnya. Di Indonesia sendiri terdapat tiga operator besar yang memiliki pangsa pasar lebih dari lima persen, yaitu Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo yang saat ini berganti nama menjadi Xl Axiata. Maka, tidak jarang antar operator telekomunikasi berlomba-lomba membangun tower untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.


Munculnya pemain baru dalam industri telekomunikasi di Indonesia, seperti 3, Axis, dan Bakrie Telecom, semakin meramaikan peta persaingan. Artinya, konsumen akan diuntungkan dengan adanya penurunan tarif telekomunikasi yang semakin terjangkau oleh masyarakat. Murahnya biaya telekomunikasi menstimulus masyarakat untuk melakukan konsumsi lebih dalam sektor ini. Peningkatan daya saing dalam Industri telekomunikasi merupakan upaya pemerintah sebagai regulator dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat Indonesia. Yang telah diatur dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.


Kemajuan industri telekomunikasi di Indonesia, memang tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai regulator. Di mana dengan UU No.36 Tahun 1999, mensyaratkan penyelenggaraan pelayanan telekomunikasi harus bersifat kompetisi. Sejak saat itu aroma persaingan antar operator dimulai dari penurunan tarif hingga peningkatan kualitas pelayanan telekomunikasi. Keberhasilan pemerintah sebagai regulator mampu mendorong pemain baru untuk masuk dan bersaing dengan operator lainnya. Akhirnya, peningkatan pelayanan terus terjadi dengan tarif telekomunikasi yang relatif lebih murah.


Perang tarif dalam Industri telekomunikasi seakan menunjukkan persaingan yang ketat dalam mempertahankan pelanggan lama dan untuk menarik pelanggan baru. Tren persaingan tarif telekomunikasi membawa dampak yang cukup signifikan terhadap perilaku konsumen. Dimana setiap konsumen (masyarakat) menggunakan lebih dari satu nomor handphone. Artinya, konsumen pun mulai membaca peta persaingan operator telekomunikasi dengan melakukan diversifikasi penggunaan layanan telekomunikasi. Utilitas maksimum menjadi tujuan konsumen dalam mengubah perilakunya. Disisi lain, maraknya penggunaan nomor handphone merupakan berkat bagi operator telekomunikasi. Pasalnya, dengan pola tersebut maka akan menciptakan multiplier dalam penggunaan layanan telekomunikasi. Maksudnya, jumlah permintaan akan layanan jasa telekomunikasi bisa melebihi jumlah penduduk yang ada saat ini.


Munculnya simbiosis mutualisme antara pelanggan dengan operator terkadang membawa pengaruh yang bagi kondisi sosial. Maraknya penggunaan telepon genggam dalam kehidupan sehari-hari mulai menggeser perilaku utama masyarakat. Dimana kebutuhan komunikasi seakan menjadi kebutuhan yang primer diatas kebutuhan pokok sehari-hari. Dampak tersebut merupakan signal negatif kehidupan sosial, meskipun secara ekonomi sangat menguntungkan. Untuk itu masalah sosial perlu mendapat perhatian khusus, jangan sampai muncul anggapan negatif terhadap kemajuan layanan telekomunikasi di Indonesia.


Kendati membawa pengaruh yang positif, menjamurnya layanan telekomunikasi ikut menyumbang pengaruh negatif. Selain pemaparan di atas, dampak negatif yang bisa muncul ialah secara tidak langsung masyarakat didik untuk berperilaku konsumtif dan memaksa untuk berperilaku boros. Hal itu tampak dari paket layanan murah yang ditawarkan operator melalui pembatasan waktu. Konsep jelas ini mendidik masyarakat berilaku konsumtif dan boros. Pasalnya, kebanyakan dari konsumen hanya berupaya menghabiskan gratisan yang diperoleh dari operator, kendati kebutuhan akan telekomunikasinya telah terpenuhi. Maka, maraknya persaingan dalam industri telekomunkasi tidak lantas berdampak postif tetapi juga mengandung unsur negatif di dalamnya.


Tren Industri Telekomunikasi di Indonesia

Kebutuhan akan telekomunikasi seakan menjadi bagian hidup yang tidak dapat terpisahkan bagi masyarakat Indonesia. Peningkatan permintaan akan telekomunikasi terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Hal itu pun tampak dari lama waktu bicara dan penggunaan telepon genggam, yang sudah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia. Tren ini terus berkembang pesat di Indonesia. Kondisi itu ditanggapi oleh berbagai operator seluler dalam meningkatkan kualitas pelayanannya.


Kemajuan yang diraih industri telekomunikasi di Indonesia ditidak terlepas dari liberalisasi telekomunikasi yang dimulai dari penerbitan Undang-undang Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999. Melalui penerbitan undang-undang tersebut, Indonesia membuka lebar-lebar Industri telekomunikasi sehingga mendorong masuknya operator baru. Akhirnya, menciptakan persaingan tarif telekomunikasi yang semakin murah dan efisien.


Upaya menciptakan kompetisi dalam industri telekomunikasi merupakan salah satu tujuan dari Dirjen Pos dan Telekomunikasi (2007-2013), yaitu menciptakan sustainabilitas akses dan layanan telekomunikasi. Hal itu tampak dari angka perputaran pelanggan telepon seluler di Indonesia diperkirakan mencapai 8,6 persen dalam sebulan. Jika dibandingkan dengan angka perputaran pelanggan di India mencapai 4 persen per bulan, Malaysia 3,7 persen per bulan, Philipina 3,1 persen per bulan, Thailand 2,9 persen per bulan, Cina 2,7 persen per bulan, dan Bangladesh 2,1 persen per bulan (Tempo, 2007). Artinya, kompetisi operator telekomunikasi dalam menerapkan harga semakin memberikan manfaat bagi masyarakat, melalui penyelenggaraan telekomunikasi yang murah.


Seiring dengan kompetisi dalam industri telekomunikasi yang semakin ketat, menciptakan tren pergeseran penggunaan sarana komunikasi. Saat ini, pergeseran pemanfaatan sarana telekomunikasi memasuki babak informasi. Di mana penggunaan sarana telekomunikasi memasuki era cyberspace. Pengunaan layanan telekomunikasi semakin memberikan pengetahuan melalui kemajuan pelayanan broadband, yang semakin marak. Selain itu, dukungan dari kemajuan smart phone semakin memberikan angin segar bagi kemajuan industri telekomunikasi.


Dalam mengembangkan sayapnya operator telekomunikasi kian mampu menangkap peluang usaha yang semakin lebar. Dimulai dari pengembangan kualitas hingga coverage area pelayanan, dengan berbagai strategi bisnis yang diterapkan. Hal itu diperkuat oleh penelitian bank dunia yang dilakukan di 120 negara, menyatakan bahwa ada hubungan kuat antara penggunaan seluler, broadband, dan GDP. Di mana dalam penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa kenaikan 10% dalam broadband akan meningkatkan GDP sebesar 1,38% dalam negara berkembang. Sedangkan, kenaikan 10% penggunaan seluler di negara berkembang ikut menyumbang peningkatan GDP sebesar 0,81%. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan penetrasi yang dilakukan operator telekomunikasi, masih memberikan peluang bisnis. Pasalnya, dukungan terhadap kemajuan industri telekomunikasi akan terus dilakukan oleh pemerintah, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia.


Iklim kompetisi yang semakin ketat antar operator telekomunikasi, mendorong bermunculan strategi baru dalam pemasaran. Di mana tren yang terjadi meliputi tiga faktor, yaitu 1) kualitas layanan, 2) harga yang murah, dan 3) jangkauan yang luas. Ketiga hal ini yang akan terus dilakukan guna menjaring pelanggan baru. Pasalnya, kebutuhan masyarakat akan komunikasi kian meningkat dari hari kehari. Maka, peningkatan atas kualitas layanan, harga murah, dan jangkauan luas, menjadi aspek yang wajib dikembangkan oleh operator telekomunikasi.


Peningkatan kualitas layanan merupakan strategi utama bagi operator telekomunikasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Meningkatnya kebutuhan akan akses internet melalui seluler menuntut peningkatan layanan, seperti 3G atau 3,5G. Selain itu, kebutuhan akan telekomunikasi terus meningkat, sehingga menuntut kualitas jaringan yang baik. Kemampuan menangkap signal positif dari pelanggan akan mendorong operator telekomunikasi untuk meningkatkan kualitas layanannya.


Di samping kualitas layanan yang baik, penyelenggaraan telekomunikasi harus didukung dengan harga layanan yang murah dan terjangkau masyarakat. Sebuah tantangan besar bagi operator telekomunikasi dalam menarik pelanggannya. Kompetisi yang ketat memaksa untuk memberikan pelayanan berkualitas dengan harga murah. Hal ini merupakan wajah baru dari tren industri telekomunikasi di Indonesia. Situasi tersebut menciptakan sebuah tren perang tarif antar operator telekomunikasi. Namun, sangat disayangkan ditengah persaingan harga, munculnya syarat dan ketentuan yang berlaku menjadi ganjalan bagi konsumen dalam mengakses layanan telekomunikasi. Pasalnya, layanan telekomunikasi dengan harga murah hanya diberikan pada jam tertentu.


Jangkauan luas merupakan langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh operator telekomunikasi dalam melebarkan sayapnya. Penambahan luas jaringan menjadi poin penting bagi operator untuk menarik pelanggan baru. Melalui strategi ini perluasan pelanggan tidak hanya terjadi pada mereka yang telah mengenal telekomunikasi, melainkan bisa memikat pelanggan yang baru mengenal telekomunikasi. Strategi perluasan jaringan ke daerah-daerah juga memiliki sumbangsi terhadap pemerataan kesempatan dalam teknologi. Hal ini diharapkan juga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya mereka yang berada di pedesaan.


Tren muncul dalam industri telekomunikasi membawa angin segar bagi perkembangan akses informasi. Selain, memberikan profit yang besar bagi operator telekomunikasi. Dengan mengenal tren dalam industri telekomunikasi, kita dapat mengetahui seberapa besar peran telekomunikasi dalam kehidupan manusia. Kemudian akankah berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat? Pemaparan selanjutnya akan diberikan dalam pembahasan selanjutnya.


Kualitas Hidup Meningkat?

Dengan munculnya persaingan dalam industri telekomunikasi, maka secara jelas mampu menurunkan tingkat harga komunikasi. Namun, apakah penurunan tarif telekomunikasi mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat? Untuk menjelaskan fenomena tersebut, perlu diindentifikasi terlebih dahulu terkait kualitas hidup manusia.


Kualitas hidup manusia seiring perjlanan waktu terus mengalami perkembangan. Sebelum abad ke-18, akses pendidikan menjadi prioritas utama dalam peningkatan kualitas hidup. Kemudian, setelah abad ke-18 menunjukkan perkembangan, di mana kualitas hidup manusia juga ditentukan oleh akses telekomunikasi. Hal dipertegas oleh Alvin Toffler yang menjastifikasi abad modern dan pintar adalah abad yang dikuasai oleh telekomunikasi. Di mana penguasaan atas teknologi menjadi indikator utama peningkatan kualitas hidup. Kendati faktor lainnya juga ikut berpengaruh, dengan proporsi tertentu.


Melek informasi di Indonesia masih memprihatinkan, faktor keterbatasan untuk mengakses informasi menjadi salah satu penyebabnya. Pasalnya, kebutuhan untuk mengakses informasi diperlukan teknologi yang menunjang, seperti komputer, jaringan telekomunikasi, dan tarif yang terjangkau. Mahalnya pengadaan teknologi pendukung menjadi alasan pemerataan infomasi melalui telekomunikasi menemui jalan buntu. Akibatnya, jika dilihat laporan Bank Dunia tahun 2007 perbandingan akses dan pemakaian teknelogi telekomunikasi terdapat perbandingan yang sangat mencolok antara Indonesia dan Malaysia. Pemakaian internet, misalnya dari per 1000 orang di Indonesia hanya memakai 72 orang, sedangkan di Malaysia sudah mencapai 434 orang. Begitu pula dengan pemakaian telepon, dari per 1000 orang di Indonesia baru yang memakai telepon hanya 270 orang, sedangkan di Malaysia 943 orang. Sungguh mencengangkan bahwa Indonesia belum mampu memberikan akses informasi kepada masyarakatnya.


Berdasarkan pemaparan di atas bahwa peran telekomunikasi dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat sangat besar. Pasalnya, telekomunikasi mampu memberikan akses informasi dan komunikasi yang luas tanpa mengenal dimensi waktu. Selain itu, berbagai pengetahuan dan informasi dapat diperoleh guna menunjang produkstivitas masyarakat. Dengan demikian, kemampuan akses masyarakat terhadap telekomunikasi berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.


Kemampuan masyarakat dalam mengakses telekomunikasi sangat diperngaruhi oleh tarif telekomunikasi yang diterapkan. Maka, adanya peningkatan kompetisi dalam industri telekomunikasi jelas memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas. Di mana setiap masyarakat dengan mudah mengakses pelayanan telekomunikasi, baik untuk internet maupun telepon. Selain itu, kompetisi yang ada akan menciptakan peningkatan kualitas, penambahan luas jangkauan, dan tarif telekomunikasi yang murah. Melalui mekanisme ini pemerataan atas penggunaan sarana telekomunikasi dapat tercapai.


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penurunan tarif telekomunikasi mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Di mana akses informasi dan komunikasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah. Namun, yang perlu diperhatikan ialah mekanisme penentuan tarif telekomunikasi yang terapkan operator, kurang mampu mendidik masyarakat secara sosial. Di mana akses pelayanan telekomunikasi yang murah, banyak syarat dan ketentuan yang menyertainya. Melalui program-program pemasaran yang memberikan berbagai pilihan paket yang dapat dipilih sesuai selera pelanggan. Dengan proses ini jelas operator mengajarkan konsumen untuk berlaku boros. Artinya, penggunaan telekomunikasi yang murah dibatasi dengan jam, sehingga dengan atau tanpa keperluannya masyarakat wajib menggunakan sarana tersebut sebelum melewati batas waktu dan ketentuan yang berlaku.


Sungguh ironi memang bahwa akses telekomunikasi di Indonesia, belum mampu mendidik masyarakat secara sosial. Kendati cara ini mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia melalui penguasaan teknologi dan informasi. Perlu disadari penurunan tarif telekomunikasi tidak dapat dikatakan memberikan manfaat bagi masyarakat secara penuh. Pasalnya, ada dampak negative yang ditimbulkannya. Untuk itu, pemanfaatan atas fasilitas telekomunikasi harus disikapi secara bijak, sebab ketidakmampuan dalam mengendalikan penggunaan sarana ini dapat berdampak negatif bagi kehidupan sosial masyarakat.


Felix Wisnu Handoyo

Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM

Jumat, 04 Desember 2009

Harus Diusut Tuntas Perkara Bailout Century

Dimuat Harian Seputar Indonesia
Jumat, 4 Desember 2009

BANK Century yang merupakan bank kecil mendadak terkenal karena skandal yang dibuatnya.Sejak awal merger yang dilakukannya, bank ini sudah banyak melakukan pelanggaran.

Namun,puncaknya ketika Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik pada November 2008. Berbagai spekulasi mencuat ke permukaan,mulai dari isu efek sistemik hingga politik mewarnai penyelamatan Bank Century. Pada dasarnya, kasus Bank Century bermula saat Bank Indonesia menilai bahwa Bank Century merupakan bank gagal berdampak sistemik.Hal itu dilandasi kondisi perekonomian global dan Indonesia yang memburuk akibat hantaman badai krisis. Namun, permasalahan yang harus diselesaikan terkait Bank Century ialah mengenai pengucuran dana segar yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).Pengucuran dana sebesar Rp6,7 triliun yang menuai kontroversi.

Maka, pengusutan atas kasus ini harus mampu memberikan penjelasan kepada publik. KPK sebagai lembaga yang diserahi tanggung jawab harus mampu memenuhi keinginan publik yang haus akan kebenaran dan keadilan. Selain itu, hak angket DPR harus terus bergulir untuk ikut menyelidiki aliran dana bailout Bank Century. Jangan sampai penggelembungan dana bailout yang semula Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun dinikmati oleh pejabat dan pengusaha besar saja.

Dukungan atas pengusutan dana talangan Bank Century terus mengalir dari masyarakat.Pasalnya,dana yang dikeluarkan untuk membantu Bank Century merupakan uang rakyat. Maka, KPK dan DPR harus mampu menjawab tantangan ini. Selain itu, dukungan informasi dari PPATK akan menjadi kunci dan titik terang penyelidikan, yang akan melenggangkan pengusutan kasus bailout Century oleh KPK dan DPR. Harapannya, kasus ini segera tuntas sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Dalam pengusutan kasus bailout Bank Century yang harus ditangani ialah masalah pengucuran dana sebesar Rp6,7 triliun.Bukan,masalah terkait kebijakan menyelamatkan bank gagal tersebut.Pasalnya, berdasarkan informasi makro, pasar keuangan, dan pasar modal memang kondisi perekonomian Indonesia ketika itu sedang terguncang. Maka, kebijakan bailout dirasa sebagai kebijakan yang tepat karena mampu meredam kepanikan pelaku ekonomi,terutama bagi nasabah Bank Century. Hal yang perlu diingat bahwa kasus Bank Century bukan terkait pengambilan kebijakan, melainkan masalah yang menyangkut pengucuran dana talangan itu.

Untuk itu, penyelesaian atas kasus ini harus memberikan titik terang terkait pihak yang menerima dana talangan dan penggunaan atas dana tersebut. Dengan cara itu, masalah terkait bailout Bank Century dapat segera diselesaikan sampai tuntas.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM Yogyakarta