Selasa, 28 September 2010

Perlu Kutub Pertumbuhan Baru

Dimuat Harian Seputar Indonesia
Senin, 27 September 2010

RENDAHNYA perhatian pemerintah dalam menciptakan kutub pertumbuhan baru menyebabkan sentralisasi perekonomian di segelintir kota besar di Indonesia.Bisa dibayangkan,hampir 80% peredaran uang terjadi di Jakarta.


Hal ini menandakan bahwa Jakarta yang juga ibu kota negara menjadi indikator yang paling berpengaruh bagi perekonomian Indonesia. Namun,akankah situasi tersebut menjadi pertanda baik bagi perkembangan kota besar dan dapat memberikan kenyamanan bagi para penghuninya? Mengacu pada Hukum Gossen I yang berbunyi: “Setiap individu apabila memenuhi kebutuhan secara terus-menerus,maka tingkat kepuasannya mulamula meningkat.Namun bila sampai pada titik tertentu,tingkat kepuasan akan semakin turun.”Hal itu pulalah analogi yang dapat menggambarkan kota-kota besar yang menjadi kutub pertumbuhan.

Dengan semakin padatnya penduduk, kemacetan yang semakin parah, dan semakin merajalelanya berbagai masalah sosial, maka kepuasan akan hidup dan menetap di kota akan menurun. Berbagai gejala sosial mewarnai kehidupan di kota besar seperti kemacetan,permukiman kumuh,tuna wisma,kejahatan,dan kemiskinan seakan menjadi bagian yang tak terpisahkan.Keadaan tersebut jelas tidak menjadikan kota besar sebagai tempat tinggal yang nyaman.Lalu, solusi apa yang perlu dilakukan untuk meredam permasalahan sosial di kota besar? Untuk itu,dibutuhkan kota pertumbuhan baru yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Selain itu, dapat meredam urbanisasi yang cenderung mengacu ke Ibu Kota.

Jika dibangun,kutub pertumbuhan baru ini dapat meredam berbagai dampak permasalahan sosial di atas. Apabila pemerintah membangun kota-kota baru sebagai pusat pertumbuhan baru,manfaatnya akan sangat terasa.Pertama,akan terjadinya pemerataan pembangunan dan perekonomian karena konsentrasi perekonomian dapat disebar secara merata.Kendati sekarang merupakan era otonomi daerah,sentralisasi pembangunan masih tampak. Kedua,menciptakan kenyamanan dan efisiensi bagi perkembangan serta kemajuan bangsa.Kutub pertumbuhan baru mampu menciptakan kenyamanan tersebut karena masyarakat akan merasa aman dan nyaman dalam menjalankan segala aktivitasnya.

Ketiga, kutub pertumbuhan mampu mengurangi beban sosial dari kota-kota besar seperti Jakarta. Dengan adanya kutub pertumbuhan baru, akan terbentuk magnet baru yang membuat konsentrasi di kota besar terbagi.Kota pertumbuhan baru itu dapat menjadi andalan bagi pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada


Rabu, 22 September 2010

Liberalisasi yang Kebablasan


Dimuat Harian Seputar Indonesia
Monday, 20 Sept 2010


BEBAS dan kebebasan, itulah kata yang dapat terucap semenjak reformasi digulirkan dua belas tahun silam. Ketidaksiapan menerima kebebasan seakan menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia.

Berbagai masalah sosial muncul, bahkan dengan motif yang sangat bervariasi.Hal inilah yang tertuang dalam perjalanan panjang pemudik yang hendak menuju kampung halaman. Memang tidak bisa dimungkiri bahwa tradisi mudik ketika lebaran (Idul Fitri) telah membudaya bagi bangsa ini. Ribuan hingga jutaan jiwa pulang dari kota rantauan menuju kampung halaman tercinta.

Kendati tradisi pulang kampung telah berjalan bertahun-tahun, permasalahan moda transportasi umum yang memadai belum terealiasasi.Gejala sosial ini kian tidak tertangani seiring reformasi terus bergulir. Dahulu untuk memiliki kendaraan pribadi seperti sepeda motor masih dinilai sebagai barang mewah,sekarang kendaraan jenis ini kian menjamur.Sistem pembelian dengan kredit,dan tidak adanya kuota produksi sepeda motor,menyebabkan kendaraan jenis ini kian menjamur di negeri ini.

Alhasil, dominasi sepeda motor di kota-kota besar seperti Jakarta, dan Bandung kian terasa.Keadaan inilah buah dari liberalisasi yang dinilai kebablasan,sejak reformasi bergulir. Situasi inipun tertuang dalam tradisi tahunan, yaitu mudik menyambut perayaan Idul Fitri.Dimana pemudik lebih banyak memiliki pulang ke kampung halamannya menggunakan sepeda motor. Dan, alasan murah, efisien,dan menyenangkan terucap dari setiap pemudik tersebut.

Alhasil, berdasarkan data yang diterbitkan Posko Harian Tingkat Nasional Angkutan Lebaran Terpadu 2010 Kemhub menyebutkan selama sembilan hari mulai dari H-7 sampai hari kedua Lebaran kemarin, jumlah sepeda motor yang melintasi enam pos perhitungan sebanyak 660.957 sepeda motor.Angka ini secara rata-rata meningkat 5,8% dibanding tahun lalu.

Sedangkan,data Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebutkan bahwa pada lebaran 2009 setidaknya ada 800 korban jiwa akibat lakalantas (kecelakaan lalu lintas),dari 4.500 kasus kecelakaan. Kondisi ini akan terus terjadi setiap tahunnya, apabila tidak adanya intervensi dari pemerintah.Terutama upaya pemerintah untuk meredam dan membatasi penjualan sepeda motor yang kian meningkat setiap tahunnya.

Selain itu,kemudahan untuk memiliki sepeda motor ditengarai menjadi penyebab menjamurnya sepeda motor di negeri ini. Untuk meredam fenomena tersebut, intervensi pemerintah dalam mengatur produksi, distribusi, dan penggunaan sepeda motor sangat dibutuhkan. Pasalnya, jika hal ini tidak dilakukan maka dimasa mendatang akan semakin banyak pemudik yang mudik dengan sepeda motor.

Disamping itu, pemerintah harus terus berupaya mengembangkan pelayanan transportasi umum, dan infrastruktur yang memadai dengan biaya yang terjangkau masyarakat. Dengan terobosan ini diharapkan pemudik dengan sepeda motor dapat ditekan intensitasnya.Semoga ke depannya situasi demikian dapat diredam,dan moda transportasi umum kian menjadi pilihan bagi pemudik yang ingin pulang menuju kampung halaman.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM

Selasa, 14 September 2010

Perkuat Fundamental Ekonomi Bangsa

http://kampus.okezone.com/read/2010/09/08/367/371149/perkuat-fundamental-ekonomi-bangsa
Rabu, 8 September 2010 - 14:15 wib

KEKOMPETITIFAN perekonomian sebuah bangsa merupakan sebuah bentuk kekuatan dan kemampuan dalam menciptakan kemandirian di segala bidang.

Kemampuan seperti ini idealnya sulit dipenuhi. Namun hal itu menjadi relatif apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Maka, dalam menciptakan sebuah kekompetitifan sebuah bangsa sangat dianjurkan juga melihat perekonomian di negara tetangga dan beberapa negara di dunia. Hal itu sebagai tolok ukur sejauh mana keberhasilan perekonomian dapat dicapai. Di tengah globalisasi yang kian luas, menjadi tuntutan bagi setiap bangsa untuk meningkatkan daya jual, melalui efisiensi dan efektivitas produksi. Hal itulah yang menjadi dasar sebuah bangsa untuk mendukung kekompetitifan perekonomiannya.

Indonesia sudah berada dalam jalur yang tepat, kendati mesti terus dikembangkan dan ditingkatkan produktivitas perekonomiannya. Tidak dapat dipungkiri krisis global 2008 mampu meningkatkan pamor perekonomian Indonesia. Dukungan sektor fiskal dan moneter dalam meredam gelombang krisis sangat baik, meski pertumbuhan ekonomi sempat merosot. Guna mendukung sebuah kekokohan perekonomian, kebijakan yang efektif dan efisien memang sangat dibutuhkan. Pasalnya, kesalahan dalam mendorong dan mengambil sebuah kebijakan dapat berakibat fatal.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memperkokoh fundamental ekonomi. Pertama, penguatan sektor mikro, meliputi proses produksi hingga distribusi. Sektor mikro merupakan sektor terkecil dalam sebuah perekonomian. Walau begitu, sektor ini memiliki peranan sangat besar dalam menciptakan kemandirian ekonomi. Sektor ini menyangkut seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok, atau dalam bentuk sebuah grup. Salah satu yang sangat menonjol dalam kondisi mikro di Indonesia ialah keberadaan UMKM di Indonesia.

Dalam krisis global yang lalu, UMKM menjadi penyelamat perekonomian Indonesia dari hantaman badai. Pasalnya, minimnya integrasi dan ketergantungan dengan dunia internasional cukup rendah, kendati masih tetap ada. Hal ini pulalah yang perlu dipertahankan dan dikembangkan ke depannya, selain masalah efisiensi dan efektivitas produksi tetap harus dikembangkan. Kedua, penguatan kondisi makroekonomi meliputi kestabilan nilai tukar, inflasi, harga saham, neraca pembayaran, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Komponen-komponen ini merupakan hal yang sangat penting dalam menilai indikator makro sebuah bangsa.

Kesehatan perekonomian sebuah bangsa memang masih dilihat secara parsial oleh pasar. Namun, keberadaan komponen tersebut sangat penting dalam menunjang peningkatan kinerja sebuah bangsa. Maka, bukan perkara yang mudah dalam menjaga kestabilan dan peningkatan perekonomian secara makro. Selain membutuhkan kepercayaan pasar, tapi diperlukan integritas dari badan kebijakan fiskal dan moneter. Hal ketiga yang juga cukup penting ialah sektor kelembagaan terkait perizinan usaha, investasi dan iklim usaha yang mendukung.

Kelembagaan menjadi faktor penting dalam mendukung kekompetitifan perekonomian sebuah bangsa. Di mana dukungan terhadap perizinan usaha dan birokrasinya menjadi pertimbangan penting bagi dunia usaha. Untuk itu, keberadaan kelembagaan yang cepat, tepat, dan kooperatif menjadi sebuah syarat mutlak dalam mendukung keberlangsungan kekompetitifan perekonomian sebuah bangsa. Apabila Indonesia dapat melaksanakan ketiga hal tersebut dengan baik, bukan tidak mungkin perekonomian bangsa ini dapat melaju dengan cepat.

Masalahnya, hal-hal tersebut sulit direalisasikan karena membutuhkan waktu dan keseriusan pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Meski demikian, bukan hal mustahil untuk direalisasikan bagi Indonesia di masa mendatang.(*)

Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gajah Mada Yogyakarta(//rhs)