Selasa, 31 Maret 2009

Pencederaan Kepercayaan Mewarnai Pemilu

Hajatan masyarakat Indonesia lima tahunan ini tidak disambut antusias warga. Banyak warga yang lebih memilih diam di rumaha ketimbang mengikuti orasi terbuka parpol. Mereka sudah bosan dengan janji-jani parpol yang tidak akan pernah berbuah manis bagi kesejahteraan bersama. Dan itulah yang memarnai pemilu kali ini yang diawali dengan pemilihan caleg dan dilanjutkan pemilihan presiden.

Semarak pesta demokrasi lima tahunan sudah seharusnya menjadi ajang bagi perubahan bangsa untuk lebih baik lagi. Dimana suara rakyatlah yang menentukan pemimpin bangsa setidaknya untuk lima tahun mendatang. Namun, pesta demokrasi ini tidak mendapat sambutan yang antusias dari masyarakat. Terbukti dari sedikitnya simpatisan yang hadir dalam kampanye terbuka dan ingar- bingar pemilu yang semakin dekat hingga saat ini belum terasa.

Indikasi negatif dari kepedulian masyarakat dalam menentukan pemimpin bangsa mulai tampak Pilkada di sejumlah daerah. Dimana berdasarkan hasil perhitungan rata-rata angka golput (golongan putih) dalam setiap Pilkada mencapai 30%. Padahal kondisi di masing-masing daerah akan mencerminkan Pemilu mendatang. Kondisi ini memang sangat mengkhawatirkan bagi kemajuan bangsa di masa mendatang.
Jika dilihat dari fenomena yang ada unsur apatisme kian membayangi masyarakat dalam pemilu mendatang. Suatu bentuk apatisme bisa muncul disebabkan oleh beberapa faktor pendungkungnya. Pertama, ketidakseriusan dari pihak penyelenggara dalam melaksanakan tugasnya. Hingga saat ini jumlah pemilih tetap masih simpang siur, belum ada data yang pasti dari KPU. Masih ditemukan indikasi kecurangan atas penggelembungan daftar pemilih tetap. Padahal jumlah pemilih sangat mempengaruhi pencetakan surat suara, dimana berdasarkan Pasal 145 UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, jumlah surat suara cadangan tidak boleh lebih dari 2% dari jumlah pemilih tetap di daerah pemilihan tersebut.

Kedua, kurangnya sosialisasi dari KPU dalam tata cara pemilihan. Sejumlah daerah di Indonesia masih belum terjamah KPU sehingga masih bingung mengenai cara pemilihan. Kondisi ini bisa mengurangi keikutsertaan masyarakat daerah dalam pesta demokrasi lima tahunan.
Ketiga, faktor yang ditentukan kesengajaan pemilih untuk tidak berkiprah dalam pemilu mendatang. Pola semacam ini menggambarkan bahwa rakyat sudah enggan dengan janji parpol yang tidak pernah bisa direalisasikan. Selain itu, sikap untuk melakukan golput dengan tidak ikut serta dalam pemilihan merupakan suatu bentuk hukuman bagi elite politik yang lama mengabaikan suara dan kepercayaan rakyat.
Menurunnya gairah masyarakat dalam mengikuti kampanye memang pertanda bahwa ancaman demokrasi di negeri ini kian mencekam. Apalagi berdasarkan tren dari tahun ketahun ancaman golput kian meningkat, pada tahun 1999 saja tercatat golput sekitar 10,21%. Pada 2004
meningkat dua kali lipat lebih mencapai 23,34%, sedangkan pada pemilihan presiden putaran kedua mencapai angka 23,32%.
Perlunya mengembalikan kepercayaan masyarakat merupakan suatu tantangan yang besar bagi sejumlah elite politik. Saat ini rakyat memang sudah terlanjur tidak percaya, tetapi upaya untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat perlu dilakukan. Sebab dalam system demokrasi rakyat memegang kekuasaan tertinggi untuk mengangkat dan menurunkan wakilnya, baik diparlemen maupun di pemerintahan.

Kurangnya minat masyarakat dalam mengikuti kampanye harus dijadikan pelajaran bagi para elite politik untuk benar-benar memperjuangkan aspirasi dan kesejahteraan rakyat. Sebab rakyat sudah tidak memerlukan janji, melainkan tindakan nyata dalam membangun bangsa di masa mendatang. Jangan sampai terulang kembali pencederaan kepercayaan masyarakat di masa mendatang. Sebab rakyat sudah lelah dengan kehidupan politik yang penuh kebohongan dan tipu daya.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta

Geliat Pemilu Yang Mencengangkan

Pemilu untuk pemilihan caleg semakin dekat tetapi masih banyak masalah yang menghampirnya. Salah satu masalah yang mencuat dan sangat meresahkan keabsaan pemilu mendatang ialah adanya DPT ganda. Gemuruhnya daftar pemilih tetap bermasalah menggambarkan betapa memprihatinkan demokrasi di Indonesia. Pasalnya, masih ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengacaukan pemilu mendatang.

Permasalahan yang timbul karena adanya penggelembungan jumlah DPT, disebabkan masih amburadul-nya data kependudukan di Indonesia. Diperparah dengan kinerja KPU yang tampaknya dinilai kurang professional dalam menyelenggarakan pemilu kali ini. Pada dasarnya pemilu mendatang tidak hanya memiliki masalah dari jumlah DPT, tetapi juga bermasalah dalam distribusi, surat suara yang rusak, dan suara suara yang telah diberi tanda. Kesiapan KPU dalam menyelenggarakan pesta demokrasi tahunan memang masih mengundang tanda tanya besar.
Munculnya DPT bermasalah berawal dari penggelembungan jumlah pemilih yang terjadi pada pilkada Jawa Timur. Dimana penggelembungan jumlah pemilih ditemukan pada dua kabutapen yaitu Sampang dan Bangkalan di provinsi tersebut. Dengan modus di antaranya kepemilikan Nomor Induk Kependudukan yang sama, mencapai 225.448 suara. Selain itu, modus lainnya memiliki nama dan NIK yang sama jmulahnya mencapai 12.224 pemilih. Modus yang menggunakan nama, NIK, dan tanggal lahir sama mencapai 10.844 pemilih. Sedangkan, modus lainnya dengan memiliki nama, NIK, tempat tanggal lahir, dan alamat yang sama mencapai 6.918 pemilih. Pemaparan di atas yang sangat mencengangkan merupakan gambaran kebobrokan dari demokrasi di Indonesia.

Jika diperhatikan secara mendalam, munculnya DPT bermasalah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, adanya politik yang tidak sehat dari parpol yang menjadi peserta pemilu. Dimana mereka memanfaatkan kebobrokan dari pendataan jumlah penduduk Indonesia. Kejahatan semacam ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah suara parpol tertentu.
Kedua, adanya keterlibatan oknum dalam penggelembungan jumlah pemilih tetap. Jika kita perhatikan secara mendalam bahwa pihak yang bisa melakukan perubahan DPT ialah hanya petugas yang berwenang saja. Maka penggelembungan yang terjadi pada DPT tidak terlepas dari peran oknum pemerintah, untuk memenangkan parpol tertentu.

Ketiga, ketidakseriusan dari KPU dalam menyelenggarakan pemilu mendatang. KPU sebagai penyelenggara pemilu seharusnya sudah memperhatikan hal-hal yang terkait di dalamnya. Dimana beberapa waktu lalu KPU sempat mengumumkan DPT sebanyak 171.068.667 orang, masing- masing 169.558.775 pemilih di dalam negeri dan 1.509.892 pemilih di luar negeri. Ketidaksiapan KPU tergambar dari tidak validnya data pemilih tetap mengenai angka-angka tersebut, kendati sudah mengalami dua kali revisi.

Permasalahan yang timbul mengenai DPT merupakan crucial point yang menjadi salah satu indikator keberhasilan pemilu. Untuk itu penyelesaian mengenai DPT bermasalah harus segera dilakukan. Sebab jika kondisi ini terus berlangsung dan KPU tidak mampu mengusut mengenai penggelembungan jumlah pemilih, bukan tidak mungkin akan menimbulkan kekacauan di masa mendatang. Akibatnya kemajuan bangsa hanya akan menjadi angan-angan yang tidak mungkin bisa diwujudkan.

Sabtu, 21 Maret 2009

Belajar dari Amerika

Suara Merdeka
Sabtu, 21 Maret 2009

PERSAINGAN untuk mendapatkan mahasiswa bagi PTS pada periode-periode mendatang makin ketat. Pasalnya, sebagian besar PTN telah banyak melakukan gebrakan untuk meningkatkan minat calon mahasiswanya. Apalagi dengan status BHPP, makin membuat PTN leluasa mencari calon mahasiswa sebanyak-banyaknya.

Pandangan masyarakat bahwa PTN merupakan perguruan tinggi favorit menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup PTS. Pasalnya, PTN masih menjadi perguruan tinggi kelas satu di Indonesia, sehingga calon mahasiswa akan berusaha sebaik mungkin untuk kuliah di sana.

Hal ini diperparah dengan dengan pengesahan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), di mana PTN dapat dengan leluasa menggelar ujian masuk. Akibatnya, banyak calon mahasiswa yang tertampung di PTN dan minat ke PTS pun makin berkurang.

Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, kondisinya sangat berbeda, sebab pendidikan tinggi justru dikuasai PTS. Para calon mahasiswa di sana lebih mengutamakan untuk sekolah di perguruan tinggi swasta ketimbang perguruan tinggi negeri. Misalnya Harvard University, Princeton University, dan MIT. Semuanya merupakan PTS yang sangat digemari calon mahasiswa Amerika. Pasalnya, ketiga unversitas itu diakui kualitasnya oleh pemerintah Amerika dan dunia.

Belajar dari Amerika, PTS di Indonesia harus bangkit meraih minat calon mahasiswa dengan meningkatkan kualitas. Dalam hal ini, peningkatan kualitas harus dilakukan supaya mendapatkan pengakuan atau akreditasi dari pemerintah. Poin inilah yang harus dimiliki PTS agar mampu bersaing dengan PTN. Pengakuan pendidikan diyakini dapat meningkatkan derajat PTS, meskipun hal itu tidak mudah dilakukan.

Felix Wisnu Handoyo : Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

Rabu, 11 Maret 2009

Yang Melatarbelakangi Kekerasan

Kekerasaan seakan telah menjadi budaya, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Institut Titian Perdamaian, selama tahun 2008 terjadi 1.136 insiden kekerasan di Indonesia. Yang artinya setiap hari rata-rata terjadi 3 insiden kekerasan di Indonesia. Sungguh sangat memprihatinkan Indonesia yang kaya akan keberagaman juga tidak terlepas dari kaya akan kekerasan.

Berbagai macam kekerasan kian mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Dimana Institut Titian Perdamaian mencatat beberapa kekerasan yang menonjol selama tahun 2008, yaitu penghakiman massa sebanyak 30% atau 338 insiden, tawuran dengan 21% atau 240 insiden, konflik politik dengan 16% atau 180 insiden. Kemudian menyusul konflik sumber daya ekonomi sebanyak 11% atau 123 insiden, konflik sumber daya alam sebanyak 10% atau 109 insiden. Pengeroyokan menempati urutan selanjutnya dengan 4 % atau sebanyak 47 insiden. Disusul oleh Konflik etnis/agama sebanyak 2% atau 28 insiden, dan lain-lain sebanyak 5% atau 56 insiden.

Data di atas menggambarkan betapa mudahnya konflik yang berujung pada kekerasan terjadi di Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat negeri ini belum dewasa dalam menanggapi suatu permasalahan. Dimana penyelesaian dengan kekerasan dianggap sebagai jalan keluar yang mudah. Pemikirin semacam ini jelas akan berdampak negatif bagi perkembangan dan kemajuan bangsa di masa mendatang.

Menelusuri kekerasan yang terjadi di nergeri ini, ada beberapa hal yang diduga melatarbelakangi terjadinya kekerasan di masyarakat, yaitu kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia, adanya politik kepentingan, sikap kurang dewasanya masyarakat dalam memandang perbedaan, dan adanya budaya kekerasan yang turun- temurun.

Dalam memandang kekerasan yang terjadi, unsur kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum jelas berdampak negatif. Misalkan saja, adanya sikap main hakim sendiri di masyarakat dan tawuran antar kelompok masayarakat. Kejadian tersebut menggambarkan masyarakat sudah tidak lagi percaya terhadap penegakan hukum di Indonesia. Yang kedua, adanya politik kepentingan menambah daftar catatan buram kekerasan di masyarakat. Dimana konflik ini biasanya di motori oleh elite politik yang sedang berebut kekuasaan.

Hal ketiga, kedewasaan masyarakat yang masih dipertanyaakan. Maksudnya, masyarakat belum mampu menerima dan berjiwa besar ketika adanya perbedaan yang terjadi dalam kehidupannya. Dimana masing-masing kelompok bertahan dengan keinginannya sehingga benturan pun tidak terelakkan.

Keempat, adanya budaya kekerasan yang turun-temurun dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Memprihatinkan jika kekerasan sudah menjadi budaya, yang artinya telah menjadi kebiasaan. Kondisi tersebut tercermin dalam beberapa kasus kekerasan, seperti kekerasan dalam keluarga dan dalam instansi pendidikan. Dimana kedua contoh kasus tersebut memiliki sifat turun menurun dari orang tua turun ke anak dan senior ke junior. Akibatnya rantai tersebut membentuk budaya kekerasan yang tidak terputus. Kondisi tersebut mengindikasikan akan ada ancaman besar bagi kemajuan dan perkembangan bangsa di masa mendatang. Sebab kekerasan hanya akan menimbulkan kesengsaraan.


Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UGM, Yogyakarta

Keengganan Menurunkan Suku Bunga

Seputar Indonesia
Selasa, 10 Maret 2009


Beberapa hari yang lalu Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin. Kebijakan tersebut sempat menggairahkan pasar saham domestik dengan ditandainya kenaikan harga sejumlah saham unggulan. Namun, kegembiraan tersebut tidak diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan.

Kebijakan BI yang menurunkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin merupakan upaya mengatasi keketatan likuiditas. Hal itu karena sentimen negatif dari pasar keuangan yang kian mempengaruhi perekonomian domestik. Dimana sejumlah lembaga keuangan dunia mengalami kerugian. Akibatnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat dari perkiraan sebelumnya.

Ketakutan akan pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin melambat di indikasikan oleh laporan BPS yang menyebutkan nilai ekspor januari 2009 anjlok 17,7 persen, terhadap desember 2008. Untuk itu, BI juga ikut menurunkan level pertumbuhan ekonomi dari 4,5 persen menjadi 4 persen.

Pasar saham domestik memang sempat bergairah akibat penurunan suku bunga acuan oleh BI. Sayangnya upaya tersebut tidak lantas membuat perbankan menurunkan suku bunganya maka keketatan likuiditas masih terjadi. Ada beberapa yang menyebabkan perbankan masih mempertahankan tingkat suku bunga yang tinggi.
Pertama, biaya investasi atau kredit yang semakin mahal sehingga tingkat suku bunga perbankan relatif tetap meskipun BI saat ini sudah turun kelevel 7,75 persen. Ketakutan semacam ini disebabkan adanya ketidakpastian dari ekonomi global sehingga perbankan masih enggan menurunkan suku bunganya.

Kedua, ketakutan dari perbankan akan perekonomian domestik yang semakin melambat. Hal ini ditandai dengan penggangguran dan kemiskinan yang meningkat tajam. Perlambatan perekonomian inilah yang menyebabkan perbankan menginginkan yield (imbal hasil) yang besar. Upaya semacam ini dilakukan agar pemberian kredit dilakukan dengan hati-hati sehingga NPL (non performing loan) tidak meningkat.

Ketiga, hilangnya kepercayaan dari perbankan dalam menyalurkan dana segarnya. Krisis kepercayaan mewarnai kondisi saat ini dimana perbankan sangat berhati-hati dalam menggunakan dananya. Pasalnya, kesalahan dalam mengambil keputusan dapat berakibat fatal mengingat kondisi perekonomian yang semakin tidak menentu.

Ketiga hal tersebut merupakan alasan mengapa perbankan enggan dalam menurunkan suku bunganya. Dimana unsur kehati-hatian masih menyelimuti perbankan domestik dalam menyalurkan dananya. Akibatnya investasi dalam negeri relatif tidak bergerak. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus maka great depression akan segera menghampiri negeri ini.

Untuk itu, dibutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah dan perbankan agar tercipta kesinergisitasan diantara keduasnya. Pasalnya, kebijakan akan efektif jika semua komponen ikut terlibat di dalamnya. Keengganan perbankan dalam menurunkan suku bunganya menjadi contoh konkret kegagalan pemerintah dalam meyakinkan perbankan. Dampaknya keketatan likuiditas tetap terjadi meskipun suku bunga acuan telah turun drastis.



Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta

Kamis, 05 Maret 2009

Membangun Solusi Terhadap Kerusakan Sungai Ciliwung Yang Kian Memprihatinkan

Oleh: Felix Wisnu Handoyo

Keprihatinan kian terpancar melihat kondisi urat nadi Jakarta semakin lemah akibat ketidakpedulian warganya. Sungai Ciliwung telah ada sejak zaman kolonial ketika itu sungai ini memiliki kemampuan mengalirkan air 250 meter kubik per detik. Dengan kemampuannya yang besar tersebut memang tidak berlebihan ketika Sungai Ciliwung dikatakan sebagai urat nadi Jakarta. Pasalnya, kondisi urat nadi ikut mempengaruhi roda perekonomian di Jakarta. Ketika dalam kondisi yang gawat urat nadi mampu membuat Jakarta mati suri. Ditandai dengan luapan Sungai Ciliwung yang mampu merendam sebagian besar wilayah di Jakarta.

Keberadaan Sungai Ciliwung memang sangat penting bagi kehidupan warga Jakarta. Sebagai urat nadi kesehatannya perlu dijaga agar mampu menjalankan fungsi dengan baik. Namun, kondisi sebaliknya menimpa sungai yang membelah Jakarta. Keberadaannya yang kian penting tidak lantas membuat warga Jakarta sadar untuk merawat dan menjaga kesehatannya. Bahkan, kian hari kian banyak sampah yang menutupi aliran air dan seiring perjalanan waktu kian banyak rumah-rumah warga yang berdiri di sekitar bantaran Sungai Ciliwung.

Kondisi yang semakin parah membuat Sungai Ciliwung tidak mampu menjalankan fungsi dengan baik. Tak hayal setiap musim penghujan banjir kian menghampiri warga Jakarta. Terutama bagi mereka yang tinggal dibantaran Sungai Ciliwung. Bahkan, luas genangan banjir dari tahun ke tahun kian meluas. Pada tahun 2007 saja tercatat banjir telah mengenangi hingga 70% meter persegi wilayah Jakarta. Padahal pada tahun 2002 luas wilayah jakarta yang tergenang banjir baru sekitar 24% meter persegi. Perbedaan luas genangan banjir yang mencolok menggambarkan potret Jakarta yang kian memprihatinkan dari tahun ke tahun.

Banjir di Jakarta yang terus meluas memang dampak langsung dari kerusakan Sungai Ciliwung yang kian parah. Namun, semakin sedikitnya lahan hijau juga ikut menyumbang terjadinya banjir. Pasalnya, lahan hijau mampu menyerap air hujan yang jatuh ke tanah. Dengan semakin sedikitnya lahan resapan maka air hujan yang jatuh hanya sebagian kecil saja yang terserap ke dalam tanah dan sisanya melimpah ke permukaan. Data dari Departemen Pekerjaan Umum (PU), dari setiap 100 mm air hujan yang jatuh di Jakarta, sekitar 40 mm terserap ke dalam tanah. Air limpasan 60 mm saja. Kini, yang terserap paling banyak hanya 15 mm alias 15%. Air limpasan pun makin menggila. Berdasarkan Data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menunjukkan, tahun 1985 Jakarta masih memiliki ruang terbuka hijau (RTH) seluas 29%. Angka itu turun menjadi 25% pada 1995. Bahkan, mulai tahun 2000, angka RTH ini terjun bebas hingga tersisa 9,4% saja. Jauh dari kondisi ideal minimum yang 27,5%. Jika kondisi ini terus terjadi bukan tidak mungkin banjir akan terus menghampiri warga Jakarta, bahkan dengan intensitas yang lebih besar.

Banjir terus dirasakan oleh warga Jakarta setiap tahunnya memang tidak hanya disebabkan kerusakan sungai saja. Namun, peran sungai sebagai pengendali banjir tetap menjadi hal yang utama. Hal itu tidak terlepas dari fungsi sungai dalam mengalirkan air dari hulu menuju muara sungai. Sumbatan sedikit saja pada aliran sungai membuat banjir di suatu daerah tidak terelakan lagi.

Perhatian khusus terhadap sungai memang harus ditingkatkan terutama bagi sungai-sungai besar di Jakarta. Salah satu yang perlu mendapat perhatian ialah Sungai Ciliwung yang merupakan urat nadi Jakarta. Namun, untuk menangani kerusakan yang ada, sebelumnya kita perlu melihat dahulu masalah yang dihadapi Sungai Ciliwung. Hal itu bertujuan agar penanganan yang dilakukan tepat sasaran.

Kerusakan Sungai Ciliwung memang kian memprihatinkan. Hal itu tampak dari penjabaran permasalahan pada Tabel1. Ada dua hal yang menjadi pokok masalah dari kerusakan sungai yang menjadi urat nadi Jakarta tersebut. Kedua permasalahan yang dihadapi meliputi faktor manusia dan faktor alam. Dimana masing-masing memiliki penjabaran dan ciri khas masing-masing.

Masalah yang muncul

Permasalahan mengenai kerusakan sungai karena faktor manusia memang bukan hal baru di Indonesia. Pasalnya, sebagaian besar sungai di Indonesia mengalami masalah sama yang diakibat oleh faktor manusia. Dalam menelaah kerusakan Sungai Ciliwung ada lima hal yang disebabkan oleh faktor manusia. Yang pertama, penyempitan bantaran sungai yang sering terjadi akibat aktivitas manusia. Dalam kasus Sungai Ciliwung penyempitan bantaran sungai lebih disebabkan kemiskinan dan terus bertambahnya pendatang baru yang bermodal nekat.

Kemiskinan yang kian menjerat masyarakat Indonesia memang tidak bisa dihindarkan. Hal itu tampak dari pendapatan perkapita masyarakatnya yang masih sangat rendah. Sedangkan, kedatangan kaum urban yang bermodal ke Jakarta hanya menambah permasalahan bagi ibukota. Pasalnya, mereka memiliki kecenderungan untuk hidup seenaknya. Dengan menduduki lahan kosong, kebudayaan daerah yang tidak cocok, dan ketidaktertiban dalam segala hal yang ikut menyumbang kerusakan Sungai Ciliwung.

Hal kedua yang kian menjerumuskan urat nadi dalam titik-titik kehancuran ialah sampah. Kesadaran yang kurang akan kebersihan sungai menjadi bagian dari kerusakan sejumlah sungai terutama bagi Sungsi Ciliwung. Sungai yang dengan penjang sekitar 60 kilometer ini kondisinya kian memprihatinkan. Sampah yang menggenang menyumbat aliran Sungai Ciliwung mengakibatkan banjir tidak dapat lagi terelakkan.
Keberadaan sampah seharusnya tidak menjadi masalah jika dikelola dengan baik dan masyarakatnya tertib dalam membuang sampah. Hal itu perlu penyadaran dari pemerintah provinsi D.K.I. Jakarta dengan memberdayakan masyarakat. Selain itu, penggalakan Prokasih (Program Kali Bersih) harus terus dilakukan guna menjaga kebersihan sungai dari sampah.

Permukiman kumuh kian menambah deretan panjang permasalahan sosial di kota-kota besar di Indonesia. Di Jakarta permukiman kumuh tidak hanya merusak pemandangan kota tetapi juga ikut merusak kesehatan sungai. Dengan panjang sekitar 60 kilometer bantaran Sungai Ciliwung telah dipenuhi permukiman kumuh. Hal itu mendorong penyempitan badan sungai. Dampak yang ditimbulkan secara langsung ialah daya tampung dari Sungai Ciliwung dalam mengalirkan air semakin berkurang.

Sebagai urat nadi penyempitan badan sungai bisa berakibat fatal bagi perkembangan drainase di Jakarta. Hal itu jelas akan mendorong terjadinya banjir ketika musim penghujan. Selain itu, dampak sosial lain yang ditimbulkan seperti menurunnya kualitas hidup masyarakat bantaran kali, banyak penyakit yang kapan saja bisa mengacam, dan risiko terseret aliran Sungai Ciliwung ketika meluap kian membayangi masyarakat.

Hal keempat yang menjadi masalah bagi Sungai Ciliwung ialah pencemaran yang terus terjadi. Kematian biota di Sungai Ciliwung menjadi dampak langsung akibat pencemaran. Kerusakan biota di sungai juga menjadi masalah yang dihadapi. Pasalnya, kondisi tersebut mengancam keberlangsungan dan kelestarian dari suatu ekosistem yang ada di dalamnya. Perlu adanya tindakan tegas dari pemda dalam mencegah pencemaran kian meluas. Saat ini memang hampir semua sungai di Jakarta telah tercemar limbah berbahaya tidak terkecuali Sungai Ciliwung.

Melihat kondisi yang kian memprihatinkan dibutuhkan kesinergisitasan antara pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat dalam menanggulai masalah yang terjadi. Kelestarian Sungai Ciliwung sebagai urat badi harus terus diperhatikan. Jangan sampai kehancuran Jakarta akibat matinya urat nadi terjadi di masa mendatang.

Faktor utama yang kedua ikut menyumbang masalah bagi kesehatan Sungai Ciliwung ialah faktor alam. Dimana faktor ini dibagi menjadi dua bagian yaitu kerusakan akibat pendangkalan sungai dan intensitas curah hujan yang tinggi. Kedua hal tersebut memang diluar kehendak manusia tetapi permasalahan tersebut perlu dikenali dan dicari jalan keluarnya.

Faktor alam ikut menjadi masalah bagi Sungai Ciliwung, dimana permasalahan yang ditimbulkan biasanya bersifat perlahan tapi pasti. Dimana dibutuhkan penanganan yang serius dan berkesinambungan sehingga dampaknya bisa dikurangi atau dicegah. Dalam menelaah permasalahan yang timbulkan akibat faktor alam diperlukan kesigapan segenap warga Jakarta. Pasalnya, kerusakan yang timbulkan bisa terjadi tiba-tiba dan bisa mengancam keselamatan manusia.

Hal pertama yang menyumbang kerusakan Sungai Ciliwung dari faktor alam ialah pendangkalan sungai. Pendangkalan sungai biasanya terjadi pada wilayah hilir sungai atau muara sungai. Hal itu disebabkan derasnya aliran air yang mampu mengikis batuan dan tanah yang dilewatinya. Yang kemudian menimbulkan endapan bagi wilayah hilir atau muara sungai. Kondisi tersebut membuat fungsi dari sungai mengalami penurunan akibat endapan. Jika hal ini terus berlangsung tanpa adanya penanganan dapat banjir akan melanda setiap musim penghujan.

Pengendapan pada sungai akan berlangsung terus menerus tanpa bisa dihentikan. Namun, penanganan dapat dilakukan dengan melakukan pengerukan sungai yang dilakukan secara berkala. Program ini bisa menjadi andalan dalam memahami masalah yang di hadapi Sungai Ciliwung akibat faktor alam.

Kedua, masalah dari faktor alam ialah intensitas curah hujan yang terjadi di Jakarta. Biasanya pada bulan Januari dan Februari Jakarta mengalami kenaikan intensitas curah hujan yang sangat signifikan. Pasalnya, pada bulan tersebut puncak musim penghujan terjadi. Dari tahun ketahun curah hujan di Jakarta pada kedua bulan tersebut memang mengalami kecenderungan meningkat. Hal itu tidak terlepas akibat perubahan iklim karena pemanasan global. Kondisi tersebut jelas tidak menguntungkan Jakarta karena berada di dataran rendah. Yang menyebabkan rentan terhadap banjir tahunan.

Intensitas curah hujan memang tidak berhubungan langsung terhadap kerusakan Sungai Ciliwung. Pasalnya, kerusakan akibat faktor ini terjadi jika kondisi cuaca sangat buruk, seperti curuh hujan yang sangat tinggi. Dengan cuaca buruk menandakan hujan akan sering terjadi dengan berbagai macam intensitasnya. Intensitas hujan yang relatif tinggi akan mendorong aliran air yang sangat kencang. Kecepatan air yang tinggi dengan volume air yang besar inilah yang bisa merusak sekaligus membahayakan. Pada kecepatan air yang kencang dapat membuat tanggul jebol, rusaknya sejumlah bantaran kali, dan pengikisan akan batuan semakin sering terjadi. Seiring perjalanan waktu bencana banjir yang disertai arus yang cukup kencang bisa saja terjadi di Jakarta. Untuk itu, upaya antisipasi harus terus dilakukan dengan tetap menjaga kesehatan sungai terutama Sungai Ciliwung yang menjadi urat nadi Jakarta.

Pembenahan Sungai Ciliwung

Pembahasan mengenai berbagai masalah yang dihadapi Sungai Ciliwung diharapkan dapat membuka kesadaran akan pentingnya perawatan dan pemeliharaan sungai. Dimana faktor besar dari kerusakan sungai ialah faktor manusia dan alam. Keduanya menjadi bagian yang terus mengancam kesehatan Sungai Ciliwung jika tidak ada pembenahan secara serius dari pemda dan masyarakat.

Keberadaan Sungai Ciliwung yang kian penting mendesak pemda dan masyarakat untuk proaktif dalam pengananannya. Dimana penanganan dapat dilakukan dengan, yaitu perawatan dan pemeliharaan Sungai Ciliwung. Komponen tersebut merupakan bagian penting dalam melestarikan Sungai Ciliwung. Yang harus dilakukan secara berkelanjutan dan bersama-sama. Keberhasilan yang bisa dicapai dari pembenahan Sungai Ciliwung akan memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat Jakarta.

Dalam melakukan perawatan dan pemeliharaan ada lima hal yang perlu diperhatikan, seperti yang tampak pada Tabel 2. Kelimanya merupakan bagian pemecahan masalah yang telah dijabarkan pada Tabel 1. Yang diharapkan mampu memperbaiki fungsi dari Sungai Ciliwung.

Penegakan peraturan mengenai kebersihan sungai menjadi poin pertama yang perlu diperhatikan. Dimana tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan menjadi awal dari keberhasilan kelestarian sungai. Saat ini peraturan mengenai kebersihan sungai telah ada tapi penerapannya yang kurang. Dimana membutuhkan ketegasan dari pemda dalam menerapkan peraturan tersebut.

Ketegasan pemda dalam menindak pelanggaran terhadap sungai seharus bersifat proaktif dan menyeluruh. Baik yang menyangkut perorangan maupun perusahaan yang ada di Jakarta. Pelanggaran yang biasanya menyangkut individu seperti membuang sampah ke sungai, bangunan liar di bantaran sungai, dan membuang limbah rumah tangga ke sungai. Sedangkan, pelanggaran yang menyangkut perusahaan menyangkut pencemaran air sungai terutama dibagian hilir. Kenakalan yang biasa dilakukan perusahaan ialah membuang limbah berbahaya ke sungai. Hal itu jelas merugikan karena dapat merusak ekosistem yang ada di sungai. Untuk itu, ketegasan pemda dalam menindak setiap pelanggaran akan ikut menentukan kelestarian Sungai Ciliwung.

Penggerakan program pemeliharaan sungai secara berkala menjadi langkah selanjutnya dalam perawatan dan pemeliharaan Sungai Ciliwung. Dapat dilakukan dengan menggalakan prokasih (program kali bersih) yang meliputi, pengerukan dan pengangkutan sampah dari sungai. Selain itu, pemeriksaan terhadap kesiapan dan kesehatan dari tanggul dan pintu air menjadi poin penting dalam penggalakan program pemeliharaan sungai.

Permukiman kumuh disekitar bantaran sungai ikut mendorong terjadinya penyempitan badan sungai. Yang bisa menyebabkan daya tampung sungai menjadi lebih kecil. Untuk mengatasi hal tersebut relokasi permukiman kumuh harus segera dilakukan pemda. Pasalnya, dari tahun ketahun permukiman kumuh dibantaran Sungai Ciliwung kian meningkat. Kondisi demikian jelas mengurangi kinerja dari sungai itu sendiri. Relokasi memang menjadi jalan satu-satunya untuk mengatasi penyempitan badan sungai. Namun, bukan pekerjaan mudah merelokasi warga yang telah terlanjur menetap di bantaran sungai.

Dalam melakukan relokasi pemda D.K.I. Jakarta harus melakukan pendekatan personal terhadap warga bantaran sungai. Mulai dari biaya ganti rugi hingga mencarikan tempat tinggal baru harus dilakukan pemda dengan pola yang halus. Jangan sampai ada tindak kekerasan karena hanya akan menambah permasalahan baru.

Hal keempat yang perlu diperhatikan mengenai pemeriksaan komponen sungai yang harus dilakukan secara berkala. Hal itu bertujuan untuk menjaga kesehatan dari sungai sehingga mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Beberapa komponen yang perlu mendapat perhatian, seperti pemeliharaan tanggul, pintu air dan hal-hal penunjang lainnya.

Keberadaan fasilitas yang menunjang bagi sungai ikut menentukan kemampuan dan daya tampungnya. Untuk itu, kesehatan dari komponen yang penunjang juga ikut menentukan kesehatan Sungai. Ciliwung dengan panjang sekitar 60 kilometer memiliki banyak komponen penunjangnya. Oleh karena itu, kerusakan pada salah satu penunjang saja bisa berakibat fatal. Hal yang bisa terjadi, seperti banjir dengan skala yang lebih besar, dan kerusakan harta benda warga. Untuk pola pemerikasan komponen sungai menjadi bagian dari upaya dalam meningkatkan kesehatan sungai.

Setelah upaya teknis dilakukan, untuk meningkatkan fungsi dan kesehatan Sungai Ciliwung dilakukan juga upaya non teknis. Upaya yang bisa dilakukan ialah memasang slogan-slogan persuasif untuk meningkatkan kepedulian warga Jakarta terhadap kebersihan Sungai Ciliwung. Pelestarian sungai dengan cara non teknis ini diharapkan bisa menggugah psikologis warga untuk peduli terhadap kesehatan sungai.

Permasalahan yang menghampiri Sungai Ciliwung bukan hal yang baru. Pasalnya, kerusakan yang kian meningkat dari tahun ketahun seolah menjadi bukti kerusakan urat nadi Jakarta. Banjir yang merendam Jakarta merupakan bukti kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara kebersihan sungai. Padahal sungai menjadi salah satu pengendali banjir yang terbilang memiliki peran yang sangat besar.

Kerusakan Sungai Ciliwung memang telah terjadi selama bertahun-tahun. Hal itu tampak dari pemaparan mengenai permasalahan yang menimpa Ciliwung. Ketika zaman kolonial Sungai Ciliwung memiliki daya tampung yang besar tetapi seiring perjalanan waktu fungsinya kian menurun. Fenomena ini tidak terlepas dari masalah yang telah dipaparkan di atas.

Melalui pemaparan yang telah dilakukan diharapkan ada upaya dari pemerintah daerah, masyarakat, dan pembaca naskah ini, untuk terlibat dalam pelestarian sungai. Mulailah dengan hal kecil terlebih dahulu dengan tidak membuang sampah ke sungai, terlibat aktif dalam setiap kegiatan seperti prokasih. Dengan kesadaran kecil dari masyarakat diharapkan akan timbul kesadaran besar yang mampu menggerakkan kepedulian yang lebih besar terhadap sungai terutama bagi Sungai Ciliwung.

Bagi pemda Jakarta diharapkan pembenahan terhadap sungai-sungai di Jakarta harus terus dilakukan. Dimana pemda dituntut untuk melaksanakan pembenahan seperti yang telah dipaparkan pada Tabel 2. Dengan terciptanya kerjasama yang berkesinambungan antara pemerintah daerah dan masyarakat Jakarta, diharapkan kerusakan sungai tidak perlu terus terjadi. Kebersamaan dalam menjaga kelestarian Sungai Ciliwung merupakan upaya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di masa sekarang dan yang akan datang.

Selasa, 03 Maret 2009

Yang Berkualitas Bertahan

Kian gencarnya promosi yang dilakukan PTN menjadi ancaman bagi PTS dalam menarik mahasiswa baru ditahun ajaran mendatang. Fenomena tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian besar PTS dalam menjaring calon mahasiswanya. Namun, ketakutan tersebut dapat di atasi jika PTS memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan PTN. Yang terpenting kualitas pendidikan perlu terus dijaga dan ditingkatkan.
Semakin ketatnya persaingan antara PTN dan PTS menggambarkan pendidikan di Indonesia sudah mulai menjadi lahan bisnis. Apalagi dengan mulai diterapkannya UU BHP pada setiap perguruan tinggi. Yang membuat masing-masing PT melakukan promosi besar-besaran dalam upaya menjaring mahasiswa baru sebanyak-banyaknya.
Melihat kondisi tersebut memang PTS-lah yang akan dirugikan. Pasalnya, PTS masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar siswa siswi SMA. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan kerja keras dari PTS dengan meningkatkan kualitas pendidikan agar dapat bersaing menarik mahasiswa baru.
Dalam meningkatkan kualitas pendidikannya, beberapa hal yang bisa dilakukan PTS ialah dengan meningkatkan kualitas pengajar, fasilitas yang memadai, akses pedidikan yang mudah dijangkau, dan kualitas kurikulum pengajaran. Keempat poin tersebut merupakan hal utama yang perlu diperhatikan PTS dalam menarik minat calon mahasiswa. Sebab tanpa adanya peningkatan kualitas PTS akan terus tergerus oleh kemajuan PTN dalam berpromosi.
Untuk itu, PTS harus mulai mempersiapkan dirinya untuk terus meningkatkan pendidikan. Jika tidak, mau tidak mau akan tertindas dan mati sebab hanya yang berkualitas sajalah yang mampu bertahan ditengah persaingan perebutan mahasiswa yang semakin ketat.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UGM, Yogyakarta

Minggu, 01 Maret 2009

Tidak Ada Kata Terlambat

Pemerintah harus mulai menggali potensi diperbatasan dengan meningkatkan pembangunan dan memperketat penjagaan di wilayah perbatasan. Hal itu harus dimulai dari sekarang dan tidak ada kata terlambat untuk mulai menggali, mengelola, dan menjaga wilayah perbatasan NKRI.

Fenomena kemiskinan, pencurian, penyelundupan, dan perdagangan gelap kerap kali mewarnai perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. Kurangnya perhatian dari pemerintah Indonesia dalam menjaga perbatasan menjadi alasan utama sering terjadinya peristiwa tersebut. Dimana pemerintah hanya terfokus pada pembangunan kota dan melupakan daerah perbatasan. Padahal kemampuan suatu negara dalam menjaga perbatasan merupakan gambaran dari kedaulatan suatu negara.

Akibat kondisi tersebut setiap tahun pemerintah Indonesia harus dirugikan hingga milliaran rupiah. Sebagai contoh, penyelundupan kayu ke Malaysia, pencurian hasil laut Indonesia oleh kapal asing, dan maraknya sindikat perdagangan perempuan Indonesia ke negara tetangga. Selain itu, kemiskinan juga kerap kali menjadi gambaran warga perbatasan. Minimnya pembangunan infrastruktur membuat daerah mereka terisolir dan kesejahteraan pun kian menurun.

Dibutuhkan peran pemerintah dalam membangun daerah perbatasan dan meningkatkan pengamanan disetiap perbatasan. Hal itu bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat perbatasan dan menjaga keutuhan NKRI. Jangan sampai kasus Sipadan-Legitan kembali terulang. Dimana Indonesia harus merelakan wilayahnya diambil oleh Malaysia. Tidak ada kata terlambat bagi pemerintah untuk mulai memperhatikan wilayah perbatasan, baik darat, laut maupun udaranya.
Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu langkah bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Dengan melakukan pembangunan jalan umum, transportasi, dan sarana komunikasi. Namun, dibutuhkan perencanaan dan pelaksanaan yang matang dalam merealisasikannya. Langkah ini hanya merupakan upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di perbatasan darat.

Sedangkan, dalam meningkatkan pengamanan perbatasan dapat dilakukan pada ketiga wilayah, yaitu darat, udara, dan laut. Dimana militer menjadi ujung tombak dalam menjaga keutuhan Indonesia. Peningkatan penjagaan perbatasan dapat dilakukan dengan menambah personel militer yang menjaga perbatasan, meningkatkan teknologi persenjataan, membeli dan memproduksi persenjataan, dan meningkatkan kualitas dari personel militer.

Peningkatan penjagaan wilayah perbatasan merupakan tugas pemerintah dalam menjaga keutuhan wilayah Nusantara. Agar kekayaan alam Indonesia dapat sepenuhnya dimanfaat bagi kepentingan rakyat Indonesia. Seperti kekayaan laut yang melimpah ruah, hutan yang membentang luas, dan kedaulatan RI dapat di jaga seiring penjagaan perbatasan yang kian meningkat. Yang akhirnya bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya.

Dengan menggambungkan unsur pembangunan dan penjagaan perbatasan merupakan salah satu langkah memperhatikan wilayah perbatasan. Namun, yang perlu diperhatikan saat ini ialah realisasinya di lapangan. Untuk itu, dibutuhkan master plan yang bisa menggambarkan pencapaian yang harus dicapai pada periode tertentu. Periode waktu tersebut bisa dibagi ke dalam tiga sesi, jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

Dengan adanya upaya tersebut diharapkan kemiskinan, penyelundupan, pencurian, dan perdagangan gelap tidak lagi mewarnai wilayah perbatasan Indonesia. Yang akhirnya bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat perbatasan dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UGM, Yogyakarta