Rabu, 13 Mei 2009

Sarana Komunikasi, Aktualisasi, dan Informasi

Kemajuan yang kian pesat teknologi membawa angin perubahan bagi gaya hidup masyarakat, terutama kaum muda. Kaum muda yang diwakili mahasiswa merupakan salah satu kelompok yang terus mengikuti perkembangan dan kemajuan tekonologi. Mulai dari browsing internet, chatting, facebook, hingga penggunaan blog di dunia maya.

Semuanya itu menyajikan informasi, komunikasi, dan komunitas dalam dunia maya, yang mampu menyihir penggunanya hingga kecanduan. Sarana semacam ini bisa memberikan pengaruh yang bermacam-macam bagi penggunanya, dari yang positif hingga yang negative. Namun, jika berbicara mengenai blog yang merupakan salah satu sarana komunikasi, aktulisasi diri, dan publikasi akankah memberi manfaat lebih besar bagi penggunanya?

Blog merupakan salah satu sarana di dunia maya yang paling digemari oleh mahasiswa. Pasalnya, blog mampu memberikan sajian menarik bagi mahasiswa untuk berakrualisasi, berkomunikasi, dan mendapatkan informasi dari sesama blogger. Fungsi yang sangat besar membuat sarana ini digandrungi oleh kaum muda, khususnya mahasiswa. Selain itu, blog terkadang dijadikan sebagai pengghasilan tambahan bagi mahasiswa melalui penayangan iklan dan hal lainnya.

Mengingat manfaatnya begitu besar, perlu adanya hubungan atau jejaring antar blogger, yang mana dapat bertukar informasi, berkomunikasi, dan untuk mendapatkan banyak rekanan. Jaringan semacam ini harus terus dibangun, mulai dari sifatnya local hingga nasional. Pasalnya, semakin banyak anggota semakin besar manfaat yang didapat. Namun, perlu diperhatikan manfaat yang besar akan sirna jika pengguna tidak mampu membatasi diri. Akhirnya dunia maya mampu menyetir kehidupan riil pengguna. Untuk itu, batasilah diri anda.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta

Pendidikan Tetap Harus Menjadi Perhatian


Pergolakan politik menjelang pemilu akan menemui babak baru seiring semakin dekatnya pemilihan presiden. Dimana parpol mulai menentukan capres dan cawapres yang diusungnya. Dengan berbagai kriteria dan mekanisme yang ditentukan oleh parpol dalam menjalankan koalisinya. Tak heran, jika permasalahan bangsa menjadi terbengkelai ditengah pergulatan politik yang semakin memanas.

Salah satu masalah yang kurang mendapat perhatian dari para politisi ialah masalah terkait dengan pendidikan. Saking sibuknya dengan koalisi membuat politisi yang ikut dalam pencapresan melupakan tugasnya dalam tertuang dalam UUD’45. Dimana negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Sayangnya, hal itu luput dari para politisi yang lebih mengutamakan isu-isu popular yang bisa mengangkat popularitasnya.

Luputnya perhatian dari kaum politisi dalam pilpres dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat terlihat visi misi politisi yang tidak memperjuangkan pendidikan. Hal itu menunjukkan bahwa politisi saat ini masih cenderung mengejar popularitas guna memenangi pemilu, bukan memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

Padahal pendidikan seharus menjadi modal bagi sebuah bangsa untuk berkembang. Apa jadinya jika capres dan cawapres terpilih tidak memperjuangkan pendidikan? Akankah Indonesia akan menjadi bangsa besar yang berdaya saing? Sungguh sangat memilukan jika perjuangan akan martabat rakyat melalui pendidikan tidak menjadi bagian dari program capres dan cawapres terpilih nanti.

Wajar saja jika pelajar-pelajar berprestasi, dalam kejuaraan nasional dan internasional melarikan diri dari negeri ini. Sudah berapa banyak bibit unggul negeri ini yang harus pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya lantaran perhatian pemerintah yang minim. Akibatnya, Indonesia akan mengalami kekosongan akan bibit unggul yang berkualitas dalam membangun bangsa.

Perpolitikan Indonesia yang belum dewasa disebut-sebut menjadi akar permasalahan atas kondisi pendidikan saat ini. Dimana para politisi masih berjuang untuk kepentingan kelompok dan dirinya, bukan demi kepentingan masyarakat. Maka, perlu disadari bahwa kemajuan bangsa tidak terlepas dari perpolitikan yang sehat dan dewasa.

Membangun negeri yang kuat memang harus dimulai dari pengembangan pendidikan nasional. Dimana peran pendidikan sangat penting dalam menciptakan kecerdasan bangsa. Maka, sudah bukan saatnya politisi negeri ini egois, jika menginginkan Indonesia menjadi negara yang maju.

Ingat perjuangan pahlawan bangsa dalam memerdekakan bangsa ini, tidak terlepas dari upaya meningkatkan martabat masyarakat Indonesia. Yang kemudian harus diperjuangkan melalui penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu, majukan Indonesia dengan pendidikan yang berkualitas.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta

Perpaduan Politik dan Ekonomi Dalam Membangun Bangsa


Sentimen positif dari pelaku pasar yang kembali menanamkam investasinya di Indonesia tidak terlepas dari penyelenggaraan pemilu yang aman dan terkendali. Dimana investor menilai bahwa kondisi politik Indonesia masih kondusif dengan diimbangi pertumbuhan ekonomi yang positif.

Situasi politik dan ekonomi yang kondusif masih menjadi tolok ukur bagi invetaor dalam menanamkan modalnya di suatu negara. Pasalnya, kedua hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Dimana iklim politik yang kondusif akan ikut mendorong perekonomian kearah yang lebih baik, dan sebaliknya kondisi ekonomi yang baik akan memberikan dampak positif bagi perpolitikan bangsa.

Dalam membangun perekonomian bangsa pasca pemilu, kedua komponen di atas harus terus mendapat perhatian yang serius. Pasalnya, kemajuan dan perkembangan bangsa dapat dicapai jika kedua komponen tersebut saling mendukung satu sama lain. Yang bisa membawa prospek masa depan bangsa yang cerah di masa mendatang.

Menciptakan iklim yang kondusif, baik dari segi ekonomi maupun politik merupakan upaya membangun bangsa yang kuat. Dibutuhkan langkah-langkah konkret dalam menciptakan iklim yang kondusif. Pertama, dengan ikut serta dalam penyelenggaraan pemilu yang jujur, dan adil. Dimana keikutsertaan masyarakat dalam pemilu ikut menentukan arah kebijakan bangsa di masa mendatang.

Kedua, ikut menjaga situasi yang kondusif pasca pemilu, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis. Sikap semacam ini perlu dimiliki oleh parpol, pemerintah, dan masyarakat agar tidak memicu terjadinya konflik horizontal. Pasalnya, kondisi pasca pemilu sangat rawan dengan gesekan-gesekan yang bisa berujung pada konflik.

Hal yang ketiga akan lebih kearah ekonomi, yaitu dengan menjaga pertumbuhan ekonomi agar tetap positif. Penyelenggaraan pemilu sedikt banyak memang telah meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal itu tampak dari banyaknya order dari pengusaha pernak-pernik parpol selama pemilu. Yang berdampak pada pendapatan masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi masih cukup terjag dengan baik.

Keempat, menjaga kesehatan perbankan Indonesia dengan meningkatkan pengawasan pada lembaga keuangan. Pasalnya, perbankan merupakan salah satu penggerak utama dalam transaksi ekonomi. Di negara yang semakin maju transaksi sudah tidak dilakukan secara tunai melainkan melalui bank. Yang artinya kesehatan perbankan, khususnya bank harus dijaga dengan baik.

Kelima, mengembangkan pola perekonomian yang memberdayakan masyarakat. Di tengah krisis global yang menlanda, pemberdayaan ekonomi yang melibatkan seluruh komponen masyarakat harus ditingkatkan. Pasalnya, kondisi perekonomian yang ditopang oleh rakyat cederung tahan terhadap badai krisis global. Selain itu, pola semacam ini dapat menjaga daya beli serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa.

Kelima hal di atas merupakan pola pengembangan perekonomian yang melibatkan perpaduan yang sinergis antara politik dan ekonomi. Yang artinya semua elemen masyarakat dilibatkan, baik parpol, ekonom, pemerintah, dan pelaku pasar dalam membangun perekonomian bangsa. Untuk itu, kesesuaian diantara keduanya akan perlu dijaga karena menentukan kemajuan bangsa di masa mendatang.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta

Jangan Biarkan Pejuang Bangsa Bergerak Sendirian

Dimuat Harian Jogja
Selasa, 12 Mei 2009


Adanya unsur keterlibatan ketua KPK dalam kasus pembunuhan penuh dengan muatan politik. Pasalnya, belum ada keterangan pasti dari pihak kepolisian mengenai dugaan keterlibatan Antasari Azhar dalam penetapannya sebagai tersangka. Selain itu, masih banyaknya rumor yang beredar dimasyarakat semakin menambah muatan politis dibalik penangkapannya.
Adanya unsur politis yang menyelimuti penetapan ketua KPK sebagai tersangka memang tidak terlepas dari prestasi yang ditorehkan oleh Antasari Azhar semasa kepemimpinannya. Dimana sejumlah kasus korupsi telah dibongkar dengan lugas dan tegas, baik yang melibatkan pejabat daerah maupun pejabat tinggi. Maka tidak heran jika banyak para koruptor yang bersorak gembira saat mendengar ketua KPK ditetapkan sebagai tersangka.
Yang menjadi pertanyaan saat ini apakah pemilihan pejabat, khususnya Antasari Azhar sebagai tindakan yang keliru? Dikatakan keliru dalam pemilihan pejabat apabila yang bersangkutan tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Sedangkan, ketua KPK Antasari Azhar telah melaksanakan tugasnya dengan baik, dalam mengungkap sejumlah kasus korupsi. Namun, yang menjadi masalah saat ini ialah banyaknya konspirasi politik yang terjadi di negeri ini.
Dimana para koruptor yang kasusnya belum terungkap berusaha menjatuhkan ketua KPK, melalui skenario yang terbilang sangat rapi. Jelas tujuannya agar KPK tidak lagi beroperasi, yang pada akhirnya akan menghambat pengungkapan kasus korupsi lainnya. Jika dianalogikan bahwa seorang pahlawan akan menghadapi banyak musuh, layaknya ketua KPK hanya satu tetapi harus menghadapi banyak penjahat korupsi. Kondisi ini memang bukan hal yang menguntungkan bagi siapapun yang menjabat sebagai ketua KPK.
Kasus pembunuhan yang menyeret Antasari Azhar merupakan sebuah konsekuensi yang harus ditanggungnya sebagai ketua KPK. Menjabat sebagai pahlawan bangsa memang bukan perkara yang mudah. Pasalnya, pasti akan banyak rintangan dan tantangan yang bisa kapan saja mengarahkan dirinya dalam masalah yang sulit hingga konsekuensi kematian.
Dalam kasus pembunuhan yang melibatkan Antasari Azhar sebagai tersangka, ada beberapa hal yang bisa ditarik sebagai pelajaran. Pertama, menjadi seorang pahlawan bukan perkara yang mudah. Dimana pasti ada pihak yang tidak suka dan berusaha menjatuhkannya. Untuk itu, butuh kepasrahan dan ketegaran hati jika ingin menjadi seorang pahlawan bangsa.
Kedua, kasus ini menggambarkan bahwa Indonesia jauh dari negara yang bersih dan kedewasaan politiknya masih dipertanyakan. Pasalnya, masih banyak konspirasi antar politisi, pengusaha, dan mereka berkepentingan untuk berusaha menjatuhkan institusi yang bertindak sebagai poros tengah.
Ketiga, belum ada dukungan bagi instansi yang bergerak sebagai poros tengah. Dukungan yang minim membuat KPK seolah berjalan sendirian dalam menghadapi setiap permasalahannya. Hal itu jika dibiarkan bisa membuat instansi apapun dinegeri ini yang bergerak sebagai poros tengah akan mudah goyah. Pasalnya, yang dihadapinya bukan perkara yang kecil tetapi telah merambah pada perkara yang besar.
Perjalanan panjang dan berliku masih harus dijalani oleh para pejabat negara yang bertindak sebagai poros tengah. Dimana gangguan atas keselamatan dirinya dan keluarga menjadi konsekuensi yang harus diterimanya. Menanggapi hal itu seharusnya pemerintah dan masyarakat memberikan dukungan berupa moril dan materil bagi instansi poros tengah. Jangan sampai bangsa ini dikatakan sebagai negeri yang tidak pernah mengenal balas budi atas kerja keras para pejuang kebenaran.
Ungkapan dukungan moril dan materil bukan berarti harus memihak poros tengah, tetapi ikut membantu mengungkap kebenaran atas kasus yang menimpanya. Jangan sampai mereka yang menjadi poros tengah harus tenggelam karena skenario yang menjebak mereka dalam kondisi sulit. Dan para pejuang kebenaran harus mati karena jebakan yang menimpa dirinya. Yang akhirnya, kebenaran tidak akan pernah terungkap.
Untuk menjadi bangsa yang besar harus mampu menghargai perjuangan para pejuang kebenaran, dengan tetap memberikan dukungan baik moril maupun materil. Dengan demikian, pejuang poros tengah tidak akan berjuang sendirian dan kebenaran akan terungkap.


Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta

Senin, 04 Mei 2009

Pencederaan Kepercayaan Mewarnai Pemilu

Hajatan masyarakat Indonesia lima tahunan ini tidak disambut antusias warga. Banyak warga yang lebih memilih diam di rumaha ketimbang mengikuti orasi terbuka parpol. Mereka sudah bosan dengan janji-jani parpol yang tidak akan pernah berbuah manis bagi kesejahteraan bersama. Dan itulah yang memarnai pemilu kali ini yang diawali dengan pemilihan caleg dan dilanjutkan pemilihan presiden.

Semarak pesta demokrasi lima tahunan sudah seharusnya menjadi ajang bagi perubahan bangsa untuk lebih baik lagi. Dimana suara rakyatlah yang menentukan pemimpin bangsa setidaknya untuk lima tahun mendatang. Namun, pesta demokrasi ini tidak mendapat sambutan yang antusias dari masyarakat. Terbukti dari sedikitnya simpatisan yang hadir dalam kampanye terbuka dan ingar- bingar pemilu yang semakin dekat hingga saat ini belum terasa.

Indikasi negatif dari kepedulian masyarakat dalam menentukan pemimpin bangsa mulai tampak Pilkada di sejumlah daerah. Dimana berdasarkan hasil perhitungan rata-rata angka golput (golongan putih) dalam setiap Pilkada mencapai 30%. Padahal kondisi di masing-masing daerah akan mencerminkan Pemilu mendatang. Kondisi ini memang sangat mengkhawatirkan bagi kemajuan bangsa di masa mendatang.

Jika dilihat dari fenomena yang ada unsur apatisme kian membayangi masyarakat dalam pemilu mendatang. Suatu bentuk apatisme bisa muncul disebabkan oleh beberapa faktor pendungkungnya. Pertama, ketidakseriusan dari pihak penyelenggara dalam melaksanakan tugasnya. Hingga saat ini jumlah pemilih tetap masih simpang siur, belum ada data yang pasti dari KPU. Masih ditemukan indikasi kecurangan atas penggelembungan daftar pemilih tetap. Padahal jumlah pemilih sangat mempengaruhi pencetakan surat suara, dimana berdasarkan Pasal 145 UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, jumlah surat suara cadangan tidak boleh lebih dari 2% dari jumlah pemilih tetap di daerah pemilihan tersebut.

Kedua, kurangnya sosialisasi dari KPU dalam tata cara pemilihan. Sejumlah daerah di Indonesia masih belum terjamah KPU sehingga masih bingung mengenai cara pemilihan. Kondisi ini bisa mengurangi keikutsertaan masyarakat daerah dalam pesta demokrasi lima tahunan.


Ketiga, faktor yang ditentukan kesengajaan pemilih untuk tidak berkiprah dalam pemilu mendatang. Pola semacam ini menggambarkan bahwa rakyat sudah enggan dengan janji parpol yang tidak pernah bisa direalisasikan. Selain itu, sikap untuk melakukan golput dengan tidak ikut serta dalam pemilihan merupakan suatu bentuk hukuman bagi elite politik yang lama mengabaikan suara dan kepercayaan rakyat.


Menurunnya gairah masyarakat dalam mengikuti kampanye memang pertanda bahwa ancaman demokrasi di negeri ini kian mencekam. Apalagi berdasarkan tren dari tahun ketahun ancaman golput kian meningkat, pada tahun 1999 saja tercatat golput sekitar 10,21%. Pada 2004meningkat dua kali lipat lebih mencapai 23,34%, sedangkan pada pemilihan presiden putaran kedua mencapai angka 23,32%.

Perlunya mengembalikan kepercayaan masyarakat merupakan suatu tantangan yang besar bagi sejumlah elite politik. Saat ini rakyat memang sudah terlanjur tidak percaya, tetapi upaya untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat perlu dilakukan. Sebab dalam system demokrasi rakyat memegang kekuasaan tertinggi untuk mengangkat dan menurunkan wakilnya, baik diparlemen maupun di pemerintahan.


Kurangnya minat masyarakat dalam mengikuti kampanye harus dijadikan pelajaran bagi para elite politik untuk benar-benar memperjuangkan aspirasi dan kesejahteraan rakyat. Sebab rakyat sudah tidak memerlukan janji, melainkan tindakan nyata dalam membangun bangsa di masa mendatang. Jangan sampai terulang kembali pencederaan kepercayaan masyarakat di masa mendatang. Sebab rakyat sudah lelah dengan kehidupan politik yang penuh kebohongan dan tipu daya.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta


Pergerakan Kurs Masih Labil



Pergerakan rupiah terus mengalami penguatan hingga mencapai level di bawah 11.500 per dolar Amerika. Yang artinya IHSG juga terus mengalami peningkatan, hal ini memang tidak terlepas dari peningkatan penanaman modal asing di Indonesia. Dimana investor asing masih menilai Indonesia sebagai tempat yang cukup aman dengan rate of return yang cukup tinggi.

Mulai banyaknya pemodal asing yang kembali menanamkan modalnya di Indonesia membawa angin segar bagi perekonomian. Sentimen positif dari pelaku pasar ikut memberikan sumbangsinya bagi pergerakan kurs dan penguatan nilai rupiah. Tak hayal banyak pemodal domestik pun ikut kembali menanamkan modalnya, yang tampak dari nilai transaksi yang terus mengalami peningkatan.

Membaiknya pergerakan bursa saham dan nilai tukar rupiah disinyalir lebih didominasi oleh pengaruh pihak asing. Yang artinya pergerakan pihak asing masih menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, masih ada faktor dalam negeri yang ikut memberikan sumbangsi bagi pergerakan IHSG dan nilai tukar rupiah.

Penggerak Nilai Tukar

Kepercayaan pemodal asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya pertemuan G20 yang berhasil membawa angin segar bagi perekonomian dunia. Dimana dalam pertemuan ini telah disepakati ketentuan untuk mengatasi krisis global secara bersama-sama. Ketentuan tersebut mengatur negara-negara G20 untuk melakukan kebijakan bersama. Yang diharapkan mampu meningkatkan pertumbahan ekonomi global di masa mendatang.

Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dinilai masih cukup tinggi oleh investor asing. Masuk modal asing yang cukup besar dalam beberapa hari terakhir tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih positif. Kondisi ini masih dinilai menguntungkan karena di beberapa negara di dunia memiliki pertumbuhan ekonomi negatif.

Ketiga, imbal hasil atau rate of return yang masih terbilang cukup tinggi di Indonesia ikut memberikan dampak positif bagi pergerakan kurs. Hal itu tampak dari tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia yang masih berada di angka 7,5%. kondisi tersebut mendorong investor asing untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memang masih menguntungkan dalam penanaman modal. Pasalnya, di beberapa negara seperti, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia memiliki suku bunga acuan yang mendekati nol. Yang artinya jika menanamkan modal dalam bentuk obligasi hanya mendapatkan rate of return yang sangat rendah.

Faktor pendorong keempat, yaitu neraca perdagangan Indonesia yang masih dalam kondisi positif. Meskipun laporan yang dikemukakan oleh BPS menggambarkan penurunan ekspor yang sangat tajam. Namun, neraca perdagangan masih dalam kondisi positif artinya pembiayaan impor masih berada di bawah ekspor Indonesia. Kondisi juga berkorelasi terhadap pergerakan kurs, dimana neraca perdagangan yang positif ikut menambah devisa negara. Yang akhirnya ikut mendukung pergerakan nilai tukar rupiah kearah yang positif.

Pergerakan rupiah yang saat ini terus menguat memang diikuti dengan pergerakan positf di lantai bursa. Gambaran semacam ini memberikan informasi bahwa factor modal asing masih menentukan keduanya. Hanya faktor ekspor impor saja yang lebih digerakan oleh sector dalam negeri. Sedangkan, ketiga poin lainnya merupakan factor asing berupa modal yang masuk ke Indonesia.

Indonesia harus hati-hati

Pergerakan rupiah yang terus menguat terhadap dolar Amerika Serikat memang harus disambut baik. Namun, pemerintah Indonesia khususnya Bank Indonesia harus berhati-hati dengan kondisi semacam ini. Pergerakan positif yang terjadi memang baik tapi tampak kropos. Pasalnya, modal yang ditanamkan investor asing masih sebagian besar berbentuk hot money. Maksudnya, modal yang masuk bisa keluar kapan saja tanpa adanya intervensi dari pemerintah atau Bank Indonesia.

Hot money memang masih menjadi masalah bagi Indonesia. Pasalnya, tidak adanya payung hukum, membuat investor dapat keluar masuk bursa dengan mudah. Hal inilah yang membuat Indonesia mengalami krisis tahun 1998. Dimana investor lari dengan menukarkan rupiah ke dolar dan mengalihkan kepermilikannya ke negara lain. Akibatnya rupiah tertekan hingga mencapai 16000 rupiah per dolar Amerika Serikat.

Kondisi saat ini sepertinya hampir sama dengan krisis tahun 1998 lalu. Dimana kepemilikan modal asing masih belum ada ketentuan yang pasti. Untuk itu, pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter harus berhati-hati dalam menjaga kepercayaan investor asing. Agar kepemilikan modal mereka bisa bertahan lama di Indonesia.

Beberapa yang bisa dilakukan pemerintah dan BI dalam menjaga modal asing agar tetap di Indonesia. Pertama, dengan menjaga kepercayaan investor asing terhadap kondisi Indonesia. Dengan menjaga keamanan, dan kestabilan sosisl poiltiknya. Kedua, membuat peraturan mengenai penanaman modal asing. Dimana investor yang menanamkan modalnya harus bertahan di Indonesia minimal beberapa tahun sehingga tidak terjadi capital outflow secara besar-besaran. Seperti, yang diberlakukan Malaysia yang menerapkan peraturan bahwa modal asing asing harus bertahan minimal satu tahun.

Kehati-hatian memang harus mulai diterapkan Indonesia agar capital outflow secara besar-besaran tidak terjadi lagi. Pasalnya, kondisi saat ini masih rentan dengan aksi ambil untung dari investor. Untuk itu, Indonesia sebaiknya tidak terlena dengan kondisi saat ini, sebab pergerakan kurs masih sangat rawan dengan aksi spekulatif.



Felix Wisnu Handoyo

Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM

Yogyakarta