Selasa, 02 Maret 2010

Tidak Tercapainya Idealisme Pendidikan


Penjiplakan karya ilmiah yang terungkap beberapa waktu lalu mencoreng citra pendidikan di tanah air. Pendidikan yang seharusnya menjadi pembentukan karakter, kualitas, dan pengembangan diri, kini menjadi ajang formalitas demi memeroleh gelar. Akibatnya, esensi pendidikan yang sesungguhnya tidak tercapai, dan hanya melahirkan sarjana-sarjana palsu yang miskin ilmu.

Maraknya aksi penjiplakan karya ilmiah menjadi tamparan keras bagi penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Pasalnya, pendidikan yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam peningkatan kualitas SDA, berubah menjadi wadah kejahatan intelektual. Rendahnya kesadaran moral atas hak atas kekayaan intelektual (HAKI) ditengarai menjadi penyebab maraknya kejahatan ini dilakukan. Selain itu, kurangnya pengawasan pemerintah atas kekayaan intelektual mendorong aksi kejahatan intelektual merebak di Indonesia.

Akibat maraknya penjiplakan karya ilmiah, pendidikan di Indonesia seakan kehilangan muka di mata dunia. Sebab pendidikan yang seharusnya memunculkan generasi pembaharu yang inovatif, kreatif, dan berkarakter. Kini hanya tinggal kenangan dan melahirkan penjahat-penjahat intelektual yang professional. Berbagai pemberitaan di media massa yang marak belakangan ini menunjukkan kebobrokan sistem pendidikan di negeri ini. Maka, tak heran apabila esensi pendidikan hilang digantikan gelar sarjana dan popularitas intelektual yang kosong.

Keadaan ini jika dibiarkan begitu saja, akan mencetak kaum intelektualitas yang bergelar tetapi miskin ilmu. Sungguh ironi, kejadian memalukan semacam ini terjadi di negara yang sangat menjunjung Pancasila dan harga diri. Tak hayal citra buruk pun mewarnai penyelenggaraan pendidikan di tanah air yang membutuhkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.

Pada dasarnya esensi pendidikan bertumpu pada proses pengajaran, penempaan, dan pembinaan yang bersifat berkesinambungan. Artinya, melalui pendidikan diharapkan muncul manusia yang bermartabat, berkarakter, dan berbudaya dengan menjunjung tinggi hak atas kekayaan intelektual. Melalui pengertian di atas seharusnya aksi penjiplakan karya ilmiah tidak seharusnya terjadi. Pasalnya, pendidikan yang ideal harus menyentuh proses, bukan hanya bertumpu pada hasil demi mencapai gelar yang prestisius.

Kesalahan menciptakan paradigma pendidikan di negeri ini dirasa menjadi motor penggerak aksi kejahatan intelektual marak. Hal ini jelas tidak terlepas dari sistem pendidikan dan kurikulum yang telah disusun oleh departemen pendidikan. Pasalnya, sistem yang ada menuntut pelajar untuk mengutamakan hasil daripada proses pembelajaran itu sendiri. Lihat saja yang terjadi pada ujian nasional, dimana kesuksesan seorang siswa hanya ditentukan dalam waktu beberapa hari saja. Artinya, kegiatan belajar mengajar selama bertahun-tahun sebelumnya tidak diperhitungan. Mengingat hanya hasil ujian nasional saja yang menjadi syarat mutlak kelulusan seorang siswa.

Dengan mekanisme demikian, tidak akan menciptakan insentif bagi pelajar untuk menjunjung tinggi proses. Maka, tak heran jika perilaku pelajar hanya tertuju pada hasil ujian nasional saja. Sayangnya, sistem ini seakan meresap dan mendarah daging sehingga terbawa hingga keperguruan tinggi. Aksi penjiplakan menjadi bukti dari pengutamaan hasil daripada proses pembelajaran. Dimana prosesn pembentukan karakter pelajar yang salah telah dimulai sejak sekolah dasar sehingga sulit dilepaskan. Akhirnya, jalan pintas pun ditempuh ketika peserta didik memasuki perguruan tinggi.

Sistem pendidikan memang menentukan keberhasilan sebuah bangsa dalam mencapai pembangunan ekonominya. Penerapan sistem yang salah hanya akan menciptakan lulusan yang berkualitas semu. Hal itulah yang dirasakan bangsa ini sejak bertahun-tahun. Kini terkuaknya aksi plagiarisme karya ilmiah seakan pemerintah baru terusik membenahi sistem yang telah ada. Sikap semacam ini hanya akan sia-sia jika tidak dilakukan secara berkesinambungan.

Dengan melihat kejadian plagiarisme yang terjadi di berbagai penjuru tanah air, menggambarkan bahwa pembenahan sistem pendidikan harus dilakukan pemerintah secara menyuluruh. Dimana tugas pemerintah ialah mengembalikan esensi dan idealisme pendidikan di negeri ini. Pemusatan pada proses pembelajaran harus ditekankan agar pelajar termotivasi untuk bekerja keras dalam menimba ilmu sehingga aksi plagiarisme dapat dihilangkan dari dunia pendidikan di Indonesia.

Felix Wisnu Handoyo

Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM

Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar