Senin, 13 Desember 2010

Putus "Corruption Vicious Cycle"

http://kampus.okezone.com/read/2010/12/13/367/402769/putus-corruption-vicious-cycle
Dimuat okezone.com
Senin, 13 Desember 2010 - 12:42 wib


Beberapa waktu yang lalu Busyro Muqqodas, terpilih sebagai ketua KPK yang baru dengan memperoleh 34 suara menggungguli pesaingnya Bambang Widjojanto. Busyro akan menjabat sebagai pimpinan KPK untuk satu tahun mendatang guna mengisi lowongnya jabatan petinggi KPK, menggantikan Antasari Azhar yang telah diberhentikan karena terlibat pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin.

Dengan terpilihnya Busyro sebagai ketua KPK yang baru, akan menjadi tantangan yang berat baginya guna membongkar berbagai kasus korupsi di Indonesia. Terutama kasus mafia hukum yang saat ini kian marak dan menggerogoti negeri ini secara perlahan. Takhayal, tugas berat pun menanti Busyro dalam mengupas habis berbagai kasus korupsi yang ada. “Jebakan” Korupsi yang digadang-gadang menjadi pemicu korupsi di Indonesia harus segera dimusnahkan. Pasalnya, “Jebakan” Korupsi menciptakan corruption vicious cycle (lingkaran setan korupsi), yang secara jelas akan menciptakan zona nyaman bagi sang koruptor.

Mengacu pada kasus keluarnya Gayus dari rutan Mako Brimob beberapa minggu lalu. Menunjukkan bahwa berbagai pelanggaran terjadi, seolah-olah telah direncanakan bahkan indikasi “persekongkolan” pun sangat tampak antara petugas dan tahanan. Terlepas dari masalah pribadi, munculnya suap ditengarai ada beberapa pelanggaran yang dilakukan kepala rutan Mako Brimob. Pertama, penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang diembannya. Kedua, pembuat keputusan final untuk menerima atau tidak suap yang diberikan. Ketiga, melibatkan bawahannya yang langsung dibawah komandonya, sehingga delapan aparat lainnya pun terlibat (Seputar Indonesia, 17/11/2010).

“Jebakan” Korupsi pun kian menunjukkan taringnya dengan menciptakan corruption vicious cycle. Zona nyaman koruptor kian melebar yang ditandai dengan masih berkeliarannya mafia hukum. Lalu, sekarang apa yang bisa dilakukan Ketua KPK yang baru, Busyro? Pada dasarnya kasus korupsi di Indonesia memiliki modus operandi yang sama. Dimana bersekongkol, bekerja sama, dan membagi “jarahan” uang negara secara merata (semuanya kebagian). Maka, yang perlu dilakukan ialah memutus aliran corruption vicous cycle agar zona nyaman koruptor dapat dihapus.

Pertama, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara konstitusional, melalui UU Tipikor. Kedua, melalui mekanisme teknis yang selama ini dilakukan oleh KPK. Langkah pemberantasan korupsi secara konstitusi dapat dilakukan dengan meng-Amandemen UU Tipikor. Kendati ranah ini mencakup kekuasaan DPR, tetapi KPK dapat memberikan masukan kepada presiden untuk melakukan usulan Amandemen. Dalam UU Tipikor No.31 Tahun 1999, menunjukkan lubang besar yang sangat memanjakan koruptor atau mendorong seseorang untuk melakukan korupsi. Situasi tersebut menjadi titik lemah dari keberadaan undang-undang yang tidak mampu menciptakan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.

Beberapa hal yang menjadi titik lemah dalam UU Tipikor di Indonesia. Pertama, dalam UU Tipikor hukuman yang dijatuhkan dalam pasal-pasal yang ada terbilang sangat ringan. Indikasinya, terlihat dari minimnya waktu hukuman yang harus dijalani oleh koruptor. Dalam beberapa putusan sidang, pelaku koruptor hanya dikenakan hukuman berkisar dua hingga lima tahun. Kedua, denda yang harus ditanggung oleh koruptor bisa dikatakan sangat ringan, atau memiliki kecenderungan semakin kecil. Ketiga, yang menjadi kelemahan dari undang-undang tersebut, terkait dengan perampasan harta hasil dari kejahatan korupsi. Dalam pasal tambahan maupun pasal lainnya, menyebutkan bahwa koruptor hanya diwajibkan mengembalikan kekayaan negara yang dikorupsi. Padahal ada nilai waktu uang (value of money), yang tidak diperhitungkan dalam UU Tipikor.

Kedua, pemberantasan secara teknis dilakukan dengan menangkap dan memproses tersangka sesuai dengan ranah hukum. Hal itu akan berhasil menciptakan efek jera jika dukungan UU Tipikor mampu menjatuhkan hukuman seberat-beratnya. Salah satu usulan yang pernah mencuat ialah memiskinkan koruptor. Dengan cara tersebut, calon koruptor akan berfikir ulang untuk melakukan korupsi. Tugas berat pun menanti Busyro untuk memutus corruption vicious cycle di Indonesia.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM Yogyakarta

Rabu, 01 Desember 2010

Pembunuhan Janin Buntut dari Seks Bebas

Dimuat www.okezone.com
Rabu, 1 Desember 2010
http://kampus.okezone.com/read/2010/12/01/95/398928/pembunuhan-janin-buntut-dari-seks-bebas

MARAKNYA praktik aborsi merupakan tanda bahwa pergaulan remaja di Indonesia telah menyimpang. Pasalnya, banyak pelaku aborsi ialah remaja yang hamil di luar nikah. Praktik pembunuhan janin ini memang tidak terlepas dari pergaulan bebas remaja saat ini. Dimana pergaulan yang salah menuntun mereka kearah seks bebas yang dilakukan dengan tanpa ikatan pernikahan. Tanpa disadari perilaku yang menyimpang tersebut berujung pada hidupnya janin dalam rahim seorang wanita.

Ketika janin mulai tumbuh dan berkembang biasanya timbul keinginan untuk membunuhnya. Cara ini dianggap paling baik untuk menutupi aib yang harus diterima keduanya akibat dari hubungan tanpa ikatan ini. Fenomena inilah yang sering terjadi di masyarakat belakangan ini. Dimana pergaulan bebas mengarahkan pada pembunuhan janin yang tidak berdosa.

Mencari Kepuasan Seksual
Menyikapi maraknya fenomena aborsi, ada dua hal yang melatarbelakanginya, yaitu untuk mencari kepuasan seksual dan alasan ekonomi. Kedua hal tersebut merupakan latar belakang munculnya seks bebas yang berkembang di masyarakat. Bayangkan saja, kehidupan saat ini sudah sangat jauh dari norma-norma dan peraturan dalam kehidupan masyarakat. Dimana kebudayaan modern diterima dengan mentah-mentah tanpa adanya saringan terhadap kebudayaan lokal. Akibatnya, fenomena seks bebas yang berujung pada pembunuhan janin kian marak di negeri ini.

Mencari kepuasan seksual dianggap menjadi alasan sejumlah orang dalam melakukan seks bebas. Perilaku semacam ini juga di bagi ke dalam dua hal pokok berdasarkan pelakunya. Yang pertama, remaja yang masih dalam masa transisi menuju dewasa. Kebebasan yang disalahartikan sering berakibat pada pergaulan bebas yang menjurus ke seks bebas. Pada masa-masa ini biasanya bermula dari keinginan untuk coba-coba. Dimana video porno yang ikut membakar semangat mereka untuk mencobanya.

Yang akhirnya berujung pada hubungan seks bebas yang biasanya dilakukan dengan kekasihnya. Fenomena semacam ini yang terjadi di masyarakat. Dimana remaja yang masih sekolah sudah mengandung. Dalam mengatasi masalah tersebut aborsi menjadi solusi untuk menutupi aib dan menjaga nama baik keluarga. Di zaman yang serba modern kejadian semacam itu sering terjadi. Bahkan, dalam beberapa penelitian yang dilakukan di suatu daerah sekitar 90% remaja wanitanya sudah tidak perawan. Sungguh angka yang sangat fantastis dan memprihatinkan.

Jika saja dari penelitian tersebut diandaikan ada 5000 remaja wanita, dan 90% dari remaja yang tidak perawan terdapat 50% saja yang hamil. Jika dari 50% tersebut melakukan aborsi, berapa banyak janin yang tidak berdosa harus mati sebelum menghirup udara di dunia. Gambaran ini merupakan ancaman bagi kemajuan bangsa di masa mendatang, jika tidak ada penanganan serius dari pemerintah.

Pergaulan bebas disebut-sebut menjadi akar masalah dari maraknya aborsi pada saat. Dimana pelaku yang terlibat tidak segan-segan membunuh janin yang tidak berdosa. Dalam kasus kedua, melibatkan masyarakat umum yang mencari kenikmatan seksual di lokalisasi. Biasanya dilakukan oleh laki-laki hidung belang yang ingin mencari suasana baru dalam berhubungan seksual. Tidak heran jika permintaan yang besar akan kebutuhan ini, membuat tren PSK semakin menanjak. Perilaku semacam ini biasa terjadi dalam masyarakat Indonesia akhir-akhir ini.

Eksisnya sejumlah lokalisasi di seluruh wilayah negeri tidak terlepas dari permintaan akan jasa seksual yang semakin meningkat. Sering kita dengar dalam berita di televisi dimana polisi menangkap basah pasangan mesum yang berhubungan intim tanpa status disejumlah tempat hiburan malam. Hal ini menggambarkan budaya seks bebas telah menyebar keberbagai multidimensi. Yang melibatkan sejumlah komponen yang ada di masyarakat, tidak terkecuali para penegak hukum.

Sungguh ironi bangsa yang besar harus dirusak oleh perilaku menyimpang dari masyarakatnya. Dimana hubungan di luar nikah sering terjadi, bahkan tidak tanggung-tanggung melibatkan sejumlah pejabat negara. Hubungan intim di luar nikah yang sering terjadi jelas memiliki dampak negatif. Misalkan saja, penyakit menular seksual, dan kehamilan diluar nikah. Kedua hal tersebut merupakan konsekuensi yang harus diterima ketika budaya seks bebas mulai merajai masyarakat dewasa ini,

Ketika PMS (penyakit menular seksual) mulai menjangkit ketakutan akan seks bebas akan mengalami tren penurunan dalam waktu yang relatif singkat. Namun, tidak menyurutkan untuk sebagian masyarakat tetap menggunakan PSK sebagai pemuas kebutuhan biologisnya. Kondisi berbeda jika kehamilan yang mendatangi PSK yang menjadi teman tidurnya. Tidak jarang jalan pintas pun ditempuh.

Tidak jarang PSK yang hamil membunuh kandungannya dengan berbagai cara, mulai dengan minum obat penggugur kandungan, pergi kedokter yang melayani praktik aborsi, dan minum jamu yang dapat meracuni janin tersebut. Praktik-praktik keji sering dilakukan ketika perbuatan intim yang menyimpang berbuah pada hamilnya pasangan tidurnya tersebut. Fenomena semacam ini jelas mendorong peningkatan tren pembunuhan janin. Yang semakin menjerumuskan masa depan bangsa kelubang yang sangat dalam.

Desakan untuk membunuh janin dari hubungan intim di luar nikah lebih mengarah pada upaya ketidakinginan untuk mengurusnya. Selain itu, bagi PSK mempunyai anak akan menurunkan daya tawar mereka kepada pelanggan maka aborsilah jalan pintas yang ditempuhnya.

Mencari kepuasaan seksual merupakan landasan utama bagi pelaku seks bebas. Dimana kejadian ini tidak memandang usia dari pelaku, baik pelajat maupun bagi mereka yang telah berumah tangga. Fenomena semacam ini yang menyumbangkan praktik aborsi yang dari tahun ke tahun mengalami tren peningkatan.

Motif Ekonomi
Selain kepuasan seksual yang dicari, maraknya seks bebas juga tidak terlepas dari alasan ekonomi. Biasanya tren semacam ini terjadi pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Bayangkan saja angka kemiskinan di Indonesia cukup besar dan dunia pelacuran mampu menjamin kehidupan wanita-wanita belia. Melalui jalan ini pula rupiah demi rupiah dapat terkumpul dalam waktu singkat. Yang kemudian memberikan kesejahteraan bagi para pekerja seks, terutama bagi mereka yang masih perawan dan banyak peminatnya.

Dalam penelitian yang dilakukan Louise Brown di sejumlah negara di Asia tren perdagangan wanita yang dipekerjakan sebagai PSK relatif mengalami peningkatan. Dalam bukunya yang berjudul “Sex Slaves”, ia menjelaskan bahwa fenomena pelacuran tidak terlepas dari motif ekonomi. Dimana ia menganalogikan bahwa tren melacur dari seorang wanita muda berbentuk piramida.

Pada posisi puncak biasanya ditempati oleh wanita-wanita cantik, tenar, dan berkelas seperti artis. Motif pelacuran semacam ini merupakan upaya mencari sensasi dan keinginan untuk mendapat uang banyak dalam waktu singkat. Biasanya harga sekali berkencan dengan wanita semacam ini sangat mahal sehingga jumlah permintaan dan penawarannya juga relatif sedikit.

Pada fase di bawahnya dihuni oleh wanita dari kelas menengah dan hampir miskin. Bagian ini menggambarkan dua perilaku, ada yang bermotif cari sensasi dan ada yang berupaya mencari penghasilan. Jumlahnya relatif banyak ketimbang pelacur tipe pertama tadi.

Sedangkan, pada fase terbawah biasanya jumlah PSK-nya sangat besar karena sebagian besar dari mereka berlandasan pada kebutuhan ekonomi. Dimana kemiskinan yang menjerat memaksa mereka untuk menjual diri. Biasanya harga pelacur pada kelas ini relatif murah dan permintaannya pun sangat banyak. Fenomena ini jugalah yang terjadi di Indonesia. Dalam bukunya Louise Brown juga mengatakan munculnya lokalisasi tidak terlepas dari kemiskinan absolut yang terjadi.


Melihat fenomena semacam ini jelas kasus aborsi jelas akan tetap terjadi. Pasalnya, semua kriteria munculnya seks bebas yang berujung pada kehamilan di miliki oleh bangsa ini. Kemiskinan mendera, pergaulan bebas ada, keinginan menjaga gengsi pun terjadi, dan selingkuh masih banyak terjadi. Maka tidak heran jika gelora pembunuhan janin di masa mendatang mungkin masih akan terjadi, bahkan akan mengalami peningkatan tajam.

Ditengah peringatan hari HIV AIDS sedunia, diharapkan muncul kesadaran dari pihak-pihak yang terlibat untuk “Safe Sex”, dengan menggunakan alat kontrasepsi. Selain itu, diharapkan pula muncul kesadaran akan bahaya free sex dikalangan remaja sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit kelamin dan kehamilanya yang tidak diinginkan. Yang ditakutkan dapat merambah pada tindak kejahatan yaitu “aborsi”. Semoga momentum ini menjadi ajang untuk saling mengingat bahaya dari free sex sehingga banyak jiwa dapat terselamatkan.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
Yogyakarta

Kamis, 18 November 2010

"Jebakan" Korupsi Belenggu Birokrasi

Dimuat Harian Seputar Indonesia
Wednesday, 17 November 2010

SAAT ini, pemberantasan korupsi menjadi agenda terpenting bangsa Indonesia. Salah satu inisiator Reformasi,M Amien Rais,pernah mengatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi harus menjadi tema sentral reformasi Indonesia, selain demokrasi dan otonomi daerah.

Tak ayal, upaya untuk menjerat koruptor dengan berbagai cara pun dilakukan.Kerasnya gaung pemberantasan korupsi tidak terlepas dari dampak negatifnya bagi masyarakat. Salah satunya, distorsi perekonomian bangsa sehingga menurunkan daya saing pada tingkat global. Maka, tidaklah aneh bila korupsi dianggap sebagai common enemy bangsa Indonesia yang harus diberantas secara menyeluruh dan tanpa pandang bulu.

Kasus korupsi yang kian merajalela menyebabkan distorsi perekonomian bangsa,yang membuat sebuah bangsa tidak kompetitif di persaingan global.Menyadari hal tersebut,bangsa ini tidak tinggal diam,sejak empat dekade silam pemberantasan korupsi di Indonesia telah dilakukan. Namun, hasil yang didapat belum menggembirakan. Alhasil,korupsi terus merasuk dan meracuni setiap nadi kehidupan masyarakat Indonesia.

Tidaklah mencengangkan berbagai kasus korupsi yang mencederai institusi hukum di negeri ini semakin marak.Bahkan,sudah tidak mengenal malu dan mulai blak-blakan. Lalu, apa yang salah dari sistem dan mekanisme pemberantasan korupsi di Indonesia? Merujuk kasus korupsi pajak dan keluarnya Gayus dari tahanan Mako Brimob,hal ini menunjukkan tindakan suap-menyuap dalam lingkup pemerintahan semakin tidak pandang bulu.

Dari aksi tersebut, tidak kurang sembilan aparat kepolisian ditetapkan sebagai tersangka. Terlepas dari ada kepentingan pribadi Gayus,munculnya suap tersebut menunjukkan pelanggaran yang dilakukan Kepala Rutan Mako Brimob. Pertama,penyalahgunaan wewenang dan jabatan.Kedua,sebagai pembuat keputusan final untuk menerima atau tidaknya suap yang diberikan. Ketiga, melibatkan bawahannya yang langsung dibawah komandonya, sehingga delapan aparat lainnya pun terlibat.

Inilah yang penulis maksud dengan “jebakan korupsi”, jika atasan sudah setuju maka bawahan hanya menurut.Ketiga hal di atas pula yang sering terjadi dalam birokrasi di Indonesia.Artinya,keputusan menerima atau tidaknya suap ditentukan oleh pimpinan. Selanjutnya, dibagikan kepada bawahannya sebagai “eksekutor”, dengan membagi hasil yang diterima-nya. Lalu, aksi suap-menyuap pun berjalan dengan mulus tanpa kendala yang berarti.

Tentunya seorang anak buah tidak akan menolak apabila perintah tersebut datang langsung dari atasannya, apalagi dirinya dijanjikan akan mendapatkan bagian.Situasi inilah yang kerap terjadi dalam kasus korupsi di Indonesia.Penyalahgunaan wewenang menjadi pangkal mula terjadinya korupsi,sehingga dengan cepat menyebar ke seluruh lapisan dan golongan dalam instansi pemerintahan.

Selain itu, tersangka yang terlibat kasus korupsi, kemudian melakukan hal yang sama demi mendapatkan kebebasannya dengan cara melakukan suap seperti yang dilakukan Gayus. Inilah saat-saat di mana penegakan hukum di Indonesia benar-benar diuji.Akankah kasus ini akan dibongkar sampai ke akar-akarnya dan menyeret pihak-pihal lain atau malah instansi penegak hukum ikut “bermain mata”dalam kasus ini? Hanya waktu yang bisa menjawab.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

Selasa, 16 November 2010

Ada Hikmah di Tengah Bencana

Dimuathttp://kampus.okezone.com/read/2010/11/16/367/393827/ada-hikmah-di-tengah-bencana
Selasa, 16 November 2010

PRAY
for Indonesia
diungkapkan oleh berbagai pihak, untuk menunjukkan kepeduliannya atas berbagai bencana yang terjadi. Banjir bandang di Wasior, Tsunami di Mentawai, dan meletusnya Gunung Merapi merupakan rentetan bencana yang membuat Ibu Pertiwi kian berduka. Namun, reaksi kemanusiaan yang luar biasa sungguh mewarnai negeri ini. Kendati sedang bersedih, kebersamaan dan kecintaan sebagai suatu bangsa ditunjukkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dengan berbagai cara dan bentuk yang mampu diberikan. Mulai dari bantuan dana, logistik, transportasi hingga menjadi relawan di tempat-tempat bencana.

Keterlibatan seluruh lapisan masyarakat untuk tanggap bencana sungguh luar biasa. Membuat upaya penanganan bencana pun tampak tidak menemui kendala yang berarti. Sikap kooperatif masyarakat, sigapnya tim relawan, pemerintah, tim SAR serta instansi lainnya semakin memudahkan evakuasi. Tak ayal, korban jiwa yang berjatuhan pun dapat ditekan seminimal mungkin, kendati korban jiwa masih terus berjatuhan hingga saat ini. Kepedulian yang besar inilah sebagai bentuk jati bangsa di dalam ke-Bhinekaannya.

Budaya gotong royong yang ditanamkan oleh para pendiri bangsa kini semakin tampak. Bencana telah membuat Indonesia kian bersatu padu dalam merah putih. Sikap kepedulian yang luar biasa sungguh tampak dalam setiap bencana terjadi. Hal ini pula yang dirasakan penulis di Yogyakarta, gempa vulkanik dari Gunung Merapi memperlihatkan kepedulian dan kecintaan yang besar kepada sesama. Sifat bencana yang “maraton”, semakin mestimulus masyarakat untuk bersatu padu. Berbagai lapisan masyarakat berbondong-bondong untuk terlibat dalam penanggulangan bencana. Dari pemuda, pedagang, pengusaha, pemda, hingga pengamen pun ikut memberikan sumbangsihnya bagi korban.

Sungguh pemandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gotong royong kini tidak hanya berada dalam tataran konsep saja, melainkan sudah memasuki tataran teknis. Budaya bangsa yang dahulu sempat diragukan keberadaannya, kini muncul dalam bentuk kepedulian yang tidak pernah terbayangkan. Sikap sigap dan tanggap darurat ditunjukkan tanpa pandang bulu, berbagai upaya pun dilakukan. Koordinasi efektif dan efisien terjalin dengan baik, meski tidak pernah direncanakan. Semua bergerak atas nama kemanusiaan dan hati nurani.

Meski bencana tidak pernah diharapkan kedatangannya, banyak pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa ini. Kesempatan besar untuk berbagi kasih dan kepedulian kepada sesama sebagai ajang untuk menunjukkan jadi diri bangsa. Hal serupa pun dilakukan oleh pemuda Indonesia, di mana mahasiswa ikut terlibat dalam kemelut bencana yang entah kapan berakhirnya. Tenaga relawan pun disiapkan dalam beberapa jam kerja, guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi. Sifat letusan merapi yang “marathon” memang bukan merupakan bencana yang biasa terjadi. Untuk itu, dibutuhkan strategi khusus dalam penanganannya.

Balutan kasih dan kepedulian besar merupakan hikmah di tengah berbagai bencana yang terjadi. Keterlibatan luar biasa dari berbagai lapisan masyarakat sungguh menunjukkan baluran satu tubuh dalam NKRI. Dukungan pun mengalir dengan berbagai bentuk sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan masing-masing individu. Semoga hikmah ini terus terjaga dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat selanjutnya. Sekaligus menjadi indentitas bangsa yang satu padu dalam Bhinneka Tunggal Ika.

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada (UGM)

Selasa, 02 November 2010

Disfungsi Konsep dan Realisasi

Dimuat Harian Seputar Indonesia
Tuesday, 02 November 2010

BANJIR yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan terjadi disfungsi konsep dan realisasi dalam pembangunan ekonomi. Mengejar pertumbuhan dan keuntungan yang besar tanpa memperhitungkan kondisi lingkungan, itu merupakan kekeliruan yang besar.

Pasalnya,kondisi tersebut hanya akan dirasakan dalam jangka pendek, tetapi sangat merugikan pada jangka panjang. Miskinnya konsep dan realisasi menjadi penyebab pembangunan ekonomi dilakukan seakan tanpa perencanaan. Padahal pembangunan ekonomi seharusnya dilakukan dengan memperhitungkan unsur yang berkesinambungan. Tak ayal kota besar seperti Jakarta,Bandung,dan Semarang merupakan kota besar langganan banjir.Kondisi terparah terjadi di Jakarta.

Banjir yang terjadi dalam beberapa hari ini saja semakin membuat semrawut wajah Ibu Kota.Kemacetan kian menggila, padahal kota ini merupakan pusat dari perekonomian Indonesia.Alhasil, banyak warga Jakarta yang mengeluh kepada pemerintah daerah. Sejak awal pembentukannya Jakarta memang merupakan wilayah yang rawan dengan genangan air.Kondisi geografisnya yang relatif sama atau lebih rendah dari air laut menyebabkan kota ini menjadi langganan banjir.

Tak ayal tercatat dua banjir besar yang menyelimuti Jakarta sejak 2002–2007.Pertama, pada 1 Februari 2002 sungai Ciliwung meluap dan menggenangi wilayah Jakarta. Hampir seluruh wilayah Jakarta lumpuh akibat genangan air. Kedua, di tahun 2007, banjir yang menggenangi Jakarta kian meluas, tercatat hampir 70% wilayah Jakarta tergenang. Kerugian materiil pun tidak bisa dihindarkan,mencapai 8,8 triliun rupiah. Catatan kelam Jakarta terhadap banjir seakan hanya angin lalu saja bagi pemprov.

Bahkan,hal yang sangat memilukan dan bikin miris adalah pernyataan Gubernur DKI Jakarta bahwa banjir yang terjadi murni disebabkan curah hujan.Padahal, jika diperhatikan perencanaan, kota yang buruk dan disfungsinya implementasi konsep menjadi penyebab utamanya. Lihat saja, wilayah-wilayah resapan di Jakarta terus tergerus oleh pembangunan pusat perbelanjaan, perumahan, dan gedung perkantoran. Selain itu, minimnya pembenahan dan perbaikan drainase seakan tidak pernah diperhatikan.

Hal inilah yang sesungguhnya menjadi penyebab utama banjir di Jakarta.Disfungsi konsep dan realisasi dari pemda yang sebenarnya harus dipertanggungjawabkan.Tidaklah bijak bila menyalahkan curah hujan, sebab apakah mungkin manusia mengatur tingkat curah hujan? Bukankah seharusnya pembangunan ekonomilah yang harus menyesuaikan kondisi alam yang ada? Perlu adanya pembenahan konsep pembangunan Jakarta dan keseriusan pemprov,sebab jika terlambat,akan semakin sulit banjir diatasi.

Bukan tidak mungkin pula, ancaman Ibu Kota akan tenggelam dalam beberapa tahun ke depan bisa menjadi mimpi buruk. Untuk itu,tugas besar Pemprov Jakarta dan kota besar lainnya adalah mengatur kembali konsep pembangunan ekonomi dengan tetap memperhatikan keseimbangan alam dan lingkungan sekitar. Dengan begitu, keuntungan tidak hanya diperoleh dalam jangka pendek saja,melainkan kelestarian untuk jangka panjang.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan
Bisnis, UGM Yogyakarta