Selasa, 27 Juli 2010

Kenaikan TDL dan Inflasi yang Lebih Besar

Dimuat Harian Seputar Indonesia
Senin, 26 Juli 2010

KEPUTUSAN pemerintah melalui PT PLN dengan menaikkan tarif dasar listrik berpotensi meningkatkan inflasi yang lebih tinggi.

Sejak awal bulan Juli PT PLN memutuskan untuk meningkatkan tarif dasar listrik kepada seluruh pelanggannya. Hal itu dilakukan mengingat gap yang begitu besar antara biaya produksi listrik dengan harga jualnya. Dengan kondisi tersebut, PLN berpotensi merugi lebih besar. Maka, kebijakan dirut PT PLN untuk meningkatkan tarif dasar listrik dinilai sebagai solusi yang tepat. Kendati ada wacana alternatif, dengan membebaskan tarif listrik bagi masyarakat miskin dan meningkatkan tarif listrik pada harga keekonomian bagi masyarakat lainnya. Dampak dari kenaikan TDL yang dilakukan sejak awal bulan ini memang mengundang inflasi yang lebih besar.

Kendati BI menyatakan bahwa kenaikan tarif dasar listrik untuk industri sebesar 18%, dipastikan akan menaikkan inflasi antara 0,2–0,3% pada Juli 2010.Namun, perhitungan BI tersebut belum memperhitungkan faktor lainnya yang dapat menyumbang kenaikaninflasi.Perlu diingat,awal tahun ajaran baru, kenaikan harga bahan pokok,dan kenaikan komoditas lainnya semakin mendongkrak inflasi.

Meski BI yakin bahwa kenaikan TDL pada bulan Juli 2010, tidak akan melampaui 6% inflasi year on year.Gejolak yang terjadi pada bulan ini perlu diwaspadai dapat mengancam kestabilan perekonomian Indonesia. Pasalnya,kenaikan TDL memicu multiplier effect pada peningkatan inflasi nasional.

Dengan dasar dan penjelasan tersebut, tidak berlebihan apabila kenaikan TDL yang dilakukan pada bulan Juli dirasa dapat meningkatkan inflasi lebih besar.Pasalnya,di waktu yang sama terjadi pula peningkatan harga-harga barang lainnya yang juga menyumbang peningkatan inflasi.

Mengacu pada penjelasan tersebut pula,dapat dikatakan bahwa keputusan meningkatkan TDL dapat dirasa kurang tepat.Kendati dikatakan sebagai keputusan terbaik pada tahun ini, mengingat pada bulan-bulan selanjutnya momen Idul Fitri akan menyumbang inflasi tahunan yang cukup besar.Apalagi jika dilakukan pada akhir tahun ini, di mana masyarakat memiliki kecenderungan untuk menggelontorkan uang ke pasar.

Artinya, sumbangan inflasi akan lebih besar dan dapat melampaui target inflasi tahunan 6%. Untuk itu, kebijakan menaikkan TDL pada tahun ini di bulan Juli memang dikatakan sebagai keputusan yang tepat dan terbaik di tahun 2010.Namun,akan lebih baik jika peningkatan TDL dilakukan pada 2011 karena kondisi perekonomian di tahun tersebut relatif lebih baik.Potensi inflasi yang besar memang mengancam kestabilan perekonomian bangsa.

Akan lebih baik jika pemerintah bersama BUMN dapat terintegrasi mengingat monopoli yang diberikan dapat mengundang ketidakstabilan perekonomian Indonesia, khususnya gejolak inflasi. (*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
UGM, Yogyakarta

Rabu, 14 Juli 2010

Koperasi dan UKM Jadi Pilar Utama Perekonomian

Harian Seputar Indonesia
Tuesday, 13 July 2010

BERBAGAI permasalahan terkait koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia telah melumpuhkan peranannya sebagai pilar ekonomi.

Mulai dari keterbatasan dana, sistem perizinan yang sulit, dan minimnya sumber daya manusia yang berkualitas masih mendominasi dan mengerdilkan fungsi keduanya. Padahal, apabila menjadi prioritas dalam perekonomian, koperasi dan UKM akan mampu menekan pengangguran dan kemiskinan. Data dari BPS 2008 menyebutkan bahwa koperasi dan UMKM merupakan populasi pelaku usaha yang sangat besar,mencapai 51,2 juta (99,98%) dari jumlah unit usaha,(49,8 juta) yang tersebar di seluruh wilayah di semua sektor usaha.Mampu menciptakan kesempatan kerja,mencapai 91,8 juta orang (97,33%) dari total kesempatan kerja.

Dengan kontribusi dalam PDB nasional,mencapai Rp2.121,3 triliun (53,6%) dari total PDB. Sedangkan kontribusi ekspor mencapai Rp142,8 triliun (20%) dari total ekspor nonmigas dan investasi fisik koperasi dan UKM mencapai Rp462,01 triliun (46,9%). Dengan peranan yang begitu besar, keberadaan koperasi dan UKM menjadi bagian penting dalam memperkokoh fundamental ekonomi. Keberadaan industri usaha yang padat tenaga kerja ini tidak akan mudah terpengaruh oleh gejolak ekonomi global. Hal itu tampak dari minimnya gejolak akibat krisis global yang melanda pada 2009. Dengan minimnya integrasi dan ketergantungan dalam global market, koperasi dan UKM mampu meredam fluktuasi yang terjadi.

Hal ini berarti menjelaskan bahwa koperasi dan UKM terbukti kokoh menjaga fundamental ekonomi bangsa. Untuk itu, langkah khusus guna menstimulus koperasi dan UKM diperlukan agar peranannya semakin dirasakan sebagai pilar perekonomian bangsa. Beberapa hal yang dapat menjadi solusi untuk memperkokoh keberadaan koperasi dan UKM. Pertama, membentuk suatu skema pendanaan bagi koperasi dan UKM sesuai kebutuhan (skema penjaminan kredit dan modal ventura).Hal itu dilakukan untuk menjawab tantangan koperasi dan UKM terkait pendanaan dan pembiayaan.Yang diharapkan mampu meningkatkan kompetisi bagi koperasi dan UKM dalam dunia usaha.

Kedua, membentuk klaster-klaster untuk mendorong produksi dan kinerja usaha menjadi lebih efisien dan berdaya saing tinggi.Keberadaan klaster diharapkan mampu menciptakan integrasi usaha yang berkesinambungan sehingga akhirnya memberikan sumbangsih bagi kemajuan dan penguatan fundamental ekonomi bangsa. Ketiga, melaksanakan pengembangan kemitraan dan jejaring usaha serta menciptakan semangat dan mentalitas kewirausahaan.Poin ini merupakan roh dari sebuah entitas bisnis,bagi koperasi dan UKM.Jika keberadaan ini tidak diperhatikan,tidak akan mampu menstimulus penyerapan tenaga kerja.

Untuk itu, semangat semacam ini perlu ditanamkan bagi dunia usaha terutama bagi pengembangan dan penguatan ekonomi bangsa. Dengan tiga masukan tersebut, peranan koperasi dan UKM dalam mendorong, dan mengembangkan perekonomian bangsa besar. Hal itu akan semakin menyatakan bahwa keberadaan entitas bisnis dalam koperasi dan UKM nyata dan terasa manfaatnya bagi masyarakat. Untuk itu, dukungan bagi kedua entitas bisnis harus terus diberikan secara berkesinambungan.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM Yogyakarta