Senin, 15 Juni 2009

Belajar Berdemokrasi dari Amerika

Diterbitkan Harian Jogja
Selasa, 9 Juni 2009

Pesta demokrasi semakin dekat, dimana pada 8 Juli nanti akan diselenggarakan pemilu untuk menentukan presiden dan wakil presiden periode 2009-2014. Dimana dengan ditentukannya masa kampanye oleh KPU berarti genderang persaingan telah ditabuhkan. Sejak saat itu, ketiga pasangan capres dan cawapres kian sibuk dengan strategi dan persiapan kampanye guna menarik dukungan rakyat.

Perebutan RI-1 yang kian memanas membuat saling sikut antar pasangan capres dan cawapres tidak terelakan lagi. Dimana masing-masing pasangan akan mempromosikan programnya dan mengkritik program pesaingnya. Kondisi ini tidak jarang menimbulkan gesekan antar pasangan capres dan cawapres. Dalam mengatasi permasalahan tersebut Indonesia harus belajar dari penyelenggaraan pesta demokrasi di Amerika.

Beberapa bulan lalu, Amerika Serikat telah menyelenggara gelaran pesta demokrasi yang menobatkan Barrack Obama sebagai presiden. Dalam persaingan perebutan kursi keprsidenan Barrack Obama dan Mc. Cainn saling serang satu sama lain. Hal itu tampak dalam dialog terbuka yang melibatkan keduanya dan seorang moderator. Dimana Obama dengan dukungan partai demokrat berusaha meningkatkan peran pemerintahan, dengan memotong pajak bagi masyarakat kecil. Sedangkan, lawan politiknya mengemukakan pendapat yang berbeda, Mc Cainn berjuang agar pajak korporasi di turunkan agar produksi meningkat.

Dengan berbagai janji yang dilontarkan keduanya saling menjatuhkan lawan politiknya. Hal yang berkesan dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di Amerika Serikat, yaitu ketika waktu pemungutan suara. Ketika mengetahui presiden yang terpilih Barrack Obama, Mc Cainn mengucapkan pertama kali selama kepada Obama. Dalam pidato pertamanya setelah pemilu diselenggarakan keduanya saling memuji satu sama lain. Sungguh pelajaran yang perlu dipetik Indonesia, dimana profesionalitasan sangat dijunjung tinggi. Dimana persaingan hanya terjadi ketika kampanye dan setelah kampanye semua kembali baik-baik saja.

Dalam membangun suatu demokrasi yang bersih, dan sehat sikap professional memang harus dijunjung tinggi. Dimana persaingan hanya terjadi dalam politik atau saat kampanye saja bukan mengarah kehal yang lain. Dengan cara ini demokrasi di Indonesia dapat menuju keranah yang lebih tinggi. Selain itu, kampanye yang santun dan mencerdaskan harus dijunjung tinggi. Melalui cara-cara kampanye yang anggun dan berdaya saing.

Menilik kembali Amerika Serikat, dalam penyelenggaraan kampanye Obama dan Mc Cainn melakukan dialog bersama. Di dalam sebuah ruangan masing-masing memaparkan program yang ditawarkan, dan dialog dengan peserta kampanye. Dengan pola semacam ini kultur intelektual terbangun dengan penyajian yang memesona setiap mata yang memandang.

Indonesia harus kembali belajar dari Amerika, dimana pengerahan masa bukan merupakan kampanye yang santun dan mencerdaskan. Pasalnya, akan banyak kerugian yang ditimbulkan, mulai dari kemacetan, polusi udara, kebisingan, hingga pertikaian antar masa pendukung. Maka, sudah saatnya elit politik Indonesia sadar bahwa kampanye harus dilakukan dengan santun dan menjunjung tinggi intelektualitas.

Dengan kampanye yang santun dan menjunjung tinggi inteletualitas diharapkan penyelenggaraan Pilpres yang bersih dan jurdil masih bisa tercapai. Dengan ikut melaksanakan peranannya masing-masing dengan baik, serta ikut menjaga situasi politik yang kondusif. Akhirnya, bisa memberikan kepuasan tertinggi atas pemilihan presiden yang akan diselenggarakan beberapa waktu lagi

Selain itu, dengan menjunjung sikap professionalitas dalam kampanye, penyelenggaraan pilpres kali akan benar-benat manjadi awal kebangkitan Indonesia menuju demokrasi yang bersih dan berdaya saing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar