Senin, 04 Mei 2009

Pergerakan Kurs Masih Labil



Pergerakan rupiah terus mengalami penguatan hingga mencapai level di bawah 11.500 per dolar Amerika. Yang artinya IHSG juga terus mengalami peningkatan, hal ini memang tidak terlepas dari peningkatan penanaman modal asing di Indonesia. Dimana investor asing masih menilai Indonesia sebagai tempat yang cukup aman dengan rate of return yang cukup tinggi.

Mulai banyaknya pemodal asing yang kembali menanamkan modalnya di Indonesia membawa angin segar bagi perekonomian. Sentimen positif dari pelaku pasar ikut memberikan sumbangsinya bagi pergerakan kurs dan penguatan nilai rupiah. Tak hayal banyak pemodal domestik pun ikut kembali menanamkan modalnya, yang tampak dari nilai transaksi yang terus mengalami peningkatan.

Membaiknya pergerakan bursa saham dan nilai tukar rupiah disinyalir lebih didominasi oleh pengaruh pihak asing. Yang artinya pergerakan pihak asing masih menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, masih ada faktor dalam negeri yang ikut memberikan sumbangsi bagi pergerakan IHSG dan nilai tukar rupiah.

Penggerak Nilai Tukar

Kepercayaan pemodal asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya pertemuan G20 yang berhasil membawa angin segar bagi perekonomian dunia. Dimana dalam pertemuan ini telah disepakati ketentuan untuk mengatasi krisis global secara bersama-sama. Ketentuan tersebut mengatur negara-negara G20 untuk melakukan kebijakan bersama. Yang diharapkan mampu meningkatkan pertumbahan ekonomi global di masa mendatang.

Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dinilai masih cukup tinggi oleh investor asing. Masuk modal asing yang cukup besar dalam beberapa hari terakhir tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih positif. Kondisi ini masih dinilai menguntungkan karena di beberapa negara di dunia memiliki pertumbuhan ekonomi negatif.

Ketiga, imbal hasil atau rate of return yang masih terbilang cukup tinggi di Indonesia ikut memberikan dampak positif bagi pergerakan kurs. Hal itu tampak dari tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia yang masih berada di angka 7,5%. kondisi tersebut mendorong investor asing untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memang masih menguntungkan dalam penanaman modal. Pasalnya, di beberapa negara seperti, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia memiliki suku bunga acuan yang mendekati nol. Yang artinya jika menanamkan modal dalam bentuk obligasi hanya mendapatkan rate of return yang sangat rendah.

Faktor pendorong keempat, yaitu neraca perdagangan Indonesia yang masih dalam kondisi positif. Meskipun laporan yang dikemukakan oleh BPS menggambarkan penurunan ekspor yang sangat tajam. Namun, neraca perdagangan masih dalam kondisi positif artinya pembiayaan impor masih berada di bawah ekspor Indonesia. Kondisi juga berkorelasi terhadap pergerakan kurs, dimana neraca perdagangan yang positif ikut menambah devisa negara. Yang akhirnya ikut mendukung pergerakan nilai tukar rupiah kearah yang positif.

Pergerakan rupiah yang saat ini terus menguat memang diikuti dengan pergerakan positf di lantai bursa. Gambaran semacam ini memberikan informasi bahwa factor modal asing masih menentukan keduanya. Hanya faktor ekspor impor saja yang lebih digerakan oleh sector dalam negeri. Sedangkan, ketiga poin lainnya merupakan factor asing berupa modal yang masuk ke Indonesia.

Indonesia harus hati-hati

Pergerakan rupiah yang terus menguat terhadap dolar Amerika Serikat memang harus disambut baik. Namun, pemerintah Indonesia khususnya Bank Indonesia harus berhati-hati dengan kondisi semacam ini. Pergerakan positif yang terjadi memang baik tapi tampak kropos. Pasalnya, modal yang ditanamkan investor asing masih sebagian besar berbentuk hot money. Maksudnya, modal yang masuk bisa keluar kapan saja tanpa adanya intervensi dari pemerintah atau Bank Indonesia.

Hot money memang masih menjadi masalah bagi Indonesia. Pasalnya, tidak adanya payung hukum, membuat investor dapat keluar masuk bursa dengan mudah. Hal inilah yang membuat Indonesia mengalami krisis tahun 1998. Dimana investor lari dengan menukarkan rupiah ke dolar dan mengalihkan kepermilikannya ke negara lain. Akibatnya rupiah tertekan hingga mencapai 16000 rupiah per dolar Amerika Serikat.

Kondisi saat ini sepertinya hampir sama dengan krisis tahun 1998 lalu. Dimana kepemilikan modal asing masih belum ada ketentuan yang pasti. Untuk itu, pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter harus berhati-hati dalam menjaga kepercayaan investor asing. Agar kepemilikan modal mereka bisa bertahan lama di Indonesia.

Beberapa yang bisa dilakukan pemerintah dan BI dalam menjaga modal asing agar tetap di Indonesia. Pertama, dengan menjaga kepercayaan investor asing terhadap kondisi Indonesia. Dengan menjaga keamanan, dan kestabilan sosisl poiltiknya. Kedua, membuat peraturan mengenai penanaman modal asing. Dimana investor yang menanamkan modalnya harus bertahan di Indonesia minimal beberapa tahun sehingga tidak terjadi capital outflow secara besar-besaran. Seperti, yang diberlakukan Malaysia yang menerapkan peraturan bahwa modal asing asing harus bertahan minimal satu tahun.

Kehati-hatian memang harus mulai diterapkan Indonesia agar capital outflow secara besar-besaran tidak terjadi lagi. Pasalnya, kondisi saat ini masih rentan dengan aksi ambil untung dari investor. Untuk itu, Indonesia sebaiknya tidak terlena dengan kondisi saat ini, sebab pergerakan kurs masih sangat rawan dengan aksi spekulatif.



Felix Wisnu Handoyo

Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM

Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar