Senin, 22 Februari 2010
Perlu Adanya Pemerataan Akses Pendidikan
Thursday, 18 February 2010
INDONESIA sebagai negara dengan penduduk mencapai 240 juta jiwa,terus mengupayakan pemerataan akses pendidikan. Kendati cita-cita tersebut telah tertuang dalam Batang Tubuh UUD 1945, diamanatkan pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara seperti tertuang dalam Pasal 28 B ayat (1) dan Pasal 31 Ayat (1).
Hingga saat ini cita-cita tersebut belum mampu diwujudkan Pemerintah Indonesia.Pasalnya, banyak kendala teknis yang sulit diwujudkan hingga saat ini. Kendala atau hambatan tersebut terdiri dari tiga permasalahan pokok. Pertama, keterbatasan tenaga pengajar dalam instansi pendidikan.
Hal itu tampak dari perbandingan jumlah guru dan anak didik yang tidak sepadan.Selain itu,kesejahteraan guru yang minim ikut mendorong enggannya seseorang menjadi tenaga pengajar. Kedua,anggaran pendidikan di Indonesia yang relatif terbilang masih rendah.Kendati sejak beberapa tahun yang lalu anggaran pendidikan telah dinaikkan hingga 20% dari APBN.
Namun demikian,angka tersebut masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia seperti Amerika Serikat,Jerman,Jepang,dan Singapura. Ketiga,rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi masa depan.Kelemahan semacam ini sering terjadi di negara berkembang.
Pasalnya,kebutuhan yang menjadi prioritas penduduk di negara berkembang adalah kebutuhan saat ini.Artinya,pendidikan yang sifatnya jangka panjang tidak akan tersentuh mengingat pendapatan per kapita yang terbilang kecil pula. Ketiga permasalahan tersebut harus segera di atasi mengingat persaingan di dunia global semakin ketat.Maka,mau tidak mau pemerataan akses pendidikan perlu dipercepat pelaksanaannya.
Pasalnya, hanya dengan pendidikan keunggulan kompetitif bangsa dapat tercapai.Apalagi perdagangan bebas mulai diberlakukan di wilayah ASEAN dengan China. Untuk bersaing di kancah dunia,pemerintah harus benar-benar memprioritaskan pendidikan. Sebab, hanya pendidikan yang mampu meningkatkan kapasitas masyarakat atas penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Demi mewujudkan cita-cita tersebut ada beberapa langkah yang dapat ditempuh. Pertama, perlu ada upaya kaderisasi guna menciptakan tenaga pengajar yang profesional dan berkualitas. Hal ini perlu didukung dengan peningkatan kesejahteraan tenaga pengajar. Kedua, pendidikan harus diprioritaskan melalui peningkatan anggaran, guna membangun sarana dan prasarana penunjang.
Selain itu, pemberlakuan sekolah gratis dan program wajib belajar bisa mengupayakan pemerataan akses pendidikan di Tanah Air. Ketiga, perlu ada sosialisasi terhadap masyarakat akan pentingnya pendidikan. Upaya ini tidak lain untuk mendorong kepedulian masyarakat guna mendukung program-program pendidikan.
Dengan langkah-langkah demikian diharapkan segenap masyarakat Indonesia dapat merasakan nikmatnya pendidikan yang akan tertuang melalui penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan.Dan melalui pendidikanlah investasi sumber daya manusia dapat benar-benar efektif kendati sifatnya jangka panjang.(*)
Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
UGM, Yogyakarta
Senin, 01 Februari 2010
Perlu Adanya Pematangan Konsep dan Realisasinya
Jumat, 29 Januari 2010
Pemerintahan periode 2009-2010 telah memasuki seratus hari pertamanya, yang jatuh pada hari Kamis, 28 Januari 2010. Tidak banyak perubahan dan kemajuan setidaknya itu yang dirasakan masyarakat sejak pemerintahan yang baru terbentuk. Selain itu, belum tuntasnya penyelesaian kasus Century menjadi catatan penting bagi kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II. Padahal masyarakat telah menaruh harapan besar bagi pemerintahan yang baru tersebut.
Kekecewaan mungkin akan mewarnai evaluasi seratus hari pemerintahan, pasalnya belum banyak manfaat yang dirasakan masyarakat. Terlebih penyelesaian skandal Century pun masih berlarut-larut dan kecenderungan menggangu jalannya pemerintahan. Yang perlu disadari saat ini ialah perlu dimatangkan kembali konsep dan realisasi dari program tersebut.
Kendati evaluasi seratus hari pemerintahan akan diwarnai dengan aksi demonstrasi besar-besaran, hal ini harus ditanggapi secara bijak oleh pemerintah. Situasi ini seharusnya menjadi pemicu bagi pemerintahan yang baru agar lebih bekerja keras dalam menjalankan programnya. Dan pematangan konsep untuk lima tahun mendatang harus menjadi prioritas utama, sebelum beranjak kearah realisasi.
Pada dasarnya seratus hari kerja pemerintahan merupakan waktu bagi presiden dan jajarannya untuk membangun sebuah blue print guna mencapai target yang telah ditetapkan selama periode kekuasaannya. Artinya, seratus hari kerja bukan merupakan ringkasan kerja dari periode pemerintahan selama berkuasa. Melainkan waktu yang diberikan bagi pemerintah untuk menyusun kerangka kerja dalam pencapaian hingga lima tahun mendatang.
Ditengah gejolak politik dalam negeri yang cenderung tidak stabil, evaluasi seratus kinerja pemerintahan perlu dipahami secara mendetail. Pasalnya, informasi yang setengah-setengah hanya akan menimbulkan gejolak dalam perpolitikan Indonesia. Perlu diakui memang Kabinet Indonesia Bersatu II belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Namun, hal ini tidak lantas menjadi alasan bagi masyarakat meluapkan kekecewaan dengan aksi demonstrasi yang berlebihan. Justru masyarakat seharusnya mendukung pemerintahan yang berjalan agar lebih bekerja keras dalam menjalankan amanat dari konstitusi.
Bagi pemerintah evaluasi kinerja seratus hari, merupakan momentum untuk berbenah diri. Dimana pematangan konsep pemerintahan harus menjadi bagian penting. Hal ini menuntut pemerintah untuk bekerja extra keras agar konsep yang dibuat benar-benar realistis dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi dasar bagi pemerintah dalam membawa Indonesia yang lebih baik di masa mendatang.
Selain itu, evaluasi ini pun menjadi ajang introspeksi pemerintah dalam menjalankan konsepnya. Dimana keberhasilan dalam realiasasi program menjadi tolok ukurnya. Dalam hal ini pemerintah diminta untuk merealisasikan janji dan tujuan yang akan di capainya. Berdasarkan penjelasan di atas, tampak bahwa evaluasi seratus hari bukan ajang unjuk kekuatan, tetapi waktunya bagi masyarakat dan pemerintah untuk saling mendukung realisasi program demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta
Rabu, 27 Januari 2010
Kolaborasi antara Regulasi yang Tepat dan Kemampuan Menangkap Peluang Bisnis, Kunci Sukses Industri Seluler
Perkembangan dunia telekomunikasi yang semakin gencar tidak terlepas dari keberadaan teknologi yang terus berkembang. Alhasil, pengunaan sarana komunikasi pun terus meningkat intesitasnya. Semula kebutuhan komunikasi hanya terkait dengan pesan singkat dan pembicaraan menggunakan telepon, saat ini kebutuhan itu terus berkembang. Hal itu tampak dari penggunaan layanan jasa broadband yang semakin menjadi bagian hidup masyarakat
Bergesernya pola kehidupan masyarakat dari pertanian, industri hingga ke jasa menandakan bahwa modernisasi semakin lekat. Artinya, kehidupan yang semakin kompleks memaksa masyarakat untuk mengikuti kemajuan teknologi yang ada. Hal ini menjadi peluang besar bagi operator telekomunikasi, dalam menjawab tantangan dan permintaan yang besar akan kebutuhan komunikasi dan informasi.
Kebutuhan yang besar akan telekomunikasi tampak dari semakin meningkatnya kepemilikan telepon genggam, dan pengguna layanan internet. Kondisi ini menjadi peluang besar bagi industri telekomunikasi dalam melebarkan sayapnya. Selain itu, jumlah penduduk yang besar semakin menjadikan bisnis telekomunikasi semakin menarik. Kendati harus berebut pasar dengan dengan operator pesaing lainnya.
Sebagai market yang besar bagi industri telekomunikasi, pemerintah harus mampu menjawab tren yang ada. Regulasi yang tepat dan terarah akan semakin memuluskan langkah ekspansi indutri telekomunikasi. Dimana kualitas layanan yang bagus dan harga yang terjangkau menjadi tolok ukur keberhasilan. Artinya, kemampuan menciptakan regulasi yang mampu mendorong persaingan akan memberikan keuntungan dan kesejahteraan bagi konsumen dan rakyat
Maka, keberhasilan industri telekomunikasi dan seluler di
Pemerintah Memegang Peranan Penting
Pemerintah memegang peranan penting dalam menunjang kemajuan dan peningkatan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Sebagai regulator arahan yang tepat dalam membuat kebijakan menjadi kunci keberhasilan investasi di
Tantangan berat bagi pemerintah dalam membuat kebijakan tertuang dalam peraturan pemerintah dan undang-undang yang dibuat DPR tentang telekomunikasi. Kedua regulasi tersebut mengatur secara tegas hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan jasa dan tarif telekomunikasi, guna melindungi kepentingan konsumen dan peningkatan kualitas layanan. Disisi lain, kedua regulasi tersebut juga harus mampu memberikan kesempatan bagi penyediaan layanan (operator telekomunikasi) dalam mengembangkan usahanya. Peran ganda inilah yang harus dilakukan pemerintah dalam menciptakan keselarasan diantara operator dan masyarakat sebagai konsumen.
Peningkatan daya saing antar operator dan kualitas pelayanan telekomunikasi menjadi sasaran utama pembentukan regulasi. Hal itu secara jelas tertuang dalam UU NO.36 Tahun 1999 dan PP NO.52/2000 tentang penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Alhasil, regulasi tersebut mendorong persaingan antar operator dalam meningkatkan kualitas layanan dengan harga terjangkau.
Peranan besar pemerintah sebagai regulator memang bukan perkara yang mudah. Mengingat ada dua belah pihak yang harus diperjuangkan, yaitu operator telekomunikasi dan konsumen sebagai penikmat jasa tersebut. Artinya, pemerintah harus menjaga keselarasan antara persaingan industri telekomunikasi dengan peningkatan investasi dibidang tersebut.
Selain itu, kemampuan pemerintah dalam menciptakan regulasi yang kondusif ikut menentukan keberhasilan industri telekomunikasi. Persaingan antar operator yang ketat, tarif telekomunikasi yang terjangkau, dan meningkatnya penggunaa jasa telekomunikasi, mendorong berkembangnya industri seluler. Hal ini mengindikasikan bahwa regulasi yang tepat mampu menciptakan peluang bisnis bagi industri komplemennya.
Dimana peningkatan permintaan dan pengguna jasa telekomunikasi, ikut mendorong kemajuan industri seluler. Hal itu tampak dari berkembangnya tren smart phone yang semakin melekat dihati masyarakat. Selain itu, berbagai inovasi pun dilakukan guna memberikan kepuasan bagi pelanggan dalam menikmati jasa telekomunikasi. Jika dimanfaatkan dengan baik, hal ini merupakan peluang bagi industri seluler sebagai industri komplemen yang diuntungkan, dari peningkatan pelayanan yang diberikan operator telekomunikasi. Dengan semakin, meratanya akses layanan telekomunikasi maka kebutuhan terhadap produk industri seluler akan ikut meningkat pula.
Dengan demikian, peranan sentral dari pemerintah dalam menciptakan sebagai regulator bukan isapan jempol belaka. Pasalnya, keseriusan menciptakan regulasi dalam dunia telekomunikasi akan berbuah manis pula bagi industri lainnya. Hal ini jika dipandang secara ekonomi akan sangat menguntungkan. Dimana investasi akan meningkat dan diikuti peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia.
Menjawab Tantangan Global
Seakan menjadi rantai yang tak pernah putus, tantangan bagi industri seluler pun kian berkembang seiring perkembangan waktu. Tuntutan untuk menciptakan produk murah, berteknologi canggih, dan berkualitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi industri seluler. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk membaca tren yang berkembang. Keadaan yang demikian akan menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi industri seluler, jika mampu mengolahnya.
Kemampuan menjawab tantangan global dalam dunia telekomunikasi pun menjadi bagian yang tidak terelakan. Kebutuhan akan informasi, komunikasi, dan kehidupan yang serba modern, memaksa industri selular untuk terus berinovasi. Selain itu, era kemajuan teknologi pun terus memberikan angin segar dalam menjawab tantangan tersebut. Pasalnya, keinginan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya hanya dengan satu genggaman semakin menarik industri seluler untuk terus berekspansi.
Ditengah isu globalisasi yang semakin marak mendorong persaingan usaha yang semakin ketat. Dimana kemampuan menjawab dan menangkap peluang sekaligus tantangan bisnis menjadi kunci suksesnya industri industri. Selain, efisiensi dan efektivitas dalam produksi, inovasi produk pun menjadi bagian penting bagi kemajuan industri tersebut. Artinya, pergerakan tren yang mengarah kepenyediaan jasa telekomunikasi membutuhkan dukungan perangkat keras (hardware) yang mumpuni. Tantangan inilah yang harus dijawab industri seluler dan memanfaatkannya sebagai peluang bisnis.
Kesigapan industri seluler dalam menangkap tren menjadi kunci keberhasilan dalam meningkatkan penjualan produk. Pasalnya, dengan tingkat persaingan yang semakin ketat diantara produsen seluler keunikan dan inovasi sangat dituntut. Hal ini akan menjadi keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh operator lainnya. Keunikan dan inovasi merupakan bagian dalam menjawab tantangan global dalam membaca tren dan peluang pasar.
Maka, kunci sukses sebuah industri seluler tidak terlepas dari peran pemerintah dan kemampuan menjawab tantangan global. Dimana keselarasan antara regulasi, dan operator telekomunikasi menjadi ujung tombak keberhasilan industri seluler. Saat ini, maraknya produk smart phone dengan harga terjangkau merupakan upaya menjawab tantangan global yang semakin kompetitif. Layaknya sebuah bangunan, industri seluler pun hanya dapat hidup bila pilar penopangnya kokoh, yang tampak dalam regulasi dan layanan operator telekomunikasi yang semakin berkualitas dan terjangkau.
Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Jumat, 08 Januari 2010
Perlu Kerja Keras dari Pemerintah
Jumat, 8 Januari 2010
PEREKONOMIAN Indonesia tahun 2010 terbilang cukup baik,hal itu memang tidak terlepas dari fundamental ekonomi pada 2009 yang begitu kuat.
Hantaman badai krisis global tidak sampai meluluhlantakkan perekonomian Indonesia kendati pertumbuhan ekonomi terperosok ke angka 4,3%. Sinyal positif inilah yang harus direspons pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian Indonesia di tahun 2010. Selain itu, belum pulihnya perekonomian global atau negara-negara besar dari hantaman krisis keuangan menjadi peluang bagi Indonesia melebarkan sayapnya. Pasalnya, investasi besar-besaran akan mudah masuk ke Indonesia. Artinya, perekonomian Indonesia akan terdorong dan pertumbuhan yang diprediksi 5,5% bisa tercapai atau bahkan lebih dari yang diperkirakan.
Apalagi dukungan nilai kurs,inflasi,dan tingkat suku bunga terus menunjukkan pengaruh positif dalam mendorong investasi. Pada 2010 ini juga diperkirakan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sedang gencar-gencarnya menerbitkan obligasi untuk menutup utang.Kondisi ini seharusnya dimanfaatkan Indonesia untuk mendukung perekonomian dalam negeri. Melihat peluang pertumbuhan yang besar,Pemerintah Indonesia harus sigap dan responsif. Maksudnya, pemerintah harus mulai berbenah diri untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Hal itu bisa dimulai dari pembenahan birokrasi, kepastian hukum, kestabilan politik, dan pembangunan infrastruktur.Komponen-komponen tersebut yang perlu diperhatikan mengingat pengangguran di Indonesia terbilang cukup besar, yaitu per Agustus 2009 mencapai 8,96 juta pengangguran terbuka. Pada dasarnya permasalahan investasi di Indonesia merupakan masalah klasik.Keadaan tersebut sudah terjadi sejak lama, tetapi hingga kini belum ada perubahan yang signifikan.Permasalahan terberat dalam berinvestasi di Indonesia ialah perizinan yang sulit,banyaknya pungutan liar,dan infrastruktur yang tidak memadai.
Penanganan yang tepat dalam menciptakan iklim investasi merupakan kunci keberhasilan Indonesia dalam menapaki tahun 2010.Pada tahun ini bisa dikatakan anugerah apabila pemerintah mau bekerja keras dengan melakukan pembenahan dan penyerapan anggaran pendapatan dan belanja negara secara optimal.Namun, hal itu bisa menjadi bumerang apabila pemerintah Indonesia gagal memanfaatkan peluang tersebut. Pasalnya, pada 2011 diperkirakan negara-negara besar telah pulih.
Artinya, investasi domestik akan hilang karena investor akan menarik dananya besar-besaran dari Indonesia. Maka, kesigapan pemerintah dalam menangani investasi tahun 2010 amat menentukan karena hal tersebut merupakan kunci kesuksesan perekonomian Indonesia di tahun 2011.(*)
Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM Yogyakarta
Selasa, 22 Desember 2009
Tarif Telekomunikasi Murah, Kualitas Hidup Masyarakat Meningkat, Benarkah??
Perkembangan industri telekomunikasi terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Berbagai faktor penting mewarnai kejayaan industri telekomunikasi yang terus mengalami pertumbuhan, baik jumlah pelanggan maupun profit perusahaan. Tidak mengherankan apabila perang tarif pun bertaburan, seakan perebutan pelanggan baru tidak pernah ada habisnya. Tren semacam ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring meningkatnya kebutuhan jasa telekomunikasi di Indonesia.
Sebagai negara yang berpenduduk mencapai 250 juta jiwa,
Munculnya pemain baru dalam industri telekomunikasi di
Kemajuan industri telekomunikasi di Indonesia, memang tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai regulator. Di mana dengan UU No.36 Tahun 1999, mensyaratkan penyelenggaraan pelayanan telekomunikasi harus bersifat kompetisi. Sejak saat itu aroma persaingan antar operator dimulai dari penurunan tarif hingga peningkatan kualitas pelayanan telekomunikasi. Keberhasilan pemerintah sebagai regulator mampu mendorong pemain baru untuk masuk dan bersaing dengan operator lainnya. Akhirnya, peningkatan pelayanan terus terjadi dengan tarif telekomunikasi yang relatif lebih murah.
Perang tarif dalam Industri telekomunikasi seakan menunjukkan persaingan yang ketat dalam mempertahankan pelanggan lama dan untuk menarik pelanggan baru. Tren persaingan tarif telekomunikasi membawa dampak yang cukup signifikan terhadap perilaku konsumen. Dimana setiap konsumen (masyarakat) menggunakan lebih dari satu nomor handphone. Artinya, konsumen pun mulai membaca peta persaingan operator telekomunikasi dengan melakukan diversifikasi penggunaan layanan telekomunikasi. Utilitas maksimum menjadi tujuan konsumen dalam mengubah perilakunya. Disisi lain, maraknya penggunaan nomor handphone merupakan berkat bagi operator telekomunikasi. Pasalnya, dengan pola tersebut maka akan menciptakan multiplier dalam penggunaan layanan telekomunikasi. Maksudnya, jumlah permintaan akan layanan jasa telekomunikasi bisa melebihi jumlah penduduk yang ada saat ini.
Munculnya simbiosis mutualisme antara pelanggan dengan operator terkadang membawa pengaruh yang bagi kondisi sosial. Maraknya penggunaan telepon genggam dalam kehidupan sehari-hari mulai menggeser perilaku utama masyarakat. Dimana kebutuhan komunikasi seakan menjadi kebutuhan yang primer diatas kebutuhan pokok sehari-hari. Dampak tersebut merupakan signal negatif kehidupan sosial, meskipun secara ekonomi sangat menguntungkan. Untuk itu masalah sosial perlu mendapat perhatian khusus, jangan sampai muncul anggapan negatif terhadap kemajuan layanan telekomunikasi di Indonesia.
Kendati membawa pengaruh yang positif, menjamurnya layanan telekomunikasi ikut menyumbang pengaruh negatif. Selain pemaparan di atas, dampak negatif yang bisa muncul ialah secara tidak langsung masyarakat didik untuk berperilaku konsumtif dan memaksa untuk berperilaku boros. Hal itu tampak dari paket layanan murah yang ditawarkan operator melalui pembatasan waktu. Konsep jelas ini mendidik masyarakat berilaku konsumtif dan boros. Pasalnya, kebanyakan dari konsumen hanya berupaya menghabiskan gratisan yang diperoleh dari operator, kendati kebutuhan akan telekomunikasinya telah terpenuhi. Maka, maraknya persaingan dalam industri telekomunkasi tidak lantas berdampak postif tetapi juga mengandung unsur negatif di dalamnya.
Tren Industri Telekomunikasi di Indonesia
Kebutuhan akan telekomunikasi seakan menjadi bagian hidup yang tidak dapat terpisahkan bagi masyarakat Indonesia. Peningkatan permintaan akan telekomunikasi terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Hal itu pun tampak dari lama waktu bicara dan penggunaan telepon genggam, yang sudah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia. Tren ini terus berkembang pesat di Indonesia. Kondisi itu ditanggapi oleh berbagai operator seluler dalam meningkatkan kualitas pelayanannya.
Kemajuan yang diraih industri telekomunikasi di Indonesia ditidak terlepas dari liberalisasi telekomunikasi yang dimulai dari penerbitan Undang-undang Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999. Melalui penerbitan undang-undang tersebut, Indonesia membuka lebar-lebar Industri telekomunikasi sehingga mendorong masuknya operator baru. Akhirnya, menciptakan persaingan tarif telekomunikasi yang semakin murah dan efisien.
Upaya menciptakan kompetisi dalam industri telekomunikasi merupakan salah satu tujuan dari Dirjen Pos dan Telekomunikasi (2007-2013), yaitu menciptakan sustainabilitas akses dan layanan telekomunikasi. Hal itu tampak dari angka perputaran pelanggan telepon seluler di Indonesia diperkirakan mencapai 8,6 persen dalam sebulan. Jika dibandingkan dengan angka perputaran pelanggan di India mencapai 4 persen per bulan, Malaysia 3,7 persen per bulan, Philipina 3,1 persen per bulan, Thailand 2,9 persen per bulan, Cina 2,7 persen per bulan, dan Bangladesh 2,1 persen per bulan (Tempo, 2007). Artinya, kompetisi operator telekomunikasi dalam menerapkan harga semakin memberikan manfaat bagi masyarakat, melalui penyelenggaraan telekomunikasi yang murah.
Seiring dengan kompetisi dalam industri telekomunikasi yang semakin ketat, menciptakan tren pergeseran penggunaan sarana komunikasi. Saat ini, pergeseran pemanfaatan sarana telekomunikasi memasuki babak informasi. Di mana penggunaan sarana telekomunikasi memasuki era cyberspace. Pengunaan layanan telekomunikasi semakin memberikan pengetahuan melalui kemajuan pelayanan broadband, yang semakin marak. Selain itu, dukungan dari kemajuan smart phone semakin memberikan angin segar bagi kemajuan industri telekomunikasi.
Dalam mengembangkan sayapnya operator telekomunikasi kian mampu menangkap peluang usaha yang semakin lebar. Dimulai dari pengembangan kualitas hingga coverage area pelayanan, dengan berbagai strategi bisnis yang diterapkan. Hal itu diperkuat oleh penelitian bank dunia yang dilakukan di 120 negara, menyatakan bahwa ada hubungan kuat antara penggunaan seluler, broadband, dan GDP. Di mana dalam penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa kenaikan 10% dalam broadband akan meningkatkan GDP sebesar 1,38% dalam negara berkembang. Sedangkan, kenaikan 10% penggunaan seluler di negara berkembang ikut menyumbang peningkatan GDP sebesar 0,81%. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan penetrasi yang dilakukan operator telekomunikasi, masih memberikan peluang bisnis. Pasalnya, dukungan terhadap kemajuan industri telekomunikasi akan terus dilakukan oleh pemerintah, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia.
Iklim kompetisi yang semakin ketat antar operator telekomunikasi, mendorong bermunculan strategi baru dalam pemasaran. Di mana tren yang terjadi meliputi tiga faktor, yaitu 1) kualitas layanan, 2) harga yang murah, dan 3) jangkauan yang luas. Ketiga hal ini yang akan terus dilakukan guna menjaring pelanggan baru. Pasalnya, kebutuhan masyarakat akan komunikasi kian meningkat dari hari kehari. Maka, peningkatan atas kualitas layanan, harga murah, dan jangkauan luas, menjadi aspek yang wajib dikembangkan oleh operator telekomunikasi.
Peningkatan kualitas layanan merupakan strategi utama bagi operator telekomunikasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Meningkatnya kebutuhan akan akses internet melalui seluler menuntut peningkatan layanan, seperti 3G atau 3,5G. Selain itu, kebutuhan akan telekomunikasi terus meningkat, sehingga menuntut kualitas jaringan yang baik. Kemampuan menangkap signal positif dari pelanggan akan mendorong operator telekomunikasi untuk meningkatkan kualitas layanannya.
Di samping kualitas layanan yang baik, penyelenggaraan telekomunikasi harus didukung dengan harga layanan yang murah dan terjangkau masyarakat. Sebuah tantangan besar bagi operator telekomunikasi dalam menarik pelanggannya. Kompetisi yang ketat memaksa untuk memberikan pelayanan berkualitas dengan harga murah. Hal ini merupakan wajah baru dari tren industri telekomunikasi di Indonesia. Situasi tersebut menciptakan sebuah tren perang tarif antar operator telekomunikasi. Namun, sangat disayangkan ditengah persaingan harga, munculnya syarat dan ketentuan yang berlaku menjadi ganjalan bagi konsumen dalam mengakses layanan telekomunikasi. Pasalnya, layanan telekomunikasi dengan harga murah hanya diberikan pada jam tertentu.
Jangkauan luas merupakan langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh operator telekomunikasi dalam melebarkan sayapnya. Penambahan luas jaringan menjadi poin penting bagi operator untuk menarik pelanggan baru. Melalui strategi ini perluasan pelanggan tidak hanya terjadi pada mereka yang telah mengenal telekomunikasi, melainkan bisa memikat pelanggan yang baru mengenal telekomunikasi. Strategi perluasan jaringan ke daerah-daerah juga memiliki sumbangsi terhadap pemerataan kesempatan dalam teknologi. Hal ini diharapkan juga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya mereka yang berada di pedesaan.
Tren muncul dalam industri telekomunikasi membawa angin segar bagi perkembangan akses informasi. Selain, memberikan profit yang besar bagi operator telekomunikasi. Dengan mengenal tren dalam industri telekomunikasi, kita dapat mengetahui seberapa besar peran telekomunikasi dalam kehidupan manusia. Kemudian akankah berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat? Pemaparan selanjutnya akan diberikan dalam pembahasan selanjutnya.
Dengan munculnya persaingan dalam industri telekomunikasi, maka secara jelas mampu menurunkan tingkat harga komunikasi. Namun, apakah penurunan tarif telekomunikasi mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat? Untuk menjelaskan fenomena tersebut, perlu diindentifikasi terlebih dahulu terkait kualitas hidup manusia.
Kualitas hidup manusia seiring perjlanan waktu terus mengalami perkembangan. Sebelum abad ke-18, akses pendidikan menjadi prioritas utama dalam peningkatan kualitas hidup. Kemudian, setelah abad ke-18 menunjukkan perkembangan, di mana kualitas hidup manusia juga ditentukan oleh akses telekomunikasi. Hal dipertegas oleh Alvin Toffler yang menjastifikasi abad modern dan pintar adalah abad yang dikuasai oleh telekomunikasi. Di mana penguasaan atas teknologi menjadi indikator utama peningkatan kualitas hidup. Kendati faktor lainnya juga ikut berpengaruh, dengan proporsi tertentu.
Berdasarkan pemaparan di atas bahwa peran telekomunikasi dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat sangat besar. Pasalnya, telekomunikasi mampu memberikan akses informasi dan komunikasi yang luas tanpa mengenal dimensi waktu. Selain itu, berbagai pengetahuan dan informasi dapat diperoleh guna menunjang produkstivitas masyarakat. Dengan demikian, kemampuan akses masyarakat terhadap telekomunikasi berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Kemampuan masyarakat dalam mengakses telekomunikasi sangat diperngaruhi oleh tarif telekomunikasi yang diterapkan. Maka, adanya peningkatan kompetisi dalam industri telekomunikasi jelas memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas. Di mana setiap masyarakat dengan mudah mengakses pelayanan telekomunikasi, baik untuk internet maupun telepon. Selain itu, kompetisi yang ada akan menciptakan peningkatan kualitas, penambahan luas jangkauan, dan tarif telekomunikasi yang murah. Melalui mekanisme ini pemerataan atas penggunaan sarana telekomunikasi dapat tercapai.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penurunan tarif telekomunikasi mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Di mana akses informasi dan komunikasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah. Namun, yang perlu diperhatikan ialah mekanisme penentuan tarif telekomunikasi yang terapkan operator, kurang mampu mendidik masyarakat secara sosial. Di mana akses pelayanan telekomunikasi yang murah, banyak syarat dan ketentuan yang menyertainya. Melalui program-program pemasaran yang memberikan berbagai pilihan paket yang dapat dipilih sesuai selera pelanggan. Dengan proses ini jelas operator mengajarkan konsumen untuk berlaku boros. Artinya, penggunaan telekomunikasi yang murah dibatasi dengan jam, sehingga dengan atau tanpa keperluannya masyarakat wajib menggunakan sarana tersebut sebelum melewati batas waktu dan ketentuan yang berlaku.
Sungguh ironi memang bahwa akses telekomunikasi di Indonesia, belum mampu mendidik masyarakat secara sosial. Kendati cara ini mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia melalui penguasaan teknologi dan informasi. Perlu disadari penurunan tarif telekomunikasi tidak dapat dikatakan memberikan manfaat bagi masyarakat secara penuh. Pasalnya, ada dampak negative yang ditimbulkannya. Untuk itu, pemanfaatan atas fasilitas telekomunikasi harus disikapi secara bijak, sebab ketidakmampuan dalam mengendalikan penggunaan sarana ini dapat berdampak negatif bagi kehidupan sosial masyarakat.
Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM