Minggu, 05 April 2009

Upaya Mencegah Janji Palsu

Gelora jual janji dari parpol mulai semakin terasa sejak beberapa minggu lalu, ketika kampanye terbuka mulai di gelar menjelang pemilu legislatif 9 April mendatang. Dalam janjinya setiap parpol mengusung beberapa topic masalah yang akan di atasi ketika terpilih nanti. Adanya yang berjanji menggiatkan pemberantasan korupsi, meningkatkan kesejahteraan petani, menurunkan harga sembako, dan penanganan krisis global. Namun, akankah semua janji yang diutarakan parpol akan dilaksanakan ketika terpilih nanti?

Kecenderungan parpol yang menang dalam pemilu untuk ingkar janji memang terbilang sangat tinggi. Hal itu tampak pada beberapa pemilu sebelumnya, dimana presiden terpilih tidak mampu merealisasikan janjinya sewaktu kampanye. Dimana janji semasa kampanye yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurunkan angka kemiskinan, dan tingkat pengangguran. Hanya berada pada janji manis saja yang tidak pernah direalisasikan. Hingga saat ini rakyat Indonesia jauh dari sejahtera, kemiskinan relatif tetap, dan angka pengangguran cenderung mengalami peningkatan.

Wajar saja dalam pemilu kali ini sikap apatisme masyarakat menjelang pencontrengan 9 april mendatang sangat besar. Pasalnya, mereka menganggap siapapun presidennya taraf hidupnya tidak pernah berubah atau malah cenderung mengalami penurunan. Kondisi yang sangat ironis keadaan ini terjadi di negeri yang kaya akan sumber daya. Dimana kemakmuran hanya sebagai senjata para elite politik untuk dapat memperoleh kekuasaan di negeri ini, tanpa adanya keinginan untuk memajukannya.

Melihat kondisi yang sangat menyedihkan ini masyarakat Indonesia tidak boleh diam saja. Dibutuhkan upaya radikal yang bisa memaksa elite politik yang berkuasa untuk merealisasikan janji-janjinya sewaktu kampanye. Beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk memperjuangkan hak rakyat.

Pertama, dengan membuat kontrak politik antara presiden terpilih dengan rakyat melalui DPR. Dimana kontrak politik berisi kesanggupan presiden terpilih merealisasikan janji-janji sewaktu kampanye. Selain itu, presiden terpilih harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menjaga keutuhan NKRI, dan nilai-nilai luhur yang tertuang dalam UUD’45. Jika tidak mampu merealisasikannya bersedia untuk mengundurkan diri atau diturunkan dari jabatannya.

Kedua, pemerintahan yang berkuasa harus mampu memberikan perubahan kearah yang lebih baik. Jika diperhatikan hingga saat ini kondisi Indonesia masih dalam keadaan yang stagnan, tidak lebih baik dari pemerintahan yang lalu. Beberapa indikator ekonomi menyatakan hal demikian. Seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan.

Ketiga, perlu adanya target-target pembangunan yang harus dicapai pemerintahan berkuasa semasa jabatannya. Yang akan digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pemerintahan dalam memajukan bangsa. JIka tidak mampu mencapai target yang dibuatnya semasa kampanye, perlu adanya perjanggung jawaban dari pemerintahan tersebut. Bentuk tanggung jawab dapat berupa ganti rugi sejumlah uang, atau hukuman pidana karena tidak mampu menjalankan amanah dari UUD’45.

Dengan ketiga cara radikal semacam ini diharapkan rakyat tidak lagi ditipu oleh janji-janji elite politik. Selain itu, dengan adanya kontrak politik semacam ini rakyat memiliki bargaining power yang tidak hanya menerima ketika mereka dikorbankan atas kepentingan politik. Dengan pola semacam ini pula diharapkan agar elite politik akan berfikir panjang sebelum mengucao janji sehingga umbar jual beli janji yang marak saat ini tidak terjadi lagi. Yang akhirnya bisa membawa kejayaan bagi masyarakat melalui peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar