Selasa, 02 Maret 2010

Tidak Tercapainya Idealisme Pendidikan


Penjiplakan karya ilmiah yang terungkap beberapa waktu lalu mencoreng citra pendidikan di tanah air. Pendidikan yang seharusnya menjadi pembentukan karakter, kualitas, dan pengembangan diri, kini menjadi ajang formalitas demi memeroleh gelar. Akibatnya, esensi pendidikan yang sesungguhnya tidak tercapai, dan hanya melahirkan sarjana-sarjana palsu yang miskin ilmu.

Maraknya aksi penjiplakan karya ilmiah menjadi tamparan keras bagi penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Pasalnya, pendidikan yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam peningkatan kualitas SDA, berubah menjadi wadah kejahatan intelektual. Rendahnya kesadaran moral atas hak atas kekayaan intelektual (HAKI) ditengarai menjadi penyebab maraknya kejahatan ini dilakukan. Selain itu, kurangnya pengawasan pemerintah atas kekayaan intelektual mendorong aksi kejahatan intelektual merebak di Indonesia.

Akibat maraknya penjiplakan karya ilmiah, pendidikan di Indonesia seakan kehilangan muka di mata dunia. Sebab pendidikan yang seharusnya memunculkan generasi pembaharu yang inovatif, kreatif, dan berkarakter. Kini hanya tinggal kenangan dan melahirkan penjahat-penjahat intelektual yang professional. Berbagai pemberitaan di media massa yang marak belakangan ini menunjukkan kebobrokan sistem pendidikan di negeri ini. Maka, tak heran apabila esensi pendidikan hilang digantikan gelar sarjana dan popularitas intelektual yang kosong.

Keadaan ini jika dibiarkan begitu saja, akan mencetak kaum intelektualitas yang bergelar tetapi miskin ilmu. Sungguh ironi, kejadian memalukan semacam ini terjadi di negara yang sangat menjunjung Pancasila dan harga diri. Tak hayal citra buruk pun mewarnai penyelenggaraan pendidikan di tanah air yang membutuhkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.

Pada dasarnya esensi pendidikan bertumpu pada proses pengajaran, penempaan, dan pembinaan yang bersifat berkesinambungan. Artinya, melalui pendidikan diharapkan muncul manusia yang bermartabat, berkarakter, dan berbudaya dengan menjunjung tinggi hak atas kekayaan intelektual. Melalui pengertian di atas seharusnya aksi penjiplakan karya ilmiah tidak seharusnya terjadi. Pasalnya, pendidikan yang ideal harus menyentuh proses, bukan hanya bertumpu pada hasil demi mencapai gelar yang prestisius.

Kesalahan menciptakan paradigma pendidikan di negeri ini dirasa menjadi motor penggerak aksi kejahatan intelektual marak. Hal ini jelas tidak terlepas dari sistem pendidikan dan kurikulum yang telah disusun oleh departemen pendidikan. Pasalnya, sistem yang ada menuntut pelajar untuk mengutamakan hasil daripada proses pembelajaran itu sendiri. Lihat saja yang terjadi pada ujian nasional, dimana kesuksesan seorang siswa hanya ditentukan dalam waktu beberapa hari saja. Artinya, kegiatan belajar mengajar selama bertahun-tahun sebelumnya tidak diperhitungan. Mengingat hanya hasil ujian nasional saja yang menjadi syarat mutlak kelulusan seorang siswa.

Dengan mekanisme demikian, tidak akan menciptakan insentif bagi pelajar untuk menjunjung tinggi proses. Maka, tak heran jika perilaku pelajar hanya tertuju pada hasil ujian nasional saja. Sayangnya, sistem ini seakan meresap dan mendarah daging sehingga terbawa hingga keperguruan tinggi. Aksi penjiplakan menjadi bukti dari pengutamaan hasil daripada proses pembelajaran. Dimana prosesn pembentukan karakter pelajar yang salah telah dimulai sejak sekolah dasar sehingga sulit dilepaskan. Akhirnya, jalan pintas pun ditempuh ketika peserta didik memasuki perguruan tinggi.

Sistem pendidikan memang menentukan keberhasilan sebuah bangsa dalam mencapai pembangunan ekonominya. Penerapan sistem yang salah hanya akan menciptakan lulusan yang berkualitas semu. Hal itulah yang dirasakan bangsa ini sejak bertahun-tahun. Kini terkuaknya aksi plagiarisme karya ilmiah seakan pemerintah baru terusik membenahi sistem yang telah ada. Sikap semacam ini hanya akan sia-sia jika tidak dilakukan secara berkesinambungan.

Dengan melihat kejadian plagiarisme yang terjadi di berbagai penjuru tanah air, menggambarkan bahwa pembenahan sistem pendidikan harus dilakukan pemerintah secara menyuluruh. Dimana tugas pemerintah ialah mengembalikan esensi dan idealisme pendidikan di negeri ini. Pemusatan pada proses pembelajaran harus ditekankan agar pelajar termotivasi untuk bekerja keras dalam menimba ilmu sehingga aksi plagiarisme dapat dihilangkan dari dunia pendidikan di Indonesia.

Felix Wisnu Handoyo

Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM

Yogyakarta

Senin, 22 Februari 2010

Perlu Adanya Pemerataan Akses Pendidikan

Dimuat Harian Seputar Indonesia
Thursday, 18 February 2010

INDONESIA sebagai negara dengan penduduk mencapai 240 juta jiwa,terus mengupayakan pemerataan akses pendidikan. Kendati cita-cita tersebut telah tertuang dalam Batang Tubuh UUD 1945, diamanatkan pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara seperti tertuang dalam Pasal 28 B ayat (1) dan Pasal 31 Ayat (1).

Hingga saat ini cita-cita tersebut belum mampu diwujudkan Pemerintah Indonesia.Pasalnya, banyak kendala teknis yang sulit diwujudkan hingga saat ini. Kendala atau hambatan tersebut terdiri dari tiga permasalahan pokok. Pertama, keterbatasan tenaga pengajar dalam instansi pendidikan.

Hal itu tampak dari perbandingan jumlah guru dan anak didik yang tidak sepadan.Selain itu,kesejahteraan guru yang minim ikut mendorong enggannya seseorang menjadi tenaga pengajar. Kedua,anggaran pendidikan di Indonesia yang relatif terbilang masih rendah.Kendati sejak beberapa tahun yang lalu anggaran pendidikan telah dinaikkan hingga 20% dari APBN.

Namun demikian,angka tersebut masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia seperti Amerika Serikat,Jerman,Jepang,dan Singapura. Ketiga,rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi masa depan.Kelemahan semacam ini sering terjadi di negara berkembang.

Pasalnya,kebutuhan yang menjadi prioritas penduduk di negara berkembang adalah kebutuhan saat ini.Artinya,pendidikan yang sifatnya jangka panjang tidak akan tersentuh mengingat pendapatan per kapita yang terbilang kecil pula. Ketiga permasalahan tersebut harus segera di atasi mengingat persaingan di dunia global semakin ketat.Maka,mau tidak mau pemerataan akses pendidikan perlu dipercepat pelaksanaannya.

Pasalnya, hanya dengan pendidikan keunggulan kompetitif bangsa dapat tercapai.Apalagi perdagangan bebas mulai diberlakukan di wilayah ASEAN dengan China. Untuk bersaing di kancah dunia,pemerintah harus benar-benar memprioritaskan pendidikan. Sebab, hanya pendidikan yang mampu meningkatkan kapasitas masyarakat atas penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Demi mewujudkan cita-cita tersebut ada beberapa langkah yang dapat ditempuh. Pertama, perlu ada upaya kaderisasi guna menciptakan tenaga pengajar yang profesional dan berkualitas. Hal ini perlu didukung dengan peningkatan kesejahteraan tenaga pengajar. Kedua, pendidikan harus diprioritaskan melalui peningkatan anggaran, guna membangun sarana dan prasarana penunjang.

Selain itu, pemberlakuan sekolah gratis dan program wajib belajar bisa mengupayakan pemerataan akses pendidikan di Tanah Air. Ketiga, perlu ada sosialisasi terhadap masyarakat akan pentingnya pendidikan. Upaya ini tidak lain untuk mendorong kepedulian masyarakat guna mendukung program-program pendidikan.

Dengan langkah-langkah demikian diharapkan segenap masyarakat Indonesia dapat merasakan nikmatnya pendidikan yang akan tertuang melalui penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan.Dan melalui pendidikanlah investasi sumber daya manusia dapat benar-benar efektif kendati sifatnya jangka panjang.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
UGM, Yogyakarta

Senin, 01 Februari 2010

Perlu Adanya Pematangan Konsep dan Realisasinya

Dimuat Harian Seputar Indonesia
Jumat, 29 Januari 2010

Pemerintahan periode 2009-2010 telah memasuki seratus hari pertamanya, yang jatuh pada hari Kamis, 28 Januari 2010. Tidak banyak perubahan dan kemajuan setidaknya itu yang dirasakan masyarakat sejak pemerintahan yang baru terbentuk. Selain itu, belum tuntasnya penyelesaian kasus Century menjadi catatan penting bagi kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II. Padahal masyarakat telah menaruh harapan besar bagi pemerintahan yang baru tersebut.

Kekecewaan mungkin akan mewarnai evaluasi seratus hari pemerintahan, pasalnya belum banyak manfaat yang dirasakan masyarakat. Terlebih penyelesaian skandal Century pun masih berlarut-larut dan kecenderungan menggangu jalannya pemerintahan. Yang perlu disadari saat ini ialah perlu dimatangkan kembali konsep dan realisasi dari program tersebut.

Kendati evaluasi seratus hari pemerintahan akan diwarnai dengan aksi demonstrasi besar-besaran, hal ini harus ditanggapi secara bijak oleh pemerintah. Situasi ini seharusnya menjadi pemicu bagi pemerintahan yang baru agar lebih bekerja keras dalam menjalankan programnya. Dan pematangan konsep untuk lima tahun mendatang harus menjadi prioritas utama, sebelum beranjak kearah realisasi.

Pada dasarnya seratus hari kerja pemerintahan merupakan waktu bagi presiden dan jajarannya untuk membangun sebuah blue print guna mencapai target yang telah ditetapkan selama periode kekuasaannya. Artinya, seratus hari kerja bukan merupakan ringkasan kerja dari periode pemerintahan selama berkuasa. Melainkan waktu yang diberikan bagi pemerintah untuk menyusun kerangka kerja dalam pencapaian hingga lima tahun mendatang.

Ditengah gejolak politik dalam negeri yang cenderung tidak stabil, evaluasi seratus kinerja pemerintahan perlu dipahami secara mendetail. Pasalnya, informasi yang setengah-setengah hanya akan menimbulkan gejolak dalam perpolitikan Indonesia. Perlu diakui memang Kabinet Indonesia Bersatu II belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Namun, hal ini tidak lantas menjadi alasan bagi masyarakat meluapkan kekecewaan dengan aksi demonstrasi yang berlebihan. Justru masyarakat seharusnya mendukung pemerintahan yang berjalan agar lebih bekerja keras dalam menjalankan amanat dari konstitusi.

Bagi pemerintah evaluasi kinerja seratus hari, merupakan momentum untuk berbenah diri. Dimana pematangan konsep pemerintahan harus menjadi bagian penting. Hal ini menuntut pemerintah untuk bekerja extra keras agar konsep yang dibuat benar-benar realistis dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi dasar bagi pemerintah dalam membawa Indonesia yang lebih baik di masa mendatang.

Selain itu, evaluasi ini pun menjadi ajang introspeksi pemerintah dalam menjalankan konsepnya. Dimana keberhasilan dalam realiasasi program menjadi tolok ukurnya. Dalam hal ini pemerintah diminta untuk merealisasikan janji dan tujuan yang akan di capainya. Berdasarkan penjelasan di atas, tampak bahwa evaluasi seratus hari bukan ajang unjuk kekuatan, tetapi waktunya bagi masyarakat dan pemerintah untuk saling mendukung realisasi program demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.



Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta


Rabu, 27 Januari 2010

Kolaborasi antara Regulasi yang Tepat dan Kemampuan Menangkap Peluang Bisnis, Kunci Sukses Industri Seluler


Perkembangan dunia telekomunikasi yang semakin gencar tidak terlepas dari keberadaan teknologi yang terus berkembang. Alhasil, pengunaan sarana komunikasi pun terus meningkat intesitasnya. Semula kebutuhan komunikasi hanya terkait dengan pesan singkat dan pembicaraan menggunakan telepon, saat ini kebutuhan itu terus berkembang. Hal itu tampak dari penggunaan layanan jasa broadband yang semakin menjadi bagian hidup masyarakat Indonesia.

Bergesernya pola kehidupan masyarakat dari pertanian, industri hingga ke jasa menandakan bahwa modernisasi semakin lekat. Artinya, kehidupan yang semakin kompleks memaksa masyarakat untuk mengikuti kemajuan teknologi yang ada. Hal ini menjadi peluang besar bagi operator telekomunikasi, dalam menjawab tantangan dan permintaan yang besar akan kebutuhan komunikasi dan informasi.

Kebutuhan yang besar akan telekomunikasi tampak dari semakin meningkatnya kepemilikan telepon genggam, dan pengguna layanan internet. Kondisi ini menjadi peluang besar bagi industri telekomunikasi dalam melebarkan sayapnya. Selain itu, jumlah penduduk yang besar semakin menjadikan bisnis telekomunikasi semakin menarik. Kendati harus berebut pasar dengan dengan operator pesaing lainnya.

Sebagai market yang besar bagi industri telekomunikasi, pemerintah harus mampu menjawab tren yang ada. Regulasi yang tepat dan terarah akan semakin memuluskan langkah ekspansi indutri telekomunikasi. Dimana kualitas layanan yang bagus dan harga yang terjangkau menjadi tolok ukur keberhasilan. Artinya, kemampuan menciptakan regulasi yang mampu mendorong persaingan akan memberikan keuntungan dan kesejahteraan bagi konsumen dan rakyat Indonesia.

Maka, keberhasilan industri telekomunikasi dan seluler di Indonesia tidak terlepas dari regulasi dan kemampuan operator telekomunikasi dalam menangkap peluang bisnis yang ada. Besarnya potensi yang belum tergali menjadi alasan bagi operator untuk mampu meningkatkan kualitas pelayanannya. Selain itu, tarif telekomunikasi yang terjangkau akan menstimulus industri seluler berkembang di Indonesia. Dalam hal ini kesinergisan antara regulasi, operator telekomunikasi, dan industri seluler menjadi kombinasi yang menentukan pelayanan dalam menjawab kebutuhan informasi masyarakat. Hal ini pulalah menjadi peluang bisnis yang bagi sejumlah pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya.

Pemerintah Memegang Peranan Penting

Pemerintah memegang peranan penting dalam menunjang kemajuan dan peningkatan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Sebagai regulator arahan yang tepat dalam membuat kebijakan menjadi kunci keberhasilan investasi di Indonesia. Peranan yang penting tersebut merupakan kendali penuh pemerintah dalam menentukan arah investasi. Hal ini pulalah yang ikut menentukan berkembangnya industri seluler di Indonesia. Dimana kemajuan industri telekomunikasi sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Perubahan struktur dan pola regulasi juga akan berdampak signifikan permintaan akan jasa layanan telekomunikasi. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus dari pemerintah, pasalnya kemajuan operator telekomunikasi juga akan menentukan industri seluler dalam melebarkan sayapnya.

Tantangan berat bagi pemerintah dalam membuat kebijakan tertuang dalam peraturan pemerintah dan undang-undang yang dibuat DPR tentang telekomunikasi. Kedua regulasi tersebut mengatur secara tegas hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan jasa dan tarif telekomunikasi, guna melindungi kepentingan konsumen dan peningkatan kualitas layanan. Disisi lain, kedua regulasi tersebut juga harus mampu memberikan kesempatan bagi penyediaan layanan (operator telekomunikasi) dalam mengembangkan usahanya. Peran ganda inilah yang harus dilakukan pemerintah dalam menciptakan keselarasan diantara operator dan masyarakat sebagai konsumen.

Peningkatan daya saing antar operator dan kualitas pelayanan telekomunikasi menjadi sasaran utama pembentukan regulasi. Hal itu secara jelas tertuang dalam UU NO.36 Tahun 1999 dan PP NO.52/2000 tentang penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Alhasil, regulasi tersebut mendorong persaingan antar operator dalam meningkatkan kualitas layanan dengan harga terjangkau.

Peranan besar pemerintah sebagai regulator memang bukan perkara yang mudah. Mengingat ada dua belah pihak yang harus diperjuangkan, yaitu operator telekomunikasi dan konsumen sebagai penikmat jasa tersebut. Artinya, pemerintah harus menjaga keselarasan antara persaingan industri telekomunikasi dengan peningkatan investasi dibidang tersebut.

Selain itu, kemampuan pemerintah dalam menciptakan regulasi yang kondusif ikut menentukan keberhasilan industri telekomunikasi. Persaingan antar operator yang ketat, tarif telekomunikasi yang terjangkau, dan meningkatnya penggunaa jasa telekomunikasi, mendorong berkembangnya industri seluler. Hal ini mengindikasikan bahwa regulasi yang tepat mampu menciptakan peluang bisnis bagi industri komplemennya.

Dimana peningkatan permintaan dan pengguna jasa telekomunikasi, ikut mendorong kemajuan industri seluler. Hal itu tampak dari berkembangnya tren smart phone yang semakin melekat dihati masyarakat. Selain itu, berbagai inovasi pun dilakukan guna memberikan kepuasan bagi pelanggan dalam menikmati jasa telekomunikasi. Jika dimanfaatkan dengan baik, hal ini merupakan peluang bagi industri seluler sebagai industri komplemen yang diuntungkan, dari peningkatan pelayanan yang diberikan operator telekomunikasi. Dengan semakin, meratanya akses layanan telekomunikasi maka kebutuhan terhadap produk industri seluler akan ikut meningkat pula.

Dengan demikian, peranan sentral dari pemerintah dalam menciptakan sebagai regulator bukan isapan jempol belaka. Pasalnya, keseriusan menciptakan regulasi dalam dunia telekomunikasi akan berbuah manis pula bagi industri lainnya. Hal ini jika dipandang secara ekonomi akan sangat menguntungkan. Dimana investasi akan meningkat dan diikuti peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia.

Menjawab Tantangan Global

Seakan menjadi rantai yang tak pernah putus, tantangan bagi industri seluler pun kian berkembang seiring perkembangan waktu. Tuntutan untuk menciptakan produk murah, berteknologi canggih, dan berkualitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi industri seluler. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk membaca tren yang berkembang. Keadaan yang demikian akan menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi industri seluler, jika mampu mengolahnya.

Kemampuan menjawab tantangan global dalam dunia telekomunikasi pun menjadi bagian yang tidak terelakan. Kebutuhan akan informasi, komunikasi, dan kehidupan yang serba modern, memaksa industri selular untuk terus berinovasi. Selain itu, era kemajuan teknologi pun terus memberikan angin segar dalam menjawab tantangan tersebut. Pasalnya, keinginan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya hanya dengan satu genggaman semakin menarik industri seluler untuk terus berekspansi.

Ditengah isu globalisasi yang semakin marak mendorong persaingan usaha yang semakin ketat. Dimana kemampuan menjawab dan menangkap peluang sekaligus tantangan bisnis menjadi kunci suksesnya industri industri. Selain, efisiensi dan efektivitas dalam produksi, inovasi produk pun menjadi bagian penting bagi kemajuan industri tersebut. Artinya, pergerakan tren yang mengarah kepenyediaan jasa telekomunikasi membutuhkan dukungan perangkat keras (hardware) yang mumpuni. Tantangan inilah yang harus dijawab industri seluler dan memanfaatkannya sebagai peluang bisnis.

Kesigapan industri seluler dalam menangkap tren menjadi kunci keberhasilan dalam meningkatkan penjualan produk. Pasalnya, dengan tingkat persaingan yang semakin ketat diantara produsen seluler keunikan dan inovasi sangat dituntut. Hal ini akan menjadi keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh operator lainnya. Keunikan dan inovasi merupakan bagian dalam menjawab tantangan global dalam membaca tren dan peluang pasar.

Maka, kunci sukses sebuah industri seluler tidak terlepas dari peran pemerintah dan kemampuan menjawab tantangan global. Dimana keselarasan antara regulasi, dan operator telekomunikasi menjadi ujung tombak keberhasilan industri seluler. Saat ini, maraknya produk smart phone dengan harga terjangkau merupakan upaya menjawab tantangan global yang semakin kompetitif. Layaknya sebuah bangunan, industri seluler pun hanya dapat hidup bila pilar penopangnya kokoh, yang tampak dalam regulasi dan layanan operator telekomunikasi yang semakin berkualitas dan terjangkau.



Felix Wisnu Handoyo

Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM


Jumat, 08 Januari 2010

Perlu Kerja Keras dari Pemerintah

Dimuat Harian Seputar Indonesia
Jumat, 8 Januari 2010


PEREKONOMIAN Indonesia tahun 2010 terbilang cukup baik,hal itu memang tidak terlepas dari fundamental ekonomi pada 2009 yang begitu kuat.

Hantaman badai krisis global tidak sampai meluluhlantakkan perekonomian Indonesia kendati pertumbuhan ekonomi terperosok ke angka 4,3%. Sinyal positif inilah yang harus direspons pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian Indonesia di tahun 2010. Selain itu, belum pulihnya perekonomian global atau negara-negara besar dari hantaman krisis keuangan menjadi peluang bagi Indonesia melebarkan sayapnya. Pasalnya, investasi besar-besaran akan mudah masuk ke Indonesia. Artinya, perekonomian Indonesia akan terdorong dan pertumbuhan yang diprediksi 5,5% bisa tercapai atau bahkan lebih dari yang diperkirakan.

Apalagi dukungan nilai kurs,inflasi,dan tingkat suku bunga terus menunjukkan pengaruh positif dalam mendorong investasi. Pada 2010 ini juga diperkirakan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sedang gencar-gencarnya menerbitkan obligasi untuk menutup utang.Kondisi ini seharusnya dimanfaatkan Indonesia untuk mendukung perekonomian dalam negeri. Melihat peluang pertumbuhan yang besar,Pemerintah Indonesia harus sigap dan responsif. Maksudnya, pemerintah harus mulai berbenah diri untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Hal itu bisa dimulai dari pembenahan birokrasi, kepastian hukum, kestabilan politik, dan pembangunan infrastruktur.Komponen-komponen tersebut yang perlu diperhatikan mengingat pengangguran di Indonesia terbilang cukup besar, yaitu per Agustus 2009 mencapai 8,96 juta pengangguran terbuka. Pada dasarnya permasalahan investasi di Indonesia merupakan masalah klasik.Keadaan tersebut sudah terjadi sejak lama, tetapi hingga kini belum ada perubahan yang signifikan.Permasalahan terberat dalam berinvestasi di Indonesia ialah perizinan yang sulit,banyaknya pungutan liar,dan infrastruktur yang tidak memadai.

Penanganan yang tepat dalam menciptakan iklim investasi merupakan kunci keberhasilan Indonesia dalam menapaki tahun 2010.Pada tahun ini bisa dikatakan anugerah apabila pemerintah mau bekerja keras dengan melakukan pembenahan dan penyerapan anggaran pendapatan dan belanja negara secara optimal.Namun, hal itu bisa menjadi bumerang apabila pemerintah Indonesia gagal memanfaatkan peluang tersebut. Pasalnya, pada 2011 diperkirakan negara-negara besar telah pulih.

Artinya, investasi domestik akan hilang karena investor akan menarik dananya besar-besaran dari Indonesia. Maka, kesigapan pemerintah dalam menangani investasi tahun 2010 amat menentukan karena hal tersebut merupakan kunci kesuksesan perekonomian Indonesia di tahun 2011.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM Yogyakarta