Rabu, 11 Maret 2009

Yang Melatarbelakangi Kekerasan

Kekerasaan seakan telah menjadi budaya, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Institut Titian Perdamaian, selama tahun 2008 terjadi 1.136 insiden kekerasan di Indonesia. Yang artinya setiap hari rata-rata terjadi 3 insiden kekerasan di Indonesia. Sungguh sangat memprihatinkan Indonesia yang kaya akan keberagaman juga tidak terlepas dari kaya akan kekerasan.

Berbagai macam kekerasan kian mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Dimana Institut Titian Perdamaian mencatat beberapa kekerasan yang menonjol selama tahun 2008, yaitu penghakiman massa sebanyak 30% atau 338 insiden, tawuran dengan 21% atau 240 insiden, konflik politik dengan 16% atau 180 insiden. Kemudian menyusul konflik sumber daya ekonomi sebanyak 11% atau 123 insiden, konflik sumber daya alam sebanyak 10% atau 109 insiden. Pengeroyokan menempati urutan selanjutnya dengan 4 % atau sebanyak 47 insiden. Disusul oleh Konflik etnis/agama sebanyak 2% atau 28 insiden, dan lain-lain sebanyak 5% atau 56 insiden.

Data di atas menggambarkan betapa mudahnya konflik yang berujung pada kekerasan terjadi di Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat negeri ini belum dewasa dalam menanggapi suatu permasalahan. Dimana penyelesaian dengan kekerasan dianggap sebagai jalan keluar yang mudah. Pemikirin semacam ini jelas akan berdampak negatif bagi perkembangan dan kemajuan bangsa di masa mendatang.

Menelusuri kekerasan yang terjadi di nergeri ini, ada beberapa hal yang diduga melatarbelakangi terjadinya kekerasan di masyarakat, yaitu kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia, adanya politik kepentingan, sikap kurang dewasanya masyarakat dalam memandang perbedaan, dan adanya budaya kekerasan yang turun- temurun.

Dalam memandang kekerasan yang terjadi, unsur kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum jelas berdampak negatif. Misalkan saja, adanya sikap main hakim sendiri di masyarakat dan tawuran antar kelompok masayarakat. Kejadian tersebut menggambarkan masyarakat sudah tidak lagi percaya terhadap penegakan hukum di Indonesia. Yang kedua, adanya politik kepentingan menambah daftar catatan buram kekerasan di masyarakat. Dimana konflik ini biasanya di motori oleh elite politik yang sedang berebut kekuasaan.

Hal ketiga, kedewasaan masyarakat yang masih dipertanyaakan. Maksudnya, masyarakat belum mampu menerima dan berjiwa besar ketika adanya perbedaan yang terjadi dalam kehidupannya. Dimana masing-masing kelompok bertahan dengan keinginannya sehingga benturan pun tidak terelakkan.

Keempat, adanya budaya kekerasan yang turun-temurun dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Memprihatinkan jika kekerasan sudah menjadi budaya, yang artinya telah menjadi kebiasaan. Kondisi tersebut tercermin dalam beberapa kasus kekerasan, seperti kekerasan dalam keluarga dan dalam instansi pendidikan. Dimana kedua contoh kasus tersebut memiliki sifat turun menurun dari orang tua turun ke anak dan senior ke junior. Akibatnya rantai tersebut membentuk budaya kekerasan yang tidak terputus. Kondisi tersebut mengindikasikan akan ada ancaman besar bagi kemajuan dan perkembangan bangsa di masa mendatang. Sebab kekerasan hanya akan menimbulkan kesengsaraan.


Felix Wisnu Handoyo
Mahasiswa Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UGM, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar